Selamat membaca
.
.
"Dek … bangun!" seseorang mengguncang tubuh Helena yang sedang tertidur di kubikel kerjanya.
Karena merasa terusik, Helena pun membuka matanya dan menoleh pada asal suara. Saat ia menoleh, dia melihat seorang wanita paruh baya berdiri di dekatnya. Orang itu adalah Nora, rekan satu timnya.
"Tumben kamu datang cepat? Berangkat sama Alan?" tanya Nora saat mata mereka bertemu.
"Iya," jawab Helena mengambil posisi untuk meregangkan tulang punggungnya.
"Pantes. Sana cuci muka," perintah Nora yang langsung di angguki oleh Helena.
Helena segera menuju kamar mandi sesuai instruksi dari Nora agar dirinya lebih segar. Beruntung tadi pagi ia tidak memakai make up kecuali lip tint.
Setelah membasuh wajahnya dengan air kran, Helena melihat pantulan dirinya yang ada di dalam cermin, kemudian secara spontan ingatanya kembali pada kejadian semalam saat ia diantar oleh Bastian.
Sebenarnya tidak ada yang spesial pada awalnya, hingga Helena jatuh saat baru saja keluar dari mobil. Entah kenapa kaki Helena terasa lemas, mungkin efek baru saja bangun dari tidur yang hanya beberapa menit. Lalu Bastian membantu Helena menaiki tangga dengan cara menggendongnya di punggung.
Bastian menggendong Helena hingga depan pintu kamar, kemudian bergegas pergi karena tidak baik berada di kawasan kos perempuan di tengah malam pula.
Sepeninggal Bastian, kaki Helena semakin lemas, wajahnya memerah karena merasa malu. Pertama kalinya dirinya di gendong oleh laki laki selain Alan. Dan Helena tidak menafikkan kenyataan bahwa jantungnya berdebar keras.
Dengan kaki lemas, Helena memasuki kamarnya dan langsung merebahkan dirinya dengan pasrah setelah sebelumnya mengunci pintu dengan baik.
Karena hal itu, Helena tidak bisa kembali tidur meski tubuhnya kelelahan. Jantungnya terus berdetak keras, dan segala pemikiran baik dan buruk menghantam kepalanya, hingga saat dia sadar adalah ketika suara azan terdengar.
Ia pun kala itu memutuskan untuk mandi sebelum menunaikan ibadah sholat subuh. Biasanya setelah subuh Helena akan kembali tidur, namun tidak kali ini. Dirinya cukup beruntung karena bisa tidur sebentar di kantor.
"Aku harus jaga jarak aman, kasihan jantungku," kata Helena merasa tidak siap untuk dihadapkan pemikiran apa yang harus ia lakukan ketika bertemu dengan bosnya.
"Menjaga jarak apa?"
"Hah?"
Helena terkejut saat seseorang bertanya secara tiba tiba kepada dirinya. Saat dia menoleh kepada orang yang bertanya, Helena pun menemukan Sonia yang berdiri di sebelahnya. Wanita itu sedang mencuci tangan yang terkena tinta printer.
"Aku tanya memangnya kamu harus menjauh dari apa?" tanya Sonia sekali lagi dengan wajah jengah.
Terlihat jelas di wajah dan tatapan Sonia, bahwa dia benci mengulangi pertanyaan yang sama, dan entah kenapa terlihat aura permusuhan di wajah Sonia. 'memangnya aku ada merebut barang miliknya?' batin Helena mendesah dalam Hati, kemudian dia menjawab Sonia, sebelum wanita itu semakin menyebalkan.
"Menjauh dari hal hal yang membuat jantungku tidak sehat!" kata Helena kembali membasuh wajahnya untuk yang kesekian kalinya sejak beberapa menit yang lalu.
"Kesehatan jantung mu? Seperti apa?" tanya Sonia pula.
"Ya semacam yang berbahaya, entah itu rokok atau apapun." Jawab Helena mengidik bahunya.
"Tapi-,"
"Lagi pula …" Helena mendahului Sonia, memotong wanita yang baru mengucapkan satu kata.
Helena mengambil waktu beberapa saat untuk menoleh dan menatap Sonia dengan tatapan datar.
