Pintu kamar Risna diketok dari luar. Dengan langkah malas, Risna membuka pintu kamarnya. Di depan kamar dilihatnya oma Andini dan Risma sudah siap pergi.
"Na, oma dan Ima pergi dulu ya."
"Baik oma." Hmm, mereka pasti mau mengurus persiapan pernikahan. Risna menahan tawanya saat melihat wajah cantik Risma yang lecek seperti cucian kurang pelembut. "Hey, calon pengantin nggak boleh cemberut nanti mukanya penuh keriput. Kasihan calon suaminya."
"Nggak usah meledek," balas Risma ketus. Tapi tak lama mukanya terlihat cerah. "Oma, boleh nggak Ima ajak Ina? Kasihan Ina di rumah terus. Lagipula ini kan hari-hari terakhir kami bisa jalan bareng sebelum akhirnya Ima dikurung sama om sombong itu."
"Om sombong siapa? Reno maksudmu?" Risma mengangguk. "Hush, nggak boleh begitu. Panggil dia mas Reno. Dia itu kan calon suami kamu."
"Harus banget panggil dia begitu?" Tanya Risma kesal. "Panggil om Reno boleh?"
Andini tak menjawab, namun ia malah tertawa sambil membelai lembut kepala Risma. "Cucu oma ini memang lucu. Reno pasti akan bahagia kalau menikah denganmu. Bikin awet muda."
Risna memperhatikan sikap lembut Andini kepada Risma. Hatinya terasa sakit karena Andini tak pernah memperlakukan dirinya seperti itu. Bahkan bila ada Steven, sikap Andini lebih dingin lagi. Tadinya Risna pikir sikap Andini seperti itu karena takut kepada Steven. Namun percakapan beberapa hari lalu membuat matanya terbuka dan menyadari kalau Andini tak menyayanginya. Meskipun Andini tak membencinya, tetapi juga tak menyayanginya.
"Boleh ya oma? Ima juga mau meminta dia menjadi bridemaids. Oma tahu kan kalau Ima nggak punya teman di sini."
"Kamu bisa meminta adik Reno untuk jadi bridemaid kamu."
"Biar imbang oma. Satu dari pihak si om sombong, satu lagi dari pihak Ima. Bagaimana oma? Nanti kalau saat kita perawatan, kita bisa minta tolong Ina buat jagain barang-barang belanjaan kita. Boleh ya, boleh yaaa." Risma membujuk Andini.
Dan kini ketiganya berada di sebuah butik mewah di tengah kota. Risna menatap takjub gaun pengantin yang dipajang di butik tersebut. Selama Risma dan Andini sibuk melihat-lihat, Risna menyibukkan diri melihat gaun-gaun untuk bridemaid. Saat itulah salah satu pegawai butik menghampirinya.
"Ada yang bisa saya bantu nona? Anda mencari gaun seperti apa? Kami siap membantu sampai anda menemukan gaun impian anda."
"Oh, eeeh... nggak perlu mbak. Saya cuma lihat-lihat saja. Lagipula saya belum mau menikah kok. Pacar aja saya nggak punya." Risna memaksakan diri tertawa. Dengan sopannya si pegawai yang bernama Tita itu ikut tertawa.
"Nggak apa-apa nona. Tidak ada larangan mencoba gaun pengantin walau belum ingin menikah. Siapa tahu keluar dari butik ini, Anda bertemu jodoh. Saya juga sering mencoba gaun-gaun disini. Bos saya, miss Laura, nggak pernah keberatan dengan hal tersebut. Bahkan ia memiliki kepercayaan kalau gaun-gaun di butiknya ini mampu mendatangkan keberuntungan. Percaya nggak percaya, ada satu staf disini yang bertemu jodohnya setelah mencoba gaun pengantin," bisik Tita.
"Tapi.. hmm, bolehlah. Lumayan nyobain gaun cantik."
