"Na, elo aja ya yang ikut sama opa," rengek Risma pada kembarannya. "Gue beneran nggak mau ketemu sama si Reno itu."
"Wah, kemajuan nih elo sudah tahu nama tuh cowok."
"Ya taulah. Uncle Greg, asisten opa, kasih CV tuh cowok ke gue."
"Ganteng nggak?" tanya Risna penasaran. Risma hanya angkat bahu tak peduli. Jemarinya lincah men-scrolling layar ponselnya.
"Ma, ganteng nggak si Reno itu?" Kembali Risna mendesak Risma. "Ma, elo lagi ngapain sih? Elo dengar nggak sih pertanyaan gue?"
"Mana gue tau si Reno itu ganteng atau nggak. Nggak ada foto di CV-nya."
"Media sosialnya ada?" Risma mengangguk tanpa melepaskan pandangan dari ponselnya. "Elo nggak penasaran?"
"Kenapa harus penasaran?"
"Dia kan calon suami lo."
"Jangan suka ngaco deh Na. Kata siapa gue mau kawin sama si Reno? Gue cuma mau kawin sama Azzam, bukan Reno."
"Ma, ganteng banget lho si Reno!" seru Risna sambil men-scrolling layar ponselnya. "Coba deh lo liat di IG-nya @RenoStanley_20. Elo nggak bakalan malu punya suami kayak dia. Kayaknya cukup sukses juga. Eh... tapi kok itu ada foto sama cewek cantik. Pake peluk-peluk segala lagi. Jangan-jangan si Reno sudah punya pacar."
Risma tak menanggapi kehebohan kembarannya. Jemarinya malah asyik mengetik di layar ponsel. Mau gantengnya kayak Chris Hemsworth juga nggak bakal bikin gue berpaling dari Azzam, batin Risma.
"Ma, liat deh foto yang ini. Sumpah ganteng banget nih cowok pake baju kayak gitu," seru Risna heboh sendiri. "Dah, elo terima aja rencana opa."
"Kok elo heboh banget sih, Na? Kenapa bukan elo saja yang kawin sama si Reno? Elo kan lagi jomblo. Eh, sorry elo selalu jomblo ya," ledek Risma yang berakibat dengan sebuah bantal melayang ke arahnya.
"Gue belum mau nikah. Gue aja belum bisa urus diri sendiri. Apalagi harus urus suami," jawab Risna diplomatis. "Lagipula menurut opa gue nggak pantas buat Reno. Menurut opa, gue cuma pembawa sial seperti mama. Gue nggak akan bisa memberikan keturunan yang baik."
"Na, itu kan menurut opa. Ngapain juga elo dengerin apa kata-kata dia. Lelaki tua itu nggak tau siapa diri kita, seenaknya saja men-judge seseorang. Elo juga jangan suka underestimate diri sendiri. Menurut gue justru elo itu lebih pantas menjadi istri. Elo terbiasa mandiri, jago masak, apik, lembut, keibuan. Pokoknya apa yang ada di diri lo wife material banget deh." Risma menenangkan hati Risna saat dilihatnya kembarannya itu mendadak murung. "Justru di antara kita berdua, elo yang paling tough. Bertahun-tahun elo harus hidup terpisah dari kami, tapi elo nggak pernah mengeluh. Elo selalu ceria dan bisa diandalkan saat gue galau."
"Thanks ya Ma atas pujian lo. Gue nggak tau kenapa, sejak kita stay di rumah ini rasanya gue semakin minder. Opa oma hanya perhatian sama elo. Mungkin karena warna mata lo seperti mata papa. Sifat lo juga mengingatkan mereka kepada papa," ucap Risna sambil memandang keindahan langit senja. "Sementara sifat gue mengingatkan mereka pada mama, wanita yang opa benci."
