"Na, elo harus mau menolong gue."
"Elo sudah gila ya?! Elo pikir mereka akan menerima begitu saja keputusan lo?"
"Na, gue nggak bisa jadi istri dia."
"Why Ma? Kenapa elo menjebloskan gue ke situasi kayak gini?"
"Gue terpaksa. Gue nggak mencintai dia. Elo tau kan kalau selama ini gue hanya mencintai Azzam."
"Harusnya sejak awal elo nggak menjalin hubungan dengan Azzam, Ma."
"Na, seandainya semudah itu. Cinta datang begitu saja tanpa bisa kita tolak. Gue sendiri nggak menyangka kalau hubungan ini akan bertahan lebih dari 3 tahun."
"Tapi elo tau kan kalau oma opa sudah menjodohkan elo dengan Reno? Gue yakin mama papa pasti pernah menyinggung hal ini." Risma menggeleng lemah. Perasaan Risna, adik sekaligus kembarannya mencelos saat melihat gelengan kepala Risma.
"Kalau saja mama papa nggak mendadak meninggalkan kita, mereka pasti akan membela gue. Mereka sudah tau sejak awal kalau gue dan Azzam menjalin hubungan. Bahkan kami telah berencana menikah saat kuliah gue selesai."
⭐⭐⭐⭐
Risma dan Risna, dua gadis kembar identik berusia 25 tahun yang selama ini hidup terpisah. Sejak kecil Risna tinggal di Sidney bersama Alfred dan Marissa, kakek nenek dari pihak Alena mereka. Sementara Risma ikut dengan Ben dan Alena, kedua orang tua mereka yang tinggal di Ontario, Kanada. Hal ini dilakukan karena sejak bayi mereka kerap sakit. Menurut kepercayaan orang dulu, mereka harus dipisahkan agar keduanya tetap sehat. Walau hidup terpisah, keduanya tetap menjalin komunikasi dengan baik.
Semua kejadian ini dimulai saat orang tua mereka meninggal dalam kecelakaan pesawat saat mereka dalam perjalanan menuju Sidney untuk menghadiri pemakaman sang kakek. Siapa sangka, pesawat yang mereka tumpangi terkena turbulence dan jatuh di samudera.
Risma yang sedang menyelesaikan kuliah S2-nya di Amerika langsung berangkat ke Sidney saat mendengar berita tersebut. Ia dapat membayangkan betapa kalutnya perasaan Risna yang kini hanya tinggal sendirian di Sidney. Marissa, sang nenek telah meninggal dunia 3 tahun sebelum sang kakek meninggal. Disana Risma dan Risna bertemu kembali setelah terpisah selama 5 tahun. Mereka terakhir bertemu saat keduanya menjalankan ibadah umroh bersama-sama.
Kematian mendadak kedua orang tua mereka ternyata membuka sebuah kisah yang mereka sendiri tak menyangkanya. Saat jenazah kedua orang tua mereka ditemukan dan akan dimakamkan di Indonesia, tanah kelahiran mereka, keduanya bertemu dengan Steven dan Andini, opa oma dari pihak Ben.
Terus terang saja mereka sangat jarang berkomunikasi dengan keluarga sang papa. Bahkan bisa dikatakan mereka tak mengenal Steven dan Andini. Semua ini terjadi karena Steven, sang opa, menolak kehadiran Alena, sebagai menantu mereka. Itu pula yang menyebabkan Ben dan Alena memutuskan tinggal di luat negeri dan membuka usaha restauran di sana.
"Risna, Risma... opa dan oma mau bicara," Steven sang opa memanggil mereka setelah acara pemakaman selesai. Andini sang oma, duduk dalam diam. Kedua matanya terlihat bengkak akibat menangis. Ben adalah putra mereka satu-satunya. Dulu ia tak menolak saat Ben memperkenalkan Alena sebagai calon istri. Namun siapa sangka, Steven menentang hal tersebut. Itu semua dikarenakan Steven telah berjanji pada Anggoro Pranata, sahabatnya, untuk menjodohkan Ben dengan Anggita putri semata wayang Anggoro.
Kedua gadis kembar itu dengan patuh duduk di hadapan Steven. Keduanya tak berani menatap mata Steven. Walau belum pernah bertemu, mereka berdua tahu bagaimana sejarah percintaan Ben dan Alena yang ditentang oleh Steven. Mereka tahu hingga mereka dewasa, Steven masih tak bisa menerima Alena sebagai menantu. Bahkan hingga pemakaman, Steven masih memperlihatkan rasa tak sukanya pada Alena.
"Kini kedua orang tua kalian telah tiada. Kalian hanya memiliki kami sebagai keluarga terdekat. Itu sebabnya kalian harus tinggal bersama kami."
"Tapi opa, masih ada om Willy, adik mama, yang tinggal di Bali," ucap Risma. "Mama pernah bercerita kalau mereka meninggal maka kami harus hidup dibawah pengawasan om Willy."