"Kalau miss Laura lihat anda, dia pasti akan meminta anda menjadi model bagi butik ini. Sayangnya miss Laura sedang sibuk dengan klien disana itu. Nona tahu nggak, nenek itu tiba-tiba menelpon miss Laura dan memesan gaun untuk cucunya yang akan menikah beberapa hari lagi. Wah, miss Laura langsung kalang kabut karena nenek itu memesan gaun yang istimewa. Dia nggak mau gaun pengantin yang biasa. Cucunya nggak boleh memakai gaun yang sama dengan pelanggan lain. Nenek itu bersedia membayar harga raturan juta demi kebahagiaan cucunya. Miss Laura langsung kalang kabut menghubungi koneksinya. Untunglah ada salah satu rekanannya dari luar negeri yang akan mengadakan fashion show disini. Dan lebih untungnya lagi nenek tersebut menyukai gaun yang dipilihkan miss Laura."
Risna tersenyum mendengar cerita Tita. Namun di saat bersamaan hatinya sedih karena ia yakin sikap sang oma pasti akan sangat berbeda kepadanya. Ah, daripada sedih lebih baik aku menyenangkan diriku sendiri saja dengan mencoba gaun-gaun indah ini.
"Bagaimana nona? Anda jadi mau mencoba salah satu gaun ini?" desak Tita. "Kalau saya boleh jujur, sebenarnya saya disuruh miss Laura mencari model untuk gaun pengantin. Kebanyakan wanita yang datang kesini akan menikah. Mereka hanya mau mencoba gaun pengantin yang sudah mereka pesan. Tak ada yang mau menjadi model untuk katalog atau media sosial kami."
Risna terdiam mendengar ucapan Tita. Hatinya iba, apalagi saat melihat wajah memelas gadis itu. Baiklah aku akan membantu gadis ini. Lumayanlah biar nggak bete nungguin oma dan Ima, batinnya.
"Nona jangan takut, miss Laura pasti akan membayar jasa nona sebagai model." Risna tersenyum lebar mendengar ucapan Tita. Wah, lumayan nih kalau aku bisa jadi model tetap disini. Aku bisa punya penghasilan dan keluar dari rumah opa.
Tak lama kemudian, Risna telah mengenakan salah satu gaun yang dipilihkan oleh Tita. Saat bercermin, Risna merasa takjub melihat pantulan dirinya. Wow, ternyata aku bisa secantik ini saat mengenakan gaun pengantin.
"Waaah, saya memang tak salah pilih. Nona terlihat sangat cantik, anggun dan berkarisma, padahal wajah dan rambut nona belum diapa-apain," puji Tita.
"Ah, mbak Tita terlalu berlebihan memuji saya."
"Saya serius nona. Anda memang sangat cantik. Saya yakin, sebentar lagi anda pasti akan menikah. Ayo kita make up dan tata rambut anda, lalu kita mulai pemotretan."
Setelah selesai didandani, mereka menuju studio pemotretan. Risna lupa kalau saat itu ia mengantar Risma dan Andini. Ia larut dalam kegembiraan bisa mencoba gaun yang cantik dan akan dipotret. Suatu hal yang sangat ia senangi sejak kecil. Di dalam studio ternyata sudah ada model pria. Sebelum memulai pemotretan, Tita memberikan topeng mata yang tak kalah indah dengan gaun yang dikenakan.
"Maaf nona, tema pemotretannya harus memakai ini. Biar menambah kesan misterius."
"Oke mbak Tita. Oh iya, itu model prianya siapa?"
"Oh, dia itu adiknya miss Laura. Sebenarnya dia itu pengusaha tapi sesekali mau membantu miss Laura dengan menjadi model. Kebetulan saat tadi saya bilang ke miss Laura mengenai kesediaan nona menjadi model, ada dia di ruangan miss Laura."
"Oh begitu."
Saat berhadapan dengan model pria itu, perasaan Risna mendadak tak karuan. Bagaimana tidak kalau model pria yang akan melakukan pemotretan bersamanya adalah Bian, sahabat Reno. Ya tuhan, bagaimana kalau dia mengenaliku. Untunglah aku memakai topeng ini
Saat keduanya memasuki set, mereka saling pandang.
