Selamat membaca
.
.
Untuk sesaat Helena dan Alan masih berpelukan. Mereka masih menangis tapi sudah tidak lagi mengatakan apapun selain menangis. Mereka saling menumpahkan keresahan dan kegundahan hati masing masing lewat tangisan mereka.
Alan tak kalah daripada Helena, dia bahkan memeluk Helena dengan erat, dan menangis di pundak gadis itu.
Mereka masih di posisi yang sama meski sudah lebih dari 5 menit berlalu. Namun, Alan merasakan gerakan dari Helena yang ada dalam dekapannya.
Helena menggosok wajahnya pada permukaan perut Alan yang dilapisi kemeja biru muda, membersihkan air mata dan ingus yang meleleh dari hidungnya. Kemudian pelukan mereka terurai.
"Kau sangat jelek saat menangis!" kata Helena setelah melihat wajah Alan.
"Kau lebih jelek!" balas Alan duduk di sebelah Helena.
"Tidak kau lebih jelek!" balas Helena tak mau kalah.
"Tidak kau yang paling jelek!" Alan tak mau kalah, dan mereka saling membuang muka ke arah yang berlawanan.
Keduanya hening beberapa saat, hanya ada suara cegukan Helena, sisa dari menangis tadi. Setelah diam beberapa saat, keduanya pun melirik secara bersamaan hingga pandangan mereka bertemu. Helena mengerucut kan bibirnya, bukan untuk minta di cium tidak juga karena sedang merajuk. Helena sedang menahan tawanya agar tidak meledak.
Mereka memasang ekspresi yang sama untuk beberapa detik, hingga akhirnya mereka tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Keduanya akhirnya meledakan tertawa masing masing. Tawa yang lepas dan lega.
Akhirnya selesai sudah satu permasalahan, hanya tersisa tawa di antara mereka. Setidaknya itu yang terjadi saat ini. Helena dan Alan, keduanya sama sama tertawa lebar penuh kebahagiaan.
"Aku menyayangimu!" kata Alan merengkuh Helena sekali lagi kedalam pelukannya.
Kali ini tidak ada tangisan, atau teriakan frustasi. Hanya ada suara tawa di antara mereka, sehingga pelukan itu menjadi pelukan penuh kasih yang terasa menghangatkan hati yang sudah terasa akan membeku.
"Aku juga menyayangimu!" kata Helena balas memeluk Alan dengan erat.
Setelah drama yang baru saja terjadi, kini keduanya sibuk menonton filim pada tv yang disediakan oleh pihak hotel.
Selayaknya saudara, mereka tertawa bersama menonton serial kartun yang telah mereka tonton puluhan kali. Tapi dari semua siaran yang tersedia hanya itu yang cukup menarik bagi mereka.
Selama hampir 3 jam keduanya duduk di depan tv, lalu akhirnya mereka mengakhiri sesi menonton mereka.
"Aku akan bayar biaya tambahannya," kata Alan kepada Helena yang merapikan pakaiannya.
Helena mengangguk. "Ah, aku juga ingin ke toilet sebelum pulang," kata Helena sebelum Alan meninggalkan kamar.
"Baiklah, aku tunggu di bawah," kata Alan meninggalkan kamar.
Helena segera menuntaskan panggilan alam yang menderanya. Sebenarnya sejak tadi dia ingin buang air kecil, hanya saja dia sangat enggan meninggalkan posisi nyamannya.
"Ahhh… Lega!"
Helena mengambil tas yang tergeletak di atas ranjang. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Helena pun segera meninggalkan kamar tersebut.
Masih banyak waktu yang tersisa, namun mereka memutuskan untuk Cek out meskipun mereka hanya menggunakan 4 jam dari 12 jam yang tersedia. Karena dari awal tujuan menyewa kamar tersebut bukan untuk tidur, melainkan untuk menyelesaikan masalah mereka.
Bertengkar seperti tad di tempat umum sangat tidak nyaman, berbicara di kamar kost juga tidak nyaman karena ada banyak telinga yang bisa mendengarkan mereka, jadi satu satunya tempat paling aman untuk mereka adalah kamar hotel.
