Selamat membaca
.
.
"nona saya minta maaf, saya-"
"Tidak mau!" tiba tiba Helena berteriak kencang sambil memeluk tangan Delima.
Wajahnya terangkat, menatap ang security itu dengan tatapan marah dan air mata yang mengalir dari matanya.
"Tapi nona saya sungguh-,"
"Tidak mau…" kali ini Helena merengek sambil memeluk Delima erat.
"Sudahlah pak Yono, dia biar jadi urusan saya. Lain kali jangan diulangi ya pak!" kata Delima mengusap lengan Helena yang tertutupi dengan blazer berwarna donker.
"Keluarlah, selesaikan apa yang saya suruh tadi." Kata Bastian kali ini sudah melunak.
Sang security itu berpamitan keluar setelah perintah bastian tadi, menyisakan Bastian, Delima, dan Helena di dalam ruangan itu.
"Bawalah dia duduk," kata Bastian memberi instruksi agar membawa Helena duduk di sofa.
Delima mengangguk paham. Dia membawa Helena ke sofa yang ada di ruangan tersebut, lalu mendudukan Helena di sana. Setelah itu dia Delima meminta izin untuk membuka blazer Helena.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Helena, Delima pun membantu Helena melepaskan blazer itu. Dan tersisalah baju tanpa lengan yang menyatu dengan rok yang berwarna abu abu cerah.
"Astagfirullah! memar Na!" Kata Delima terkejut saat melihat lengan tempat Helena di cengkram.
Bastian yang awalnya memalingkan wajahnya karena merasa canggung melihat Helena melepaskan blazer malah kembali menoleh dan mendapati apa yang dikatakan oleh sekretarisnya.
"Ini bukan sepenuhnya karena orang tadi, ini karena saya jatuh di tangga." Jawab Helena memberitahu.
"Jadi kamu menahan sakit ini dari tadi?" tanya Bastian tidak percaya.
Memar di tangan Helena tu tidak sedikit dan tidak kecil pula. Hampir semua bagian lengan atas gadis itu berwarna biru yang bercampur dengan warna kemerahan.
"Kamu sudah ke rumah sakit?" tanya Delima pula pada Helena.
"Sudah, saya dibawa ke klinik oleh Nina. Tapi memarnya tidak mau hilang," Jawab Helena.
"Pak saya akan beli handuk keci dulu untuk kompresnya, sekalian memberitahu anggota divisi Helena, mereka pasti bertanya tanya kemana perginya Helena." Kata Delima bangkit dan segera meninggalkan ruangan setelah mendapatkan persetujuan dari sang bos.
Kini hanya tersisa Helena dan Bastian saja yang ada di ruangan tersebut. Meski sedikit canggung, Bastian mencoba mencairkan suasana dengan bertanya.
"Kamu ada tugas penting hari ini?" tanya Bastian melembut, dia tidak ingin membuat Helena tertekan.
"Tidak pak, bagian saya di setor besok," jawab Helena pelan.
Kemudian mereka kembali hening.
Tiba tiba ponsel Helena berdering keras, benda tersebut berada di atas meja, lebih tepatnya di dalam saku blazer yang di letakkan di atas meja.
"Halo Nin?" Helena mengangkat panggilan tersebut setelah mendapatkan izin dari sang bos. Karena tidak sopan mengangkat panggilan sembarangan di depan orang lain terutama atasan.
"Lu dimana? Gua denger satpam nangkep lu karena ke gep mo maling di mobil pak bos! Kok bisa sih?" tanya Nina dalam satu tarikan nafas dan tanpa jeda sedikit pun.
"Hehe, Cuma salah paham kok. Ga usah khawatir sebentar lagi balik ke ruangan," kata Helena dengan suara ceria seperti tidak ada hal buruk yang baru saja terjadi.
"Yasudah. Awas aja tu satpam, gua sunat dua kali baru tau rasa dia!" geram Nina sebelum akhirnya menutup panggilan dengan salam.
Helena bermain ponselnya sebentar, sambil mengirimkan pesan kepada ketuanya bahwa dia baik baik saja dan tidak ada masalah serius. Saat baru saja selesai mengetik pesan, Helena dikejutkan dengan kehadiran Bastian yang muncul di hadapan secara tiba tiba.
