Selamat membaca
.
.
Pagi hari, Helena terlihat sibuk mengurus peralatan kerja yang harus dibawa. Dengan gerakan gesit dia masukkan macbook, binder serta beberapa atribut kerja lainya ke dalam totebag berwarna hitam.
Setelah selesai dengan urusan peralatan kerja, Helena segera menuju dapur untuk memasak bekal makan siang. Saat di dapur ia bertemu dengan Nina yang hampir selesai membuat sarapan.
Di jam jam seperti saat ini, sudah tidak ada yang di dapur selain Nina dan Helena yang menyiapkan sarapan di jam 6.30.
Anak kos yang kuliah hampir semuanya meninggalkan kost sebelum pukul 7 pagi, karena kebanyakan dari mereka dari jurusan pendidikan atau kesehatan dimana jadwal mereka padat merayap.
Sedangkan yang bekerja, beberapa di antara mereka berangkat pukul 6:00 atau pukul 15:00 jika mereka bekerja sebagai karyawan toko. Jika yang bekerja kantoran seperti Nina dan Helena, mereka cenderung sudah berangkat di saat Helena baru saja mulai memasak.
Benar benar kehidupan dewasa yang diluar ekspektasi para anak anak yang ingin cepat tumbuh dewasa. Penuh sesak dan rasa sakit.
"loh kamu masak lagi?" tanya Nina kepada Helena.
"enggak, aku Cuma manasin ikan goreng sambel, biar tetap mantap pas di makan nanti siang," jawab Helena meletakkan wajan di atas tungku.
Sebelum memanaskan ikan, Helena membuka kulkas, lalu mengambil dua batang sosis, dan 4 keping nugget. Nina sudah tidak heran lagi dengan tingkah Helena yang tetap membawa sosis dan nugget meski sudah ada lauk.
Bagi Helena, menu wajibnya adalah sosis. Setidaknya dia punya satu atau dua batang sosis pada setiap kali dia makan. Kecuali jika dia sedang makan di luar seperti di warung tenda pinggir jalan yang pasti tidak akan ada menjual sosis.
Jika tidak sempat memasak, maka Helena akan membeli sosis bakar yang di jual di indomaret dengan harga 15 ribu per 1 pcs.
"Nina, Bareng ya." kata helena kepada Nina yang sedang mencuci peralatan masaknya.
"iya, makanya lu buruan! Gua gak mau ngebut soalnya!" kata Nina memberi tahu.
"siap bos!"
Nina meninggalkan dapur sambil membawa kuali dan hasil masakannya kedalam kamar. Mereka meskipun menggunakan dapur umum, peralatan masak yang mereka gunakan adalah milik pribadi. Seperti kuali, sutil, pisau, talenan, dan lain sebagainya.
Kos hanya menyediakan satu wastafel, cabinet tempat menyimpan peralatan masak, satu kulkas dan satu kompor gas yang memiliki dua tungku. Untuk urusan gas, mereka membelinya dengan sistem bergilir.
Karena hanya memasak frozen food serta memanaskan lauk yang diberikan oleh orangtua Nina, Helena pun dengan cepat menyelesaikan kegiatan di dapur. Sebelumnya, sudah memastikan dapur dalam keadaan bersih.
Sekitar pukul 7:30 Helena keluar dari kamarnya sambil menenteng tas bekal di tangan kiri dan totebag yang tersangkut di bahu kiri. Tangan kanan Helena sibuk mengunci rumah.
"cepetan!" kata Nina kepada Helena yang memperbaiki letak roknya.
"ih, ngapain sih buru buru. Cuma 10 menit jarak dari kos ke kantor." Sebel Helena kepada Nina yang gusar.
"ya itu kalo gak macet. Kalo macet gimana?" tanya Nina menarik tangan Helena.
Nina hanya membawa tas jinjing yang tidak begitu besar. Tas ala ala wanita sosialita.
Bawaan Nina tidak begitu banyak, karena dia hanya membawa pulang buku binder. Sedangkan laptop dan yang lainya di tinggalkan oleh wanita itu di kantor. Itulah kenapa Nina hanya menggunakan tas jinjing ukuran sedang.
"serah deh," kata Helena mengikuti langkah Nina menuruni tangga.
