Chereads / TERPAKSA MENCINTAIMU / Chapter 12 - PENYAMARAN LAGI

Chapter 12 - PENYAMARAN LAGI

"Na, temenin gue dong," ajak Risma.

"Mau kemana?" Tanya Risna tanpa mengangkat pandangannya dari laptop.

"Lo lagi sibuk apaan sih?" Tanya Risma penasaran. "Eh, itu foto apaan?"

"Hehehe.. gue lupa mau cerita sama elo. Kemarin waktu elo dan oma sibuk pilih-pilih gaun, gue ditawarin nyobain sekalian diajak jadi model. Lumayan bayarannya."

"Waaah, gue nggak nyangka kembaran gue keren juga kalau jadi model. Di Aussie elo biasa jadi model?" Tanya Risma sambil melihat-lihat foto di email Risna. "Eh Na, itu cowok yang waktu itu elo temuin di cafe kan?"

"Iya, dia mas Bian. Dia sahabatnya mas Reno. Ganteng ya?"

"Iya. Nggak kalah ganteng dari si om galak itu. Elo naksir dia?"

"Nggaklah. Gue baru dua kali ketemu sama dia. Bahkan dia nggak kenal gue. Dia tahunya gue itu Risma, bukan Risna. Elo lupa kalau waktu itu elo nyuruh gue nyamar? Untung aja kemarin dia nggak ngenalin gue."

"Penyamaran yang mendatangkan kenikmatan kan?" Ledek Risma. "Na, elo nggak naksir si om galak itu?"

"Mana mungkin gue naksir calon suami saudara kembar gue. Bisa-bisa gue digantung sama oma dan opa." Risna menertawakan leluconnya sendiri. "Lagian omongan lo ngaco. Mana ada penyamaran membawa nikmat. Yang ada gue deg-degan hampir mau mati. Elo malah enak-enakan berdua si Azzam."

"Jadi ciuman dia biasa aja dong." goda Risma.

"Ci.. u... man? Maksud lo?"

"Hmm belagak lupa nih. Ya pastinya ciuman elo sama si om galak itu. Apakah biasa aja atau gimana? Is he a good kisser?"

"Not bad lah."

"Really?"

"Nanti elo juga bakal nyobain sendiri kalau sudah jadi istri dia. Eh iya, tadi elo mau minta gue temani kemana?" Risna berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Temani gue ke butik ya."

"Kenapa nggak sama oma?"

"Malas gue pergi sama nenek sihir model dia. Gue nggak terlalu suka dengan pilihan dia, tapi kata oma gaun itu mahal banget. Harganya jutaan dan belum ada yang menyamai di sini. Oma juga nyuruh gue nanya pendapat si om galak itu."

"Oh, elo mau ketemuan sama si om narsis itu?" Risma mengangguk sambil menatap kembarannya penuh harap. Risna langsung waspada, karena ia tahu apa arti tatapan Risma. "Nggak Ma, gue nggak mau nyamar jadi elo lagi. Staf disana sudah tau siapa gue. Belum lagi kalau gue ketemu sama mas Bian."

"Please bantuin gue, Na. Ini terakhir kali gue minta tolong sama elo. Ada yang harus gue urus di KUA. Biasalah, kelengkapan buat pernikahan hari Minggu nanti. Habis itu ada yang gue harus beli untuk acara pernikahan. Sebelum ke butik elo temani gue ke toko perhiasan ya."

"Acara lo padat banget sih, Ma."

"Makanya gue minta temani sama elo. Habis itu elo ke butik bawa mobil gue ya."

"Calon pengantin jangan pergi sendirian. Bahaya. Lebih baik gue yang nyetirin elo. Bilang aja elo mau pergi kemana."

"Ya sudah, kalau gitu habis dari toko perhiasan elo antar gue ke KUA ya. Lalu elo lanjut ke butik bawa mobil gue. Nanti setelah urusan gue selesai gue minta supir opa untuk menjemput gue."

"Urusan baju pengantin gimana?"

"Please ya elo yang nemuin dia. Ukuran kita kan sama. Miss Laura dan asistennya pasti nggak akan bisa membedakan kita." Tatapan Risma begitu memelas. "Lagipula gue harus pamitan sama Azzam dan keluarganya sebelum menikah dengan sama si om galak itu. Gue harus mengucapkan terima kasih. Kalau bukan karena bantuan mereka, restauran papa pasti sudah tutup sejak lama."

"Oke, oke. Ini kali terakhir gue nolongin elo."

Tak lama keduanya sudah berada di toko perhiasan. Mereka asyik melihat-lihat cincin.

