"Aku tidak boleh terlambat," gumam seorang wanita sembari berjalan dengan cepat dan dia melewati jalanan yang sepi.
Dia terpaksa melewati jalanan itu karena itulah yang bisa membuatnya tiba dengan cepat di tempat tujuan. Wanita itu menghentikan langkahnya sejenak saat dia melihat sepasang kekasih yang sedang berdebat. Dia hendak pergi dari sana tetapi ponselnya berdering dan dia pun terkejut lalu menjatuhkan tasnya.
"Kau harus bertanggung jawab jika tidak aku akan mengekspos semuanya ke media," ucap wanita itu dengan nada mengancam kepada pria yang ada di hadapannya.
"Lakukan saja jika kau berani melakukan itu maka aku akan menghabisimu!" timpal pria itu dengan nada mengancam juga.
Pria itu menatap ke arah seorang wanita yang berdiri menatap perdebatan mereka dan dia pun langsung memakai kaca matanya. Dia kembali mengingatkan kepada wanita yang mengaku hamil itu agar tidak melakukan hal yang bisa merugikan dirinya karena dia bisa melakukan hal yang lebih kejam lagi.
Setelah mengatakan itu dia pun pergi meninggalkan wanita yang sudah membuatnya muak dengan semua ancamannya. Dia sama sekali tidak akan pernah menikahi wanita yang sama sekali tidak bisa setia hanya kepada satu pria saja.
"Apa yang kau lihat?" tukas wanita itu yang kesal saat melihat seorang wanita yang sudah mengacau rencananya lalu dia pun mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
'Huh, aku juga malas melihat perdebatan kalian,' ucap wanita itu di dalam hatinya lalu dia teringat jika sudah terlambat lalu mengambil tasnya yang tadi terjatuh.
Wanita itu adalah Camelia Qirani, dia seorang putri yang lahir di sebuah keluarga sederhana tetapi dia sama sekali belum pernah bertemu dengan sang ayah. Namun, hidupnya cukup berat sehingga dia sudah tidak memikirkan kembali akan hal-hal yang berkaitan dengan sang ayah.
Camelia pun bergegas meninggalkan wanita itu dan dia sudah terlambat untuk masuk kerja, dia berlari hingga mencapai sebuah restoran. Dia langsung masuk ke dalam ruang ganti dan mengganti pakaiannya dengan seragam restoran dengan cepat sehingga dia tidak terkena marah oleh sang manajer.
Setelah mengganti pakaiannya, dia langsung ke laur dan melayani pengunjung yang baru saja tiba. Tidak begitu lama terlihat suara sirene mobil polisi dan ambulans. Dia merasa penasaran dengan apa yang terjadi dan di luar sana juga sudah banyak orang yang berjalan menuju ke arah jalanan sepi yang tadi dilewati oleh Camelia.
"Ada apa? Mengapa begitu ramai di luar sana?" tanya Camelia kepada teman kerjanya.
"Apa kamu tidak tahu? Baru saja ditemukan seorang wanita yang sudah tidak bernyawa," jawab sang teman sembari menjelaskan kembali apa yang dia tahu tentang penemuan mayat wanita itu.
Sang teman pun mengeluarkan ponselnya dan dia memperlihatkan foto wanita yang ditemukan tewas itu. Betapa terkejutnya Camelia saat melihat foto wanita itu karena wanita itu adalah wanita yang dia temui saat tadi berjalan menuju restoran. Dia juga ingat dengan jelas bagaimana wajah pria yang sedang berdebat dengan wanita itu.
"Ada apa denganmu? Mengapa wajahmu terlihat pucat?" tanya sang teman kepada Camelia setelah memperlihatkan wajah wanita yang ditemukan tewas itu.
"Apa kamu tahu? Tadi saat aku sedang berjalan menuju restoran aku bertemu dengan wanita itu dan dia sedang berdebat dengan kekasihnya," jawab Camelia yang merasa takut jika wanita itu dibunuh oleh pria yang sudah melihat wajahnya juga.
"Dengarkan aku, Camelia. Kamu jangan pernah mengatakan ini kepada siapa pun karena ini akan membuatmu semakin sulit dan ada kemungkinan jika kamu bertemu dengan pembunuhnya ada kemungkinan kamu yang akan menjadi target berikutnya," pesan sang teman kepada Camelia.
Apa yang dikatakan oleh temannya membuat Camelia semakin membuatnya takut jika bertemu dengan pria itu dan entah mengapa dia berpikir jika pria yang berdebat itu adalah pembunuhnya. Dia pun berdoa agar Tuhan tidak mempertemukannya dengan pria itu lagi dan menjauhkan dirinya dari masalah baru. Setelah mereka membicarakan kasus tersebut, mereka pun kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Akhirnya jam kerja kita selesai," Camelia berkata sembari merenggangkan otot-ototnya.
"Camelia, kamu jangan lewat jalan sepi itu lagi karena jalan itu ditutup untuk sementara waktu," Sang teman mengingatkan Camelia dengan kasus yang sudah terjadi tadi siang.
"Untung kamu ingatkan aku. Hampir saja aku melupakannya," jawab Camelia sembari berjalan menuju ruang ganti pakaian.