Tadi Helena juga sempat khawatir jika Alan menerima ajakan untuk bercinta yang ia tawarkan tadi, bagaimanapun juga pertanyaan itu ia ajukan memang untuk memastikan perasaan Alan, namun bukan berarti dirinya mau jika alan memang menerimanya.
Tapi Helena juga akan kelabakan memikirkan alasan yang akan dia berikan jika Alan justru menerimanya, atau yang lebih buruk Alan menyerangnya saat di dalam kamar.
Helena tidak naif, Alan itu seorang laki laki.
Meskipun dirinya yakin Alan tidak akan tertarik padanya secara fisik, namun logika terus saja membuat dirinya cemas dan takut, padahal sebelumnya dirinya tidak takut tidur seranjang dengan Alan di hotel saat berlibur.
"Setidaknya untuk sekarang Safe .." kekeh Helena memasuki lift.
Helena menyandar pada dinding lift, jujur saja saat ini dirnya mulai mengantuk. Habis masalah terbit lah mengantuk.
Menunggu lift terbuka saja rasanya sudah tidak sanggup untuk Helena menahan matanya. "Apakah sebaiknya aku menginap di sini saja?" tanya Helena pada dirinya yang terpantul di dinding lift.
"Tidak … Nina akan khawatir!" Gumam Helena memandang dirinya sendiri.
"Ah, aku telpon saja deh!" lanjut Helena kembali berbicara sendiri.
"Ah aku lupa baterainya habis!" desah Helena untuk.
Helena menyandar pada dinding lift, padahal waktu tempuh dari lantai lima ke lantai satu itu tidak sampai tiga menit, namun karena dirinya mengantuk di tambah dirinya seorang diri di dalam lift membuat menunggu semakin terasa lama.
Helena memandang pantulan dirinya, padahal itu bisa memberikan sensasi tidak sendirian, tapi tetap saja ia merasa sepi karena pada faktanya yang nyata hanya satu.
Helena terus saja mendesah beberapa kali mengeluhkan lift yang sangat lambat, hingga akhirnya pintu lift terbuka menampilkan Alan yang berdiri menunggunya di ruang tunggu.
Helena memperhatikan seseorang berdiri bersama Alan, mereka sedang berbicara dengan sesekali ada kekehan kecil. Setelah di perhatikan dengan seksama, tidak hanya satu orang. Mereka terlihat sangat enjoy berbicara.
Kepribadian Alan yang mudah bergaul dan sangat supel itu membuat Alan di sukai oleh banyak orang, dia juga pandai memuji tanpa harus berbohong. Karena itulah, dirinya sangat sukses di bidang marketing yang digelutinya dari awal masuk.
Tidak salah jika orang berkata, bergerak di bidang keahlian dan ditambah disukai memang pilihan yang terbaik. Dan jika tekun pasti akan memberikan hasil yang bagus dan hasil yang setimpal.
Terkadang Helena merasa iri, dirinya bahkan tidak tahu memiliki keahlian apa. Dirinya tidak teliti, mudah lelah dan yang terpenting adalah bukan tipe orang yang suka mengambil pekerjaan lebih. Satu satunya yang diandalkan rekan rekanya adalah rasa tanggung jawab yang selalu dijaga.
Helena melangkah dengan malas ke arah Alan, kemudian mengenyahkan pikiran buruk tentang dirinya sendiri.
"Hey, kau sudah selesai?" tanya Alan saat Helena mendekat padanya.
Helena hanya mengangguk, jujur saja Helena sedang malas bicara karena ingin segera pulang dan tidur.
"Ah, kalian sedang berkencan?" tanya orang yang ada di hadapan Alan. "Tidak pak, saya menjemputnya saja," kata Alan beralasan.
"Ah, pak Cahyadi?" Helena memastikan matanya, di sana juga ada kepala departemen lainya.
"Iya Helena, saya." Kata lelaki yang di sapa Helena tadi.
"Bapak sedang apa di sini? Eh ada kak Delima!" kata Helena pula melihat delima yang datang dari arah meja resepsionis.
Delima yang sedang memasukkan kartu Atm kedalam dompet mengangkat kepalanya dan terkejut seketika.
"Helena?"
"kakak ngapain di sini bareng kepala departemen?"
"kami-,"
.
.
TBC