Happy Reading❤
"Wow, kamu sangat cantik, Ris. Kupikir gadis barbar sepertimu nggak bisa tampil anggun. Ternyata penilaian Reno tentang kamu salah." puji Bian tanpa basa-basi saat melihat Risna yang sudah selesai didandani. "Kurasa kamu bersikap seperti itu hanya kepada Reno. Benar kan?"
Risna tertawa lepas mendengar pujian Bian. Satu kesalahan yang telah ia lakukan, karena saat ia tertawa membuat Bian terpesona.
"Mas Bian nggak salah. Sikap asliku sebenarnya nggak barbar, tapi kalau berhadapan dengan makhluk angkuh seperti sahabat mas Bian orang bisu pun bisa tiba-tiba cerewet."
"Kamu bisa aja. Tapi sebenarnya sifat asli Reno nggak seperti itu kok. Mungkin kalian mengeluarkan sifat jelek masing-masing karena tak mau dijodohkan. Bukan begitu? Aku yakin sikap kalian pasti berbeda kalau saling jatuh cinta."
"Sulit mas untuk jatuh cinta pada pria sombong seperti dia."
"Hmm... kurasa lebih mudah jatuh cinta pada pria sepertiku. Bukan begitu Ris?" bisik Bian sambil membantu Risna berdiri dan menariknya ke dalam pelukannya.
"Mas Bian.."
"Nanti saat pemotretan seperti ini, relaks saja. Jangan kaku, supaya hasilnya bagus. Oke?"
"I-iya mas." Sahut Risna sambil menahan debaran di dadanya. Gawat, jangan sampai aku jatuh cinta pada mas Bian. Pesona pria ini terlalu kuat untukku, batin Risna.
"Ayo, kita temui calon suamimu. Kuharap dia tidak dimangsa oleh si Berli."
"Berli?"
"Berli, salah satu asisten kak Laura. Sudahlah nggak usah dipikirkan. Aku yakin Reno bisa menangani Berli."
Sementara itu Reno sudah selesai berganti baju dan menunggu kedatangan calon pengantinnya. Sambil menunggu, Reno sibuk dengan gadgetnya. Ia memantau kegiatan perusahaannya. Sepertinya untuk pengusaha seperti Reno, waktu tak boleh dibuang sedetikpun. Apalagi hanya untuk urusan receh seperti siang ini.
Reno mengangkat kepalanya saat mendengar gemerisik gaun pengantin. Tanpa sadar matanya membulat ketika melihat Risna dalam balutan gaun pengantin yang seolah memeluk tubuhnya. Bukan gaun dengan rok mengembang seperti kisah-kisah dongeng, namun sebuah gaun yang melekat pas di tubuh gadis barbar itu. Seolah memeluk tubuh gadis itu. Ah, sulit untuk menggambarkannya karena Reno sangat terpesona melihat Risna.
"Mas Reno, kenapa? Nggak bagus ya? Aku kelihatan gendut? Nggak cocok ya?" tanya Risna beruntun saat melihat Reno memelototinya. Apakah ada yang salah dengan gaunnya? Apakah dandananku terlalu menor? Perasaan Risna tak karuan.
"Bro, jangan bengong gitu," tegur Bian sambil tertawa. "Gadis barbar lo hari ini berubah menjadi seorang putri. Cantik kan?"
"Hmm... lumayan," jawab Reno berusaha menutupi kekagumannya. Ia tak mau membuat si gadis barbar itu besar kepala.
"Lumayan?" Tanya Risna tak percaya. "Mas bilang lumayan? Hmm sepertinya mas Reno buta atau memang tak mengerti fashion. Beda banget dengan mas Bian yang nggak mahal pujian. Ih, nggak kebayang hidup bersama cowok kaku kayak kanebo kering."
"Apa maksudmu?" Tanya Reno marah. "Kamu mau aku bilang apa? Apa aku harus bilang kamu cantik banget hari ini? Atau aku harus bilang kalau gaun itu sangat tepat untukmu? Jangan berharap aku memberimu pujian. Ingat pernikahan kita adalah perjodohan yang dipaksakan. Jangan harap aku bakal jatuh cinta sama kamu ."
Entah mengapa hati Risna merasa pedih mendengar ucapan Reno. Istri model gue? Memangnya dia siapa seenaknya aja menilai seseorang. Kasihan Risma, sudah dipaksa putus dengan kekasihnya, eh dapat suami model begini.
"Mas Bian, aku sudah boleh ganti baju?"
"Kok ganti baju? Kita kan belum mulai pemotretannya. Bro, tolonglah jaga sikap."
"Jaga sikap? Dia yang harusnya jaga sikap. Istri macam apa yang memuji pria lain di hadapan calon suaminya. Belum lagi dia seenaknya bilang gue kayak kanebo kering. Bisa lo bayangin Bi, rumah tangga macam apa yang akan gue jalani nanti."
