Rintik hujan sisa semalam masih menjadi pemandangan pagi ini, hari ini adalah hari terakhir kami semua berada di kawasan perkemahan. Rancangan kegiatan semakin padat dan kami harus bangun lebih awal dari biasanya karena kegiatan yang sudah dimulai sejak jam 6 pagi.
"Ayok bangun!" ucap Farhan kepada Diga yang masih diselimuti dengan sleeping bad bercorak tentara itu. Udara dingin seolah tidak ingin keluar dari tubuh Diga membuat kenyamanan itu sendiri.
"Jam berapa, Han?"
"Setengah enam," jawab Farhan sambil memakan kacang panggan yang ia bawa dari rumah.
Diga bangun dengan rasa sesak sisa kemarin karena melihat Kai dengan Nanang, perasaan yang memang harus ia tanggung sendiri.
Farhan berjalan menuju bilik kamar mandi yang sudah di sediakan oleh panitia karena tidak memungkinkan untuk menyuruh kami mandi serta buang hajat di kali. Dengan mata yang sayup Diga memaksa tubunya untuk bangun, tangannya di tarik oleh Farhan karena ia tidak ingin mengantre lebih lama.
"Jangan lupa ya di berisihin semua sleeping bed sama kasurnya. Kita nanti siang udah keluar dari sini," ucap Rara kencang.
Sesampainya di depan bilik kamar mandi sudah terlihat antrean yang mengular membuat Diga semakin tidak ingin ke kamar mandi.
"Sebel banget deh sama temen satu tenda gue," ucap seorang yang baru saja datang dengan rambut diikat seadanya dan tentu saja wajah cemberutnya yang khas di mata Diga.
"Nenek. Pagi-pagi udah ngedumel aja, ga baguss," jawab Diga seraya mengacak-ngacak rambut Kai.
Kai langsung menarik baju belakang Diga untuk memastikan bahwa perbannya menempel dengan benar dan obat merah yang terbalur dengan rata di lukanya.
"Tuh, kan. Nggak bener, perbannya nempelinnya nggak bener," gumam Kai.
"Semalem gue mau gantiin perban lo, tapi udah duluan sama kak Rara. Gimana? Udah move on dari Bella?" goda Kai dengan senyuman menyebalkannya.
Diga diam tidak menjawab ucapan Kai karena apa yang diucapkan oleh Kai semuanya adalah tidak benar, untuk mencairkan suasana Diga berniat untuk sehabis pulang dari perkemahan ini makan yamin di dekat komplek rumahnya.
"Berisik. Nanti kalo pulangnya masih keliatan matahari makan yamin mang Engking mau?" tanya Diga.
Kai menganggukan kepalanya menyetujui ajakan Diga.
* * *
Suasana aula sudah mulai ramai siswa masing-masing menggendong tasnya dan tentu saja beberapa tentengan di tangannya. Termasuk Kai dengan tas yang besar dan kecil di tangannya.
Kai dan Diga berjalan menuju aula untuk menikmati sarapan seadanya, gelak tawa Kai yang tidak bisa dikontrol karena ulah Diga yang lucu serta beberapa cerita dari tenda yang sangat memancing Kai untuk tertawa lepas.
"Iya, semalem si Farhan gue baru dateng dia lagi ngorok kenceng banget! Gue sumpel mulutnya pake tissu," ucap Diga.
"Terus si Rizky. Jam berapa ya, jam 3 kayaknya dia bangun mau buang air besar celingak celinguk nyari orang yang bangun, pas liat gue dia langsung nyamperin terus mohon-mohon buat minta anterin ke bilik kamar mandi," ucap Diga lagi diiringi dengan suara tawanya yang pelan.
"Tahu, nggak. Kemarin pas kak Nanang dateng tiba-tiba ya ampunnn udah kayak pahlawan! Gantenggg!" ucap Kai tiba-tiba saja seperti merusak suasana hati Diga.
Diga tidak mungkin langsung berubah perilakunya ia harus menutupi dengan rapat perasaan ini.
Tangan Diga langsung mengeplak kepala Kai dengan pelan seolah menyadarkan bahwa dirinya tidak mungkin menjadi incaran Nanang.