"Ada apa pak?" tanya Helena terkejut.
"Boleh saya melihat memar mu?" tanya Bastian dengan sopan.
Bastian sudah bertekad, jika Helena menolak maka dia tidak akan memaksa. Karena tidak akan sopan menyentuh atau melihat tanpa izin.
"Boleh," kata Helena mengulurkan tanganya dengan mudah tanpa ada kecurigaan dari gadi itu.
Melihat betapa mudahnya mendapatkan izin, keningnya berkerut. Apakah karena gadis ini memang polos atau memang biasa disentuh oleh lawan jenis?
"Saya kira kamu akan menolak," kata Bastian memperhatikan luka memar yang lebih jelas jika di lihat dari dekat.
"Kenapa?"
"Ya … mengingat tadi pagi kamu memarahiku yang dengan mudahnya memberikan kunci mobil, seharusnya kamu tidak akan mudah mengizinkan hal seperti ini," kata Bastian, melepaskan tangan Helena. Dia tetap duduk di samping Helena.
"Hem … Aku rasa tidak masalah jika hanya ingin melihat, lagi pula bapak kan khawatir," jawab Helena gamblang.
Bastian yang mendengarkan jawaban tersebut menghembuskan nafasnya sedikit kasar, hingga bisa di dengar oleh Helena yang ada di sebelahnya.
" Ada apa?" tanya Helena penasaran kenapa lelaki di sebelahnya ini menghela nafas berat.
"Saya memang tidak ada niat buruk pada mu, hanya saja, lain kali jika kamu bersama seorang lelaki berdua saja di dalam satu ruangan tertutup, usahakan untuk memberikan jarak. Terutama untuk orang yang baru kamu kenal, atau temui," kata Bastian dengan tenang dan enteng.
"Kenapa seperti itu?" Tanya Helena mengubah posisinya jadi menghadap Bastian.
"Karena tidak semua orang itu menolong dengan tulus. Ada Juga maksud tertentu yang terkadang bermaksud buruk. Tidak ada salahnya berhati hati, terutama kamu seorang perempuan, itu cukup sensitive." Kata Bastian memaparkan isi kepalanya kepada Helena.
Senyuman Helena terukir di wajah gadis itu, lalu dia mengangguk tanda dia paham.
"Terima kasih pak atas nasehat anda, pasti akan saya ingat." Kata Helena mengulas senyum lembut.
"Ngomong ngomong usia bapak berapa?" lanjut Helena bertanya.
"Umur?"
"Iya umur, itu jika bapak tidak keberatan menjawabnya." Kata Helena riang.
Bastian tidak tahu kenapa, ada rasa yang mengganjal melihat senyum Helena. Perasaan yang sulit untuk dijelaskan dalam bentuk kata atau makna.
"Umur saya 31 tahun sebentar lagi, bagaimana dengan mu?" tanya Bastian pula membalas.
"Saya? Saya baru saja berumur 24 tahun bulan lalu." Kata Helena menjawab.
"Ah, saya ingat Delima tidak lembur padahal pekerjaan sedang banyak," kata Bastian mengingat pada bulan lalu Sekretarisnya pernah berpartisipasi dalam sebuah acara ulang tahun salah satu karyawan.
"Benarkah? Saya tidak tahu. Bahkan aku tidak tahu awalnya mereka menyiapkan di café yang tak jauh dari kosku," kata Helena mengingat kejadian manis itu.
"Kamu sangat beruntung, Delima bukan tipe orang yang melibatkan hal pribadi dengan pekerjaan. Tapi dia mampu meninggalkan pekerjaan demi kamu," kata Bastian.
"Iya pak, karena saya mirip adiknya yang meninggal 7 tahun yang lalu," jawab Helena masih tersenyum.
"Ah begitu,"
Mereka mengalih pembicaraan, karena itu merupakan hal yang sedikit sensitif dan terlalu pribadi, terutama orang yang di bahas tidak ada di sana.
Saat mereka sedang berbincang, pintu terbuka setelah ketukan. Itu adalah Delima yang datang dengan kantong kresek di tangan.
"Kalian sedang mengobrol?"
.
.
TBC