Mereka berjalan ke sisi samping kanan dari toko Indomaret, di sana ada garasi kecil tempat anak kost menyimpan speda motor mereka.
Nina hanya menunggu di teras indomaret selagi munggu Helena mengeluarkan motor dari dalam garasi. Saat dia sedang menunggu Helena yang sedang mengeluarkan motor, matanya tidak sengaja menangkap sebuah mobil yang sangat dikenalnya.
"Eh itu mobil pak bos bukan?" gumam Nina.
Di waktu yang bersamaan,pintu mobil terbuka dan keluarlah seseorang dengan jas dan celana berwarna abu abu terang dari dalam mobil tersebut.
"Pak Bastian?" kaget Nina, dia menoleh ke arah garasi, tapi Helena tak kunjung menunjukkan tanda tanda akan keluar dari dalam garasi tersebut.
"apa yang dilakukan oleh bich itu sehingga lama sekali di dalam sana!" kesal nina mengeluarkan ponselnya lalu mengirimkan pesan suara. 'cepatlah Bich' kata Nina penuh penekanan.
Bastian kian mendekat, Namun Helena masih belum muncul, dan pesan yang dikirimkan oleh Nina baru saja di dengarkan oleh Helena.
"Loh bapak sedang apa di sini?" Tanya Nina menyambut sang bos.
"Ah, kamu anggota keuangan kan?" tanya lelaki yang baru saja datang itu dan mengabaikan pertanyaan Nina sebelumnya.
"iya pak nama saya Nina. Bapak ada keperluan apa disini?" tanya Ninan mengulangi pertanyaan sebelumnya.
"saya ingin menjemput Helena, kemarin saya mengantarnya pulang dan takutnya dia tidak punya kendaraan untuk ke kantor karena motor gadis itu masih di kantor," jawab Bastian lembut dan sopan.
'anjir, bukan halu ternyata si babi!' Teriak batin Nina saat dia mendengarkan penuturan dari si bos.
"ah, itu dia pak!" kata Nina menunjuk Helena yang mengendarai motor keluar dari garasi.
"Apa?" Tanya Helena berteriak kaget saat dia ditunjuk tiba tiba oleh Nina dengan suara keras, terlebih ada seorang pria di hadapan Nina. 'perasaan gua gak ngutang sama rentenir deh' Batin Helena secara bersamaan dengan suara teriakan spontanya.
Nina meninggalkan Bastian, mendekat pada Helena, lalu merampas helm dari kepala Helena dengan cepat.
Helena yang kaget dengan perlakuan tiba tiba dari Nina pun protes.
"Apa apaan sih?" tanya Helena kesal.
"Mending lu liat disana ada siapa?" bisik Nina menggeser tubuhnya agar Helena bisa melihat lelaki yang masih berdiri di tempat namun tubuhnya sudah menghadap mereka.
"Heh? Si kam-,"
"Turun lu, dia nyariin lu!" lanjut Nina berbisik sambil menutup mulut Helena sebelum mengeluarkan sumpah serapah.
"Eh, dia mau ngapain?" tanya Helena berbisik.
Nina berbalik kemudian mengangguk sopan sambil berkata. "sebentar ya pak, saya bicara dengan Helena dulu," kata Nina sopan kepada si bos. Tanpa menunggu persetujuan dia kembali pada Helena.
"Dia kemari jemput lu, kan kemarin lu diantar dia."
"Ga mau ah, sama Nina aja." Kata Helena menggeleng.
"Gak sopan begitu. Dia ada itikad baik membantu. Lu jangan macem macem, gaji lu bisa kepotong ntar," kata Nina menakut nakuti.
"Tapi ..." keduanya menoleh secara bersamaan kepada Bastian, dan di waktu yang bersamaan pula Bastian mengangat wajahnya dari ponsel.
"Kalau Helena mau sama Nina tidak apa apa, saya tadi tidak tahu kalau kalian satu kos," kata Bastian. Kemudian lelaki itu melangkah menuju mobil.
"Kan mampus lu, merajuk pak bos. Kena potong gaji lu yang sedikit itu!" kata Nina semakin menakut nakuti.
Helena seketika panik, dia pun segera turun dari motor lalu mengambil tote bag dan tas bekal yang digantung di depan. Lalu dengan terburu buru Helena berlari menuju mobil yang baru saja menyala.
"Bapak..."
.
.
TBC