"Inget woy! Lo bau ketek, mana mau Nanang sama cewe bau ketek kayak lo! Haha," gelak tawa Diga menguasai gendang telinga Kai.
Kai hanya bisa balik mencubit perut Diga yang buncit penuh dengan rasa kesal.
* * *
Perjalanan pulang menjadi kebahagiaan sendiri bagi semua siswa seolah penderitaannya sudah selesai, sinyal yang susah dan tentu saja tidur di tempat yang tidak nyaman serta banyak nyamuk membuat semua peserta mengeluhkan hal itu.
Namun, tidak untuk Diga. Baginya hal ini adalah sesuatu yang membuat dirinya berpikir bahwa kehidupan memang harus disyukuri dalam bentuk apapun, meskipun dari awal keberengkatan Diga seperti tidak mau tetapi ternyata banyak bekal kehidupan yang ia dapat dari sana.
"Semua berdoa menurut agama masing-masing ya, semoga perjalanan kita di selamatkan hingga pulang ke rumah," ucap Rara sebelum keluar dari tenda.
Doa memang menjadi senjata dari setiap kesulitan karena di dalam doa selalu ada harapan yang terserdia dengan luas, meskipun kita tidak tahu apa yang akan terjadi disana. Berdoa membuat kita tenang dalam setiap melakukan apapun.
Kai baru saja naik ke dalam truk tentara itu tidak sengaja ia menabrak Dimas yang sedang membawa peralatan dapur, panci yang sedang di pegang oleh Dimas tiba-tiba saja jatuh dengan cepat Kai langsung mengambil panci tersebut.
"Jadi adek kelas jangan sok. Tunggu pembalasan gue!" ujar Dimas tepat di telinga Kai.
Kai langsung mengepalkan tangannya, ia tidak tahu bahwa Kai pernah menjadi atlet anggar yang jago.
"Belom tau aja kalo gue udah tunjukin gaya anggar gue. Paling lo kao," gumam Kai di dalam hatinya.
Dimas langsung pergi meninggalkan Kai yang masih berdiri di depan truk, saat Kai ingin naik tiba-tiba saja ada tangan dengan ikhlas mengulurkan tangannya untuk membantu Kai naik.
"Sini buru naik," ucap Nanang.
Kai langsung menarik tangan Nanang, lagi-lagi ia dibuat melayang oleh Nanang.
* * *
"Mi yamin pangsit komplit satu pak, nggak pake bawang. Satu lagi mi yamin nggak pake pangsit dan pake daun bawangnya yang banyak ya pak," teriak Diga pada penjual yamin di depan perumahannya.
Mereka sampai di sekolah tepat pukul 4 sore, sesuai janji mereka berdua akan mengunjungi mi yamin mang Engking karena sudah lama sekali tidak makan mie yamin.
"Gimana? Seru 'kan?" ujar Kai kepada Diga.
"Ya, so so lah," jawab Diga.
"Tadi si Dimas pas gue mau naik truk dia ngancem," ujar Kai.
Diga langsung menghentikan kegiatan bermain ponselnya.
"Hah? Diancem apa?"
"Katanya awas lo ya cuma jadi adek kelas aja banyak gaya!"
Diga langsung merasa bersalah karena ulahnya Kai harus menanggung beban menjadi di benci orang lain. Ia selalu menghakimi dirinya sendiri dan terus hingga ia tidak bisa melihat sisi baik dari dirinya sendiri.
"Nih yaminnya!" ucap mang Engking seraya memberikan pesanan mereka berdua.
Saat sedang asyik menikmati makan yamin terdengar suara panggilan telepon dari ponsel Diga. Terlihat nama ibunya di layar terlepon.
"Halo. Kamu udah di pulang masih di sekolah atau udah naik angkot?"
"Udah di depan perumahan kok bu,"
"Mau di jemput? Ayah baru pulang dinas biar sekalian," ujar sang ibu.
Kai langsung mengambil ponsel Diga dan berbicara langsung dengan ibu Diga.
"Boleh tante, bawaan kita banyak banget. Hehe," ujar Kai.
Akhirnya mereka di jemput oleh ayah Diga memakai mobil dan tidak lupa membeli es krim ke sukaan mereka di depan perumahannya.