"Jangan lo ambil hati sikap mereka yang nggak mengenal siapa kita. Baru seminggu bertemu mereka merasa sudah paling mengenal kita. Kemana mereka selama 25 tahun terakhir ini? Kemana mereka saat papa mama sedih dan terpuruk akibat meninggalnya kak Risya? Kemana mereka saat papa mama berjuang bertahan hidup di luar negeri dengan dua anak balita?" ucap Risma berapi-api. "Mereka nggak pernah ada untuk kita dan sekarang dengan seenaknya mereka mengatur hidup kita!"
"Sudahlah Ma. Mungkin mereka melakukan ini semua karena mereka ingin menebus rasa bersalah mereka kepada kita. Makanya opa memilihkan calon suami terbaik untuk lo." Kali ini gantian Risna berusaha menenangkan perasaan Risma.
"Darimana mereka tau bahwa Reno calon yang tepat buat gue? Yang bakal menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga itu gue, bukan mereka!"
Tok.. tok.. tok.. terdengar ketukan pelan di pintu. Keduanya langsung terdiam.
"Non, dipanggil nyonya. Katanya sebentar lagi akan berangkat," terdengar suara Surti, ART yang bekerja di rumah Steven. "Tuan Steven bilang, 5 menit lagi non Risma sudah harus turun."
"I.. iya mbak Surti. Bilang ke oma, sebentar lagi mbak Risma akan turun menemui opa oma," sahut Risna.
"Na, kok elo..... "
"Sudahlah Ma, elo ikutin saja dulu rencana opa. Biar elo tau ada rencana lain apa di balik perjodohan ini."
"Kalau begitu kenapa bukan elo yang temuin si Reno?"
"Dia itu calon suami lo. Bukan calon suami gue," jawab Risna kalem. Dengan santai Risna mengambil buku dari rak dan membawanya ke tempat tidur. "Ma, elo tau nggak kalau buku yang gue baca ini adalah salah satu koleksi papa? Gue yakin hobi membaca kita diturunkan dari papa."
"Risma!!" Terdengar suara lantang Steven memanggil dari bawah. Risma menatap Risna dengan pandangan memelas.
"Ma, elo ikutin saja dulu kemauan opa. Elo coba kenal dulu si Reno ini. Setelah saling kenal, baru deh elo bilang sama dia kalau elo nggak mau menikah dengan dia."
"Hmm... ide yang bagus. Wish me luck sis."
⭐⭐⭐⭐
Reno memandang gadis cantik tinggi semampai yang berdiri di hadapannya dengan mengenakan gaun ketat berwarna merah. Dandanannya yang sophisticated pasti akan mampu membuat pria manapun menoleh saat berpapasan dengannya. Kacamata yang dikenakannya tak mampu menutupi aura seksi yang dipancarkannya. Namun Reno melihat tatapan mata yang menantang saat pandangan mereka bertemu. Suatu hal yang tak disukainya. Bagi Reno tak seharusnya seorang wanita terhormat berani menantang pandang seorang pria.
"Reno. Reno Stanley Pranata" Reni mengulurkan tangannya hendak mengajak bersalaman. Namun uluran tangannya disambut udara hampa.
"Risma Wulandari." sahut gadis itu dengan ketus tanpa menyambut uluran tangan Reno.
"Ya ampun Risma, sekarang kamu sudah besar dan semakin cantik," puji Anggita sambil memeluk Risma. "Gaya kamu mengingatkan tante pada papamu."
"Dulu tante mantan papa saya?" tanya Risma lugas. Anggita tertawa mendengar pertanyaan itu.
"Bukan sayang, tante adalah sahabat papamu. Kami sudah seperti kakak beradik," jawab Anggita setelah tawanya terhenti. "Kamu pasti lupa dulu tante pernah main ke rumah saat kalian tinggal di Sidney."
"Maaf tante, saya lupa. Lagipula yang di Sidney ada....."
"Anggita, bagaimana kabarmu sayang?" Steven langsung memotong ucapan Risma. "Bagaimana kabar papamu? Oh iya, mana Bimo? Kok nggak kelihatan? Apakah dia dinas ke Surabaya lagi?"