"Apa pun yang akan saya lakukan, bukankah itu bukan urusan anda? Kita tidak sedekat itu untuk bisa bertukar hal pribadi," Lanjut Helena menatap Sonia dengan wajah yang masih meneteskan air.
Helena kembali menoleh pada cermin, lalu mengambil tisu untuk mengeringkan wajahnya, dia tidak berniat untuk memperpanjang masalah.
"Aku dengar kau beberapa kali satu mobil dengan pak Sebastian," Ucap Sonia to the point.
Helena tersenyum sinis di tempatnya, ia menatap pantulan dirinya sendiri yang masih ada jejak basah pada wajahnya. Dia sudah menduga pasti ada tujuan Sonia masuk ke toilet, ia sangat yakin mencuci tangan karena tinta yang tumpah hanya sebagai alasan. Dan ternyata tebakannya benar.
"Memangnya kenapa?" tanya Helena tanpa menoleh.
"Kau bertanya memangnya kenapa? Pak bastian pasti cuma nganggap kamu mainan, lagi pula Jangan caper jadi orang deh, aku tahu kamu mendekati pak Sebastian karena-,"
"Jangan melempar kesalahan pada orang lain!" teriak Helena memukul wastafel dengan keras, namun matanya tetap fokus pada cermin. Lalu dengan sinis, Helena menatap Sonia.
"Jika bukan karena pak Bastian menutupi kamera ponsel saya, sudah pasti foto anda dan kepala departemen saat kalian di basement beberapa hari yang, lalu sudah beredar di grup forum kantor!" sembur Helena kesal.
Salah satu hal paling dibenci oleh Helena selain penghinaan adalah melemparkan kesalahan kepada orang lain, dan membicarakan orang lain agar terlihat baik dan menonjol. Helena paling jijik dengan tipe orang seperti itu.
Selama beberapa bulan bekerja, ia mengabaikan hal itu karena statusnya sebagai bawahan, lagi pula selama tidak mengusik dirinya, maka ia tidak akan peduli dengan apa yang dilakukan oleh Sonia.
"Apa kau kira mereka semua tidak tahu bahwa kau menjadi kepala personalia karena adanya orang dalam? Dan sekarang kau menuduh aku ingin mengunakan pak Bastian?" kekeh Helena dengan kejam.
Helena melangkah mendekat pada Sonia, baru satu langkah melewati Sonia, Helena kembali berkata. "Bukankah itu rencana mu? Kau ingin naik jabatan karena rumor bahwa Sekretaris akan melakukan cuti hamil? Dan dalam waktu dekat dia akan melakukan pengangkatan asisten sekretaris? Hahaha, aku tahu jauh lebih banyak dari pada dirimu mbak S-O-N-I-A" papar Helena dengan mengeja nama Sonia dengan jelas sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya.
Sonia masih di tempatnya, diam membeku tanpa bergerak atau bicara sedikitpun, meski di dalam kepalanya tengah berkecamuk hinaan, cacian bahkan balasan untuk Helena, namun entah kenapa tubuhnya tidak bisa merespon apa yang ia pikirkan.
"Kau ingin bersaing dengan ku mbak?" Helena terkekeh, kemudian menghilang bersama pintu yang kembali ditutup.
Sonia masih berdiam diri di tempatnya, ia tidak peduli dengan rumor yang tidak memiliki bukti yang beredar selama ini. Tapi, tadi ia bisa mendengar dengan jelas, Helena memaparkan secara spesifik dan mata gadis itu terlihat menunjukkan bahwa dia mengetahui segalanya.
Sonia menggigit kukunya yang dilapisi kutek berwarna biru laut dengan manic manic cantik di atasnya. Wanita itu tampak gelisah, terlebih sebelum meninggalkan ruangan Helena menantang dirinya dengan penuh rasa percaya diri.
"hah, kau kira hanya karena beberapa kali diantar oleh pak Sebastian, lantas membuatmu di atas angin?"
"Dasar anak sial!" Gumam Sonia memaki.
"Baiklah, kau yang menantangku. Akan aku tunjukkan bagaimana orang dewasa bertindak!" Sonia tertawa terbahak bahak membayangkan dirinya menyingkirkan Helena.
"kau sudah Gila?"
.
.
TBC