Seorang wanita muda turun tergesa-gesa dari angkutan umum sambil berlari kencang memasuki sebuah restoran terkenal milik Ibu Lina, ia adalah salah satu karyawan enam bulan di sana. Hari ini adalah jam kerjanya namun terlambat bangun karena kelelahan bekerja satu hari waktunya dua puluh jam. Pasrah menerima pekerjaan seperti ini karena ia tidak memiliki ijazah sekolah menengah atas. Kerasnya kehidupan Ibukota membuatnya maju melangkah hanya demi sesuap nasi masuk ke dalam perut ratanya. Ia hampir tiba di pintu masuk namun sialnya lagi kaki kirinya tersandung batu tidak tahu siapa yang meletakkan di sana sementara halaman yang luas seperti ini di jaga oleh para pelayan kebersihan.
"Oh My God! Kakiku sakit sekali?!" pekik Marsha Larasati wanita muda yang masih berusia dua puluh tahun. Marsha memperhatikan kakinya yang langsung memar dan jika digerakkan sakit. Marsha yang tergeletak seperti itu di tanah tidak ada mau menolong bahkan mereka berlalu-lalang melewati ya. Namun, bagi Marsha hal seperti ini sudah biasa apalagi ia terluka karena kecerobohannya sampai kaki kirinya terkilir.
Pintu restoran tiba-tiba terbuka dan sosok wanita paruh baya berambut merah menyala namun masih cantik melotot melihat Marsha duduk begitu santainya. Kesal melihat salah satu karyawannya molor bekerja dengan langkah cepat langsung menghampiri Marsha sambil berkacak pinggang.
"Oh, ternyata kau ya karyawan sering molor seperti isu yang aku dengar selama ini. Enak sekali kau Marsha bekerja di sini tapi makan gaji buta sementara karyawan lainnya bekerja di dalam sana tanpa mengenal waktu!" bentak Ibu Lina si pemilik restoran. Marsha langsung berbalik cepat ketika mendengar suara big boss sambil menahan kakinya yang sulit digerakkan. Seketika nyali Marsha menciut melihat tatapan Ibu Lina yang menyala sama seperti rambutnya.
"Maaf, Bu. Marsha tidak seperti Ibu yang katakan, hanya aja ketika saya turun dari angkot tiba-tiba kaki saya- " namun Ibu Lina langsung cepat memotong ucapan Marsha karena sudah kesal.
"Diam kau! Udah salah menjawab lagi bikin kesal. Dengar detik ini juga kau aku pecat karena pelayan sepertimu tidak bisa dipakai!" bentaknya lagi.
"Ya Tuhan jangan pecat saya Bu. Saya mau bekerja di mana lagi jika bukan di sini, kumohon?" ucap Marsha cepat dan langsung berdiri tanpa memikirkan kaki kirinya yang masih sakit.
"Itu urusanmu!" Marsha semakin ketakutan mendengar suara bentakan Ibu Lina yang kuat sampai membuat kuping ya sakit.
"Apapun yang Ibu perintahkan saya siap tapi jangan pecat. Saya mengakuinya molor bekerja beberapa hari ini karena kemarin saya baru dari rumah sakit berobat Bu," ucap Marsha penuh permohonan. Ibu Lina menatap Marsha dari atas sampai ke bawah lalu kedua bola matanya menangkap kaki kiri Marsha terangkat. Setelah puas membentak Marsha, Ibu Lina tidak menjawab permohonannya namun masuk kembali ke dalam sambil tersenyum hangat kepada para pelanggan sempat kaget mendengar suaranya yang kuat.
"Bu, kumohon hanya pekerjaan ini yang bisa buat saya bertahan di Ibukota ini Bu. Kemana lagi saya akan mencari pekerjaan?" ucap Marsha langsung menahan kedua kaki Ibu Lina. Harga dirinya benar-benar jatuh di hadapan para pelanggan yang menyaksikan dramanya.
"Baiklah kau kuampuni tapi jam kerjamu tambah jadi dua puluh dua jam satu hari!" ucap Ibu Lina penuh seringai.
"Ya Tuhan hanya sesuap nasi tega sekali Ibu Lina mengambil kesempatan dalam kesempitan," batin Marsha dalam hati.
"Kau tidak mau? Pergi dari sini detik ini juga!" bentak Ibu Lina.