"Na, bagaimana pendapat lo tentang cincin yang ini?"

"Cantik. Tapi kayaknya si om narsis itu nggak suka yang modelnya terlalu mencolok gitu deh. Apalagi pake batu gede. Gue yakin, orang model dia seleranya tua banget. Menurut gue dia akan suka desain yang ini. Simpel dan melambangkan keabadian cinta kalian." Risna menunjuk kepada cincin dengan desain lingkaran yang diapit dengan dua hati, dimana di tengah lingkaran terdapat sebuah berlian.

"Kenapa lo pilih itu? Apa maknanya?"

"Buat gue lingkaran ini melambangkan pernikahan yang menyatukan dua cinta. Lingkaran ini juga melambangkan keabadian cinta kalian."

"Tapi gue nggak cinta dia, Na."

"Elo akan bisa mencintai dia kalau memang mau membuka hati lo, Ma."

"Hati gue sudah serahkan semuanya untuk Azzam."

"Misalnya elo menikahi si om narsis itu, desain mana yang akan lo pilih?" Risma memilih desain yang hampir mirip dengan yang Risna pilih. Ia memilih desain dua hati yang menyatu, dengan batu safir di tengahnya.

"Selera kita hampir mirip. Tapi makna cincin yang gue pilih lebih dalam. Ada atau tak ada pernikahan, cinta gue hanya untuk Azzam. Dan batu safir itu merupakan simbol keagungan, kejujuran, ketulusan, dan kesetiaan. Seperti cinta gue dan Azzam. Eh iya Na, gue mau ngomong dulu sama salesnya ya. Gue mau pesan cincinnya. Nanti lo kasih aja tanda terima ini ke si Reno. Biar aja dia yang bayar."

Setelah dari toko perhiasan, Risna mengantar Risma ke KUA.

"Na, elo langsung aja ke butik. Urusan gue disini bakal lama. Lo tau kan kalau si om galak bin narsis itu nggak suka disuruh menunggu."

"Kalau si mbak Tita mengenali gue gimana?"

"Lo pakai masker aja. Bilang sama mereka elo lagi flu. Mereka pasti akan menghindari elo." Tak lama, Risma menghilang ke dalam bangunan bertuliskan KUA.

Satu jam kemudian Risna sudah tiba di butik. Tak lupa ia menuruti saran Risma untuk memakai masker. Untunglah hal itu ia lakukan, karena yang membukakan pintu butik adalah Tita.

"Nona Ina?"

"Maaf nama saya Risma. Bukan Ina." Risna terpaksa mengubah gaya bicaranya menjadi sedikit ketus. "Saya ada janji dengan tunangan saya, tuan Reno, untuk melihat gaun yang kemarin saya coba bersama oma saya."

"Oh, maafkan saya nona. Mata nona mirip sekali dengan model kami yang bernama Ina. Sekali lagi maafkan saya. Mari saya antar. Miss Laura hari ini tidak datang, tapi ada mas Bian dan mbak Raya yang kemarin membantu anda."

Risna menghela nafas lega karena Tita tak banyak bertanya. Ia mengikuti Tita menuju sebuah ruangan. Sebelum masuk ruangan tersebut, Risna bisa mendengar suara dua lelaki sedang berbincang. Gawat itu pasti Reno dan Bian. Semoga Bian nggak mengenali gue, doa Risna. Bisa gawat kalau sampai ketahuan.

"Akhirnya tuan putri datang juga," sindir Reno saat melihat Risna datang.

"Kamu terlambat 15 menit.  Aku nggak suka sama orang yang suka terlambat."

"Wajar kali Ren, kalau cewek terlambat. Baru juga 15 menit. Biasanya cewek-cewek yang janjian sama gue telatnya bisa satu jam lebih. Makanya kalau janji menjemput jam 7, gue baru sampai jam 8. Itu juga masih nunggu setengah jam lagi." Bian tertawa. Risna ikut tertawa kecil.

"Ayo masuk sini, Ris. Calon suamimu sudah nggak sabar melihat gaun pengantin yang kemarin kamu cobain."

"Oh iya mas, ini bukti pemesanan cincinnya." Risna menyerahkan nota pemesanan cincin kepada Reno.

"Coba lihat," Bian merebut kertas tersebut, lalu tertawa. " Ris, kenapa pesan cincin yang murah? Calon suamimu ini calon CEO, penerus perusahaan AS Corporation. Harga seratus lima puluh juta untuk cincin nikah masih kemurahan buat dia."

"Bacot lo Bi !" omel Reno. "Baguslah kamu pilih yang murah. Jadi aku nggak akan rugi besar kalau nanti kita cerai. Lagipula gue nggak suka yang terlalu mencolok."