"Ya ampun bro, masa begitu aja elo tersinggung. Lagian elo juga sih yang pelit pujian. Cewek tuh kan paling senang dipuji. Sudah ah, jangan pada baper. Ayo kita mulai pemotretan." Bian tertawa melihat sepasang calon pengantin itu masih saja saling memandang dengan tajam.
"Sudah siap mas, mbak?" tanya sang fotografer. "Coba masnya peluk mbaknya."
"Harus banget saya dipeluk sama dia?" tanya Risna keberatan.
"Kenapa? Elo nggak mau gue peluk?" tanya Reno tersinggung mendengar ucapan gadis itu. Risna diam saja. Akhirnya dengan terpaksa ia mendekat pada Reno yang langsung memeluk pinggangnya sehingga membuat tubuh mereka saling menempel. Risna menahan nafasnya saat wangi maskulin tubuh Reno menyerang indra penciumannya. Entah mengapa ada debaran aneh di dadanya.
"Nah begitu dong. Cuma itu pandangannya jangan kayak orang mau berantem gitu," seru Bian yang berdiri di samping fotografer. "Ren, dekatin wajah lo ke wajah Risma. Tunjukin kalau elo mencintai pasangan lo."
Entah apa yang ada di dalam pikiran Reno, kali ini ia menuruti perkataan Bian dan mendekatkan wajahnya. Risna merasa seluruh tubuhnya meremang saat Reno melakukan hal itu. Padahal kemarin saat melakukan pemotretan dengan Bian, ia tak mengalami hal seperti ini. Mereka bisa melakukannya dengan profesional, bahkan perasaannya pun tidak seperti hari ini.
"Kamu wangi," bisik Reno. Kali ini Risna bisa merasakan tatapan Reno berbeda, tak lagi menampakan permusuhan.
"Eeh, thanks," balas Risna lirih. Perlahan ia menurunkan dinding yang tadi ia bangun antara dirinya dengan Reno. Oke, demi pemotretan ini dan demi Risma, gue akan mengalah.
"Kamu cantik," puji Reno lagi sambil berbisik di telinga Risna. Kali ini ucapan Reno membuat pipi Risna memerah karena malu. Rupanya perubahan vibes di antara mereka rupanya tertangkap oleh fotografer. Ia langsung memanfaatkan momen tersebut. Akhirnya setelah satu jam pemotretan selesai, Semua orang bertepuk tangan karena mereka yakin hasil pemotretannya akan bagus sekali.
"Gila, keren banget pemotretannya. Gue yakin hasilnya bakal epic banget bro. Bahkan kamera bisa melihat aura jatuh cinta yang melingkupi kalian," puji Bian. "Gue sudah sering melakukan pemotretan tapi hasilnya nggak seperti yang tadi kalian lakukan. Gue nggak tahu apa yang terjadi di antara kalian, tapi gue dapat banget feel-nya."
Reno tersenyum sinis, "Gue sudah membuktikan ke kalian kalau gue bisa mengikuti permainan dan bersandiwara. Puas?!"
Bian dan Risna saling pandang tak percaya mendengar ucapan Reno.
"Ris, sorry ya. Reno memang suka begitu kalau merasa ingin membuktikan sesuatu. Dan kali ini aku rasa dia ingin membuktikan kalau dia nggak sekaku yang kamu bilang tadi. Semoga setelah kalian menikah dia akan benar-benar bisa mencintaimu. Kalau nanti dia nggak bisa mencintaimu, hubungi aku."
"Ih mas Bian bisa aja deh. Mendingan mas Bian buru-buru menikah supaya pikirannya nggak error terus." ledek Risna sambil memukul pelan lengan Bian. Rupanya interaksi akrab di antara keduanya menarik perhatian Reno yang melihat dari kejauhan. Ada rasa tak suka melihat keakraban mereka berdua.
Setelah selesai berganti baju, Risna menuju toilet. Saat itulah sepasang tangan menariknya ke dalam sebuah ruangan.
"Apa-apaan sih? Mmmmphh... " Belum hilang rasa terkejutnya akibat ditarik tiba-tiba saja ia bibirnya dicium. Risna terbelalak saat melihat siapa yang menciumnya. Reno Stanley Pranata, si narsistis sombong dan galak. Reno menciumnya penuh kemarahan. Tak ia rasakan tangan-tangan Risna yang memukuli dadanya. Ia malah memepet gadis itu ke dinding lalu menahan kedua tangan gadis itu di atas kepalanya. Kini dengan leluasa ia mencium bibir Risna bahkan ia menggigit pelan bibir gadis itu sehingga dengan mudah lidahnya menelusup masuk. Risna yang diserang tiba-tiba seperti tak sanggup melawan. Ia hanya sanggup menangis tanpa suara. Hanya air mata yang mengalir turun membasahi pipinya.
⭐⭐⭐⭐