"Baik Bu akan saya lakukan." Marsha pasrah menerima hukumannya yang tidak adil ini.
"Anak pintar. Lakukanlah pekerjaanmu mulai dari sekarang dan pergilah ke belakang piring menantimu!" Ibu Lina langsung meninggalkan Marsha dengan wajah yang terlihat bahagia. Sementara itu, Marsha tergelak mendengar perkataan Ibu Lina. Wanita malang itu menunduk dan tidak sanggup mengangkat wajahnya yang sudah penuh air mata, ia bukan karena membayangkan pekerjaannya di belakang melainkan karena dipermalukan di depan umum.
"Wanita yang malang." Kira-kira seperti itulah bisik-bisik para pelanggan yang menyaksikan drama singkat Marsha dengan Ibu Lina.
Pasca kejadian, Marsha mulai melangkah tertatih-tatih masuk ke dalam sambil mengusap air matanya yang terus bercucuran membasahi pipinya. Agar tidak menarik perhatian pelanggan, Marsha menundukkan kepala menuju dapur belakang. Kehadirannya mendapat tatapan sinis karena satu orang semua berimbas.
"Karyawan baru tapi berani sekali membuat masalah," ucap salah satu karyawan yang yang sudah senior.
"Maaf Kak. Sekali saya minta maaf," balas Marsha pelan namun perasaannya sakit ia minta maaf padahal bukan kesalahannya. Para senior memilih pergi dari sana karena mereka sedang ditugaskan bersiap menyambut tamu lagi.
Marsha mendengus melihat para senior yang tidak menyukainya terlebih lagi kejadian tadi semakin memperburuk nama baiknya yang sudah lama ia jaga selama ini agar sewaktu-waktu tingkatannya akan disamakan dengan senior yang sudah lebih dulu naik.
Hukuman Marsha berlaku hanya satu Minggu tanpa mengeluh sedikitpun dan hari yang ditunggu Marsha pun berakhir fase hukumannya sudah berganti menjadi pelayan restoran di lantai kelas satu. Tubuh yang terlihat kurus itu mampu membawa makanan ke meja pelanggan sambil menampilkan senyumannya yang manis agar pelanggan nyaman menikmati makanan. Hari ini tepat tujuh bulan Marsha bekerja di restoran milik Ibu Lina namun posisinya tetap pelayan magang walaupun kinerjanya bagus dan cepat. Marsha tidak mengeluh dan tetap bekerja ekstra agar gajinya bertambah lalu jam pekerjaannya akan berkurang tapi sepertinya Ibu Lina tidak akan semudah itu menaikkan tingkatannya menjadi karyawan tetap.
"Marsha bisa kau bantu aku membawa makanan ini ke lantai tiga? Mbak Rini tidak bisa karena sibuk membantu para koki di dapur menyajikan makanan!" pinta Wenny.
"Tapi Mbak, aku belum bisa menginjakkan kaki ke lantai tiga," balas Marsha takut.
"Kau tenanglah setibanya di sana kau jangan masuk ke dalam cukup hanya aku aja. Ayolah Marsha pelanggan kita kali ini adalah para karyawan grup Archuleta dan lebih parahnya lagi CEO mereka juga ada di sini." Ke dua bola mata Marsha bulat dan semakin gugup orang besar yang mereka layani.
"Baik Mbak," ucap Marsha pelan sambil menganggukkan kepalanya.
Marsha dan Wenny menuju lantai tiga sambil membawa troli bebagai macam makanan. Marsha telan ludah mencium aroma makanan di hadapannya yang menggugah selera sampai perut ratanya berbunyi untung aja Wenny tidak mendengar.
"Marsha kau sungguh memalukan dan perut tolong jangan sekarang bunyi aku tahu kita dua belum makan apapun sedari tadi," batin Marsha dalam hati.
"Marsha kita sudah sampai. Kau bukalah pintunya biar aku yang masuk ke dalam dan kau tunggu di sini ya!" ucap Wenny sambil memberikan instruksi.
"Baik Mbak." Marsha mengetuk duluan pintu sebanyak tiga kali lalu ia buka. Wenny tersenyum kecil melihat kepekaan Marsha dan ia sudah lulus tahap awal di lantai ini jika tiba-tiba sudah di pindahkan kelak