"Alhamdulillah baik om. Kabar om sendiri bagaimana?" jawab Anggita. "Kondisi papa saat ini cukup stabil, tapi entah sampai kapan. Mas Bimo sedang mengunjungi site di Samarinda."
"Minggu lalu om bertemu dengan papamu. Dia terlihat sangat bahagia saat mendengar anakmu mau mewujudkan perjodohan ini," ucap Steven setelah mereka semua duduk bersama.
Di hadapan mereka terhidang berbagai makanan. Dengan cuek Risma langsung menikmati hidangan yang tersedia tanpa mempedulikan orang-orang tua yang sedang sibuk berbasa basi. Semua itu tak lepas dari pengamatan Reno yang duduk di hadapannya. Nggak sopan, nilai Reno dalam hati. Bagaimana bisa kakek menjodohkan aku dengan wanita barbar seperti ini.
"Sudah selesai menilai gue?" tanya Risma dengan mulut penuh. "By the way, tolong ambilin ikan gurame yang di dekat elo."
Tanpa banyak kata Reno memberikan apa yang Risma pinta. Sementara yang lain baru mulai menikmati hidangan.
"Risma sepertinya lapar banget ya?" ucap Anggita sambil menahan tawa. Mirip Ben, nggak ada basa basi, batinnya. Akan seperti apakah perjodohan ini.
"Banget tante. Sorry ya tan, kalian kelamaan basa basinya. Jadi aku duluan makan. Nggak kuat nahan lapar. Daripada sakit maag kumat, mendingan makan duluan," jawab Risma cuek dengan mulut penuh. Gila nih cewek, benar-benar nggak punya manner, batin Reno.
"Elo kalau mau komen, ngomong aja. Nggak usah nge-ghibah di dalam hati," ucap Risma yang ditujukan pada Reno yang sedari tadi memperhatikannya. "Kalau sudah selesai menilai gue, mendingan elo makan deh. Daripada sok-sokan nahan lapar."
"Risma, jaga bicaramu!" tegur Steven.
"Barbar," ucap Reno pelan namun masih bisa terdengar oleh Risma yang langsung menghadiahi senyuman sinis.
"Kenapa opa? Memangnya salah ya? Aku nggak salah kok. Kalau lapar memang mendingan buruan makan daripada nanti sakit lambung. Lebih bahaya," jawab Risma lugas yang mampu membuat wajah sang opa memerah karena marah.
"Maklum saja om, Risma kan besar di luar negeri. Om tau sendiri kan kalau disana mereka nggak banyak basa-basi." Anggita buru-buru menyela. Ia sangat tahu bahwa ayah sahabatnya ini paling tidak suka dengan sikap seperti yang Risma tunjukkan. "Sifat kamu mirip papamu."
"Kamu lihat kan Nggit, bagaimana hasil didikan perempuan itu? Anak dibiarkan tumbuh tanpa sopan santun," tukas Steven sinis. "Seandainya saja dulu kamu yang nikah dengan Ben, pasti anak-anak kalian akan tumbuh lebih baik lagi."
"Maaf opa, perempuan yang opa sebutkan itu punya nama. A-L-E-N-A. Kayaknya opa sudah mulai pikun ya, sampai lupa nama menantu," sahut Risma sambil terus makan. Ah gila nih cewek, berani banget melawan opa Steven, batin Reno.
"Dasar anak kur..."
"Sudah sayang, makan saja dulu," Andini langsung memegang lengan Steven saat dilihatnya wajah sang suami berubah. Untunglah hal itu berhasil menyurutkan emosi Steven.
Reno kembali memperhatikan Risma yang sepertinya tak peduli dengan kemarahan sang opa. Bahkan Reno dapat melihat dari sorot mata Risma yang memperlihatkan kalau dia tak suka pada opanya. Barbar, nggak sopan, nggak punya manner. Komplit.
⭐⭐⭐⭐