"Perkenalkan saya Bian, yang akan menjadi partner dalam pemotretan hari ini." Bian mengulurkan tangan. Sesaat Risna hanya memandangi tangan itu. Ia ragu untuk bersalaman dengan Bian.
"Ina," balas Risna akhirnya sambil menyambut uluran tangan Bian.
"Hanya Ina?" Tanya Bian dambil memamerkan smirk-nya. Ia menatap dalam mata Risna.
"Iya, hanya Ina." Jawab Risna gugup.
"Mas, mbak, sudah siap?" Tanya fotografer.
"Kamu sudah siap? Aku tahu kamu pasti gugup. Tanganmu dingin sekali." Bian mendekati Risna lalu menarik tangan gadis itu dan meletakan di dadanya. Tangan Bian memeluk pinggang Risna.
"Ka-kamu..."
"Jangan khawatir ini hanya pemotretan. Aku nggak akan melakukan hal-hal aneh di sini," bisik Bian di telinga Risna. "Bisa-bisa kak Laura memotong perabotku kalau ketahuan main gila dengan modelnya."
"Posenya ditahan ya. Oke.. 1 2 3."
Pemotretan berjalan lancar karena Bian sangat membantu. Berbagai pose mereka lakukan untuk satu baju. Tak sampai dua jam, mereka telah menyelesaikan pemotretan 3 gaun. Saat break ingin berganti gaun ke 4, Risna membuka ponselnya dan tampak notifikasi pesan. Ia membukanya. Ya Tuhan, aku melupakan Risma dan oma.
"Mbak Tita tolong sampaikan ke miss Laura dan mas Bian, kalau saya nggak bisa melanjutkan pemotretan hari ini. Saya sudah ditunggu oma dan saudara saya. Nanti bagi hasil fotonya ya mbak. Kirim aja ke email aku. Ini emailnya." Risna meninggalkan kertas bertuliskan alamat emailnya kepada Tita.
"Tapi mengenai fee untuk anda bagaimana?"
"Terserah miss Laura mau bayar berapa. Saya sangat bersyukur miss Laura membolehkan saya menjadi modelnya. Terima kasih ya mbak." Setelah berganti baju, Risna langsung menemui Andini. dan Risma.
"KAMU DARI MANA SAJA?!" tanya Andini judes.
"Oh, ma-maaf oma. Tadi Ina ketiduran setelah melihat-lihat gaun pengantin."
"Bagus-bagus ya, Na? Eh, elo mau lihat nggak gaun yang akan dipakai hari Minggu besok?"
"Mana, mana? Gue mau lihat dong." Keduanya langsung asyik melihat-lihat foto di ponsel Risma.
"Waah, cantik banget gaunnya. Elo pasti terlihat tambah cantik pakai gaun itu." Puji Risna tulus.
"Elo suka gaun ini? Gue yakin elo nggak kalah cantik kalau memakai gaun ini." ucap Risma.
"Iya, bagus banget. Tapi gue nggak akan cocok pakai gaun itu. Muka gue kurang sophisticated." Risna terkikik.
"Tentu saja bagus dan cantik. Oma dan opa akan memberikan yang terbaik untuk Ima, berapapun harganya." Ucap Andini. "Kalau kamu ingin gaun seperti itu, kamu harus cari suami yang lebih kaya dari Reno."
"Nggak usah dengerin oma. Gaun ini akan jadi milik lo." Bisik Risma. "Besok kita kesitu berdua aja. Gue akan kasih elo kesempatan mencoba gaun itu."
"Beneran Ma?" tanya Risna excited namun sambil memelankan suaranya agar tak terdengar Andini.
"Iyalah. Kita pergi berdua tanpa nenek sihir itu. Mumpung kita belum menikah." bisik Risma..
"Mumpung elo belum menikah. Jangan bawa-bawa gue ah." Risna membetulkan. Risma hanya tersenyum
⭐⭐⭐⭐