"Wooo... belum menikah sudah ngomongin cerai. Pamali bro."

"Berisik lo!"

"Sana kamu cobain gaun yang kemarin. Kak Laura sudah minta Raya untuk bantuin kamu. Biar aku yang menemani calon suami kamu yang galak ini." Bian mendorong tubuh Risna dengan lembut untuk mengikuti Raya. "Oh iya, nanti setelah calon istri lo selesai memakai gaunnya, kak Laura minta gue memotret dia untuk katalog dan media sosial butik ini. Elo nggak keberatan kan?"

"Terserah elo."

Setelah menunggu selama 15 menit, Risna keluar menemui kedua pria tersebut.

"Ris, kenapa maskernya masih dipakai?" tanya Bian heran. "Lepas saja ya maskernya. Kamu harus di make over sedikit untuk pemotretan."

"Pemotretan? Memangnya harus pakai dipotret segala?" tanya Risna bingung plus deg-degan. Aduh gawat kalau sampai Bian mengenali gue.

"Raya, ajak Risma ke ruang make up. Oh iya dandanin yang simple tapi manis. Kayak model yang kemarin pemotretan bareng aku."

"Masih lama?" tanya Reno malas sambil melihat jam tangannya. "Buang-buang waktu saja. Lagian ngapain sih mama nyuruh gue kesini. Gue kan harus meeting."

"Meetingnya diundur besok bro. Tadi gue sudah infoin ke Morgan dan Evelyn. Tenang aja lah." Bian menenangkan sahabatnya. "Mendingan elo cobain tuxedo lo. Oh iya, calon bride nanti akan mencoba dua baju. Yang pertama kebaya, yang kedua gaun yang tadi."

"Aah, tuxedo model apapun nggak ada pengaruhnya buat gue. Yang penting gue kawinin tuh cewek barbar kan?" sahut Reno ketus.

"Kok barbar? Menurut gue dia manis, cute dan bikin gue pengen nguyel-nguyel dia. Ups sorry bos, nggak usah melotot gitu dong. Lagipula elo nggak perlu khawatir, gue lagi mengincar model baru di butik ini. Namanya Ina. Cantik banget dan pastinya harum banget. Wangi parfumnya bikin gue jatuh cinta. Hmm, setelah gue pikir-pikir wanginya si Risma mirip sama wanginya Ina."

"Dasar sinting. Wangi parfum aja bikin jatuh cinta. Halu banget sih bro."

"Tiap orang punya selera dan cara yang berbeda untuk jatuh cinta, bos. Elo beneran nggak mau ganti baju? Kalau nggak mau, biar gue yang gantiin elo. Siapa tau si Risma jadian sama gue. Ya minimal, setelah jadi janda."

"Sinting!"

"Walaupun gue sinting, banyak cewek yang tekuk lutut bro. Gue akan coba dekatin si Ina dulu. Kalau elo sudah bosan sama Risma, gue bakal dekatin dia. Gue bakal jadiin si Ina dan Risma istri-istri gue."

"Aah, cerewet lo! Dimana gue harus ganti baju?" Bian tertawa penuh kemenangan.

"Berliiiii...."

"Iya mas Bian." Dari dalam muncul seorang pria berbadan tinggi, kekar namun gayanya lebih kemayu daripada Raya. Reno sampai merinding melihatnya.

"Lo bantuin Reno cobain tuxedonya. Ingat, jangan lo perawanin ya calon pengantin yang satu ini. Gue bisa digantung dua kali sama mereka. Elo nggak mau gue digantung dua kali kan?"

"Iiih.. mas Bian ada-ada aja  nih. Berli kan masih perawan tingting. Mana mungkin Berli berani merawanin mas ganteng ini. Justru Berli yang takut diperawanin sama dia." Bian terbahak-bahak mendengar ucapan Berli, si cewek jadi-jadian. "Ayo mas ganteng, Berli bantuin. Ya ampun, badan masnya bagus banget sih. Mana harum banget. Bikin Berli pengen nerkam mas ganteng deh."

"Bi, nggak ada yang lain yang bisa bantuin gue?" tanya Reno sambil bergidik.

"Santai bro, dia jinak kok. Asal elo nggak godain, dia pasti nggak godain elo. Ya paling-paling diraba-raba dikit." Bian meninggalkan Reno yang ketakutan karena sudah mulai ditarik-tarik oleh Berli, si manusia jadi-jadian. "Gue lihat bride-nya dulu ya. Bye."

⭐⭐⭐⭐