"Dasar perempuan b******k! Kurang ajar sekali perempuan itu, berusaha menjauhkanku dari keturunanku, darah dagingku." Wajah Steven tampak murka saat mendengar ucapan Risma.
Kedua cucunya tampak terkejut mendengar mama mereka disebut sebagai perempuan b******k.
"Sejak awal aku sudah tahu kalau perempuan b******k hendak merenggut Ben dari kami."
"Maaf opa, perempuan yang opa sebut b******k adalah mama kami. Tolong janganlah opa menyebutnya seperti itu," tegur Risna pelan dengan suara tercekat sambil berusaha menahan air mata yang sudah menggantung di pelupuk mata. "Tolong opa hormati orang tua kami, terutama mama."
"Aah kamu anak kecil mengerti apa!" sergah Steven kesal. Ia tak menyangka Risna akan menegurnya seperti itu. "Kelakuan kamu mirip dengan perempuan b******k itu!"
"Steven... jaga emosimu. Mereka adalah cucu-cucumu." tegur Andini lembut sambil memegang lengan Steven. "Kumohon, jangan lagi kau benci Alena. Ia tak bersalah. Ben yang memaksa menikah dengannya"
Steven mendengus kasar, namun ia menuruti ucapan Andini.
"Mulai hari ini kalian adalah tanggung jawab opa. Kalian harus menuruti segala perkataan opa." Keduanya terdiam menunggu kelanjutan ucapan Steven. "Kalian harus pindah ke Indonesia dan tinggal bersama kami di rumah ini. Seluruh asset orang tua kalian akan opa jual dan berada di bawah pengawasan lawyer opa."
"Tapi opa, nggak mungkin Risma tinggal disini. Bagaimana dengan kuliah Risma?" tanya Risma berani.
"Lupakan kuliahmu. Perempuan nggak perlu sekolah tinggi-tinggi. Opa akan menikahkanmu dengan Reno."
"APA?! MENIKAH?!" Risna dan Risma berteriak kaget bersamaan.
"Apa maksud opa?" tanya Risma masih tak percaya dengan pendengarannya.
"Iya, kamu akan menikah dengan Reno, cucu pertama Anggoro, sahabat opa," titah Steven. "Jangan pernah berpikir untuk menolak perjodohan ini."
"Tapi opa..." Risma tak keburu mengucapkan kalimatnya karena Steven sudah keburu berdiri dan masuk ke dalam ruang kerjanya. Meninggalkan tiga wanita dari dua generasi berbeda saling memandang dengan bingung. Andini ingin memeluk kedua cucunya, namun ia masih ragu. Selama 25 tahun usia sang cucu, belum pernah sekalipun ia memeluk mereka.
"Oma, Ima nggak mau menikah dengan Reno. Ima nggak kenal dengan Reno!" seru Risma kesal. Air mata mulai membasahi pipinya.
Risna langsung memeluk saudara kembarnya dan mengajaknya masuk ke kamar yang telah disediakan.
"Alena, Ben... maafkan mama yang tak bisa membela kalian. Kini mamapun tak sanggup membela anak-anak kalian. Maafkan mama," bisik Andini pelan dalam isak tangisnya.
⭐⭐⭐⭐
"Na, please tolong gue." bujuk Risma sesenggukan. "Malam minggu nanti opa mengajak gue untuk bertemu dengan pria itu dan keluarganya. Gue nggak mau, Na."
"Ma, gue nggak bisa menolong elo." Risna memeluk erat saudara kembarnya. "Elo sendiri liat kan betapa Opa sangat membenci gue."
"Tapi bagaimana dengan Azzam? Gue nggak bisa mengkhianati dia yang telah menempati hati gue selama tiga tahun terakhir."
"Coba saja elo ikutin rencana Opa. Siapa tahu lebih ganteng dari Azzam," Risna berusaha melucu agar tangis Risma berhenti. Sejak mendengar ultimatum dari Steven, Risma tak henti menangis. Hati Risna terasa sakit melihat keadaan saudara kembarnya. Yang bisa ia lakukan hanya mencoba menenangkan dan menghibur.
"Na, gue mau kabur. Gue mau balik ke Amerika. Gue mau ajak Azzam kawin lari!."
"Ma, elo jangan gila deh. Gimana elo akan bertahan hidup di sana. Semua asset papa telah opa jual dan dalam pengawasan beliau. Gue juga nggak bisa membantu. Semua peninggalan kakek nenek di bawah penguasaan om Willy."
"Na, coba elo hubungi om Willy. Siapa tahu dia bisa membantu kita."
"Sejak kakek Alfred meninggal gue coba menghubungi om Willy, tapi nggak berhasil. Gue malah menerima pesan dari tante Ivanna yang menyuruh gue berhenti menghubungi om Willy."
"Ya ampun Na, kenapa nasib kita sial banget sih?" Kembali Risma menangis. Kali ini Risna ikut menangis memikirkan akan seperti apa kehidupan mereka nanti.
⭐⭐⭐⭐