Camelia pun mengganti pakaiannya dan dia pun berjalan ke luar dari restoran, dia melihat ke arah jalanan sepi itu dan mendadak bulu kuduknya berdiri. Dia kembali teringat dengan wajah wanita itu setelah kehilangan nyawanya serta wajah pria yang berdebat dengan wanita itu masih terbayang jelas di kedua matanya.
"Aku antar kamu sampai depan gang rumahmu," ucap sang teman yang sudah menghentikan sepeda motornya tepat di depan Camelia.
"Kamu teman terbaikku," Camelia berkata sembari tersenyum dan dia pun mengenakan helm yang baru diterimanya dari sang teman.
Motor pun berjalan meninggalkan restoran dan tidak memerlukan waktu yang lama tiba di depan gang rumah Camelia, dia langsung turun dan menyerahkan helmnya kepada sang teman. Dia mengucapkan terima kasih lalu melihat kepergian sang teman yang sudah berbaik hati untuk mengantarkannya hingga depan gang rumahnya.
Camelia berjalan dengan tidak bersemangat melewati gang sempit menuju ke rumahnya, dia tidak tahu jika saat ini sudah ada yang menunggunya. Dia menghentikan langkahnya saat dia sudah berada di dekat rumahnya yang kecil.
"Cepat bawa semua barang yang ada di dalam rumah itu!" perintah seorang pria dengan wajah sangar kepada beberapa pria lainnya.
"Tidak. Aku mohon berikan aku waktu beberapa hari lagi untuk membayar utang-utangku," Seorang wanita berkata dengan nada memohon dan dia pun bersimpuh di bawah kaki pria yang memberikan perintah untuk mengambil semua barang-barangnya.
Pria itu sama sekali tidak memedulikan perkataan wanita itu dan dia pun menendang tubuh wanita itu sehingga wanita itu meringis kesakitan. Wanita itu berusaha untuk menahan rasa sakitnya dan dia kembali mendekat ke arah pria itu dan kembali meminta waktu.
Ada beberapa orang yang melihat semua itu tetapi mereka hanya diam dan tidak berani untuk ikut campur. Mereka mengenal dengan pasti para pria itu dan mereka bisa bertindak kejam bahkan bisa membunuh, sehingga semua orang yang melihatnya merasa takut jika berurusan dengan mereka semua.
"Hentikan," ucap Camelia yang sudah merasa sedih dengan apa yang dilihatnya.
Camelia tidak rela melihat wanita itu memohon seperti itu, wanita yang sudah melahirkannya dan merawatnya hingga saat ini. Dia pun berjalan mendekat dan membatu sang ibu berdiri dan dia melihat wajah sang ibu yang pucat karena kelelahan.
"Berikan aku waktu satu minggu dan aku akan melunasi semuanya," Camelia berkata kepada pria yang berwajah sangar itu.
Pria itu tertawa dan dia membuang rokok yang ada di tangannya lalu menginjaknya. Dia melihat seorang wanita muda yang sangat pemberani dan juga cantik, muncul niat busuk di dalam hatinya dan dia menginginkan wanita muda itu melayaninya malam ini.
"Aku akan memberikan waktu satu bulan tetapi kamu layani aku malam ini bagaimana?" Pria itu berkata sembari menyentuh dagu Camelia.
Camelia menepis tangan pria itu dan berkata, "Aku bukan wanita murahan dan aku tidak berniat menjual tubuhku ini."
Dia memang wanita miskin tetapi dia tidak akan menjual tubuhnya hanya untuk melunasi semua utang-utangnya. Camelia kembali menatap sang ibu yang tadi terus saja memohon kepada pria yang ada di depannya itu.
"Kamu layani saja dia sehingga kita mendapatkan keringanan waktu yang lebih lama lagi," ucap seseorang yang baru saja tiba.
Camelia menatap ke arah orang yang baru saja menyuruhnya untuk menjual tubuhnya dan orang itu tidak lain adalah sang nenek, dia sama sekali tidak mengira sang nenek bisa mengatakan itu. Padahal semua yang terjadi ini adalah ulah dari sang nenek yang terus saja meminjam uang tanpa bisa melunasinya.
"Bagaimana jika Nenek saja yang melayaninya? Bukankah semua utang yang ditagih mereka adalah utang, Nenek?" Camelia bertanya dengan nada penuh dengan kekesalan.
Sang nenek langsung menampar Camelia karena sudah berani berkata tidak sopan kepadanya, dia pun mencaci-maki Camelia dengan perkataan yang kotor. Dia menghina wanita muda yang ada di depannya dan dia sangat kesal karena tidak bisa mengontrolnya.
"Seharusnya aku menjualmu saat kau masih bayi sehingga aku mendapatkan banyak uang," tukas sang nenek dengan nada tinggi dan semua orang bisa mendengarnya tetapi dia sama sekali tidak peduli.
"Sudah hentikan Ibu, apakah kau akan terus mengatakan semua hal buruk tentang putriku," Ibunya Camelia berkata kepada sang ibu yang sudah keterlaluan.
"Aku belum puas dengan putrimu ini Amalia! Aku akan memberikan pelajaran pada putrimu ini," timpal sang ibu yang sedari awal memang tidak ingin Amalia merawat Camelia yang merupakan pembawa sial.
"Drama yang menarik tetapi aku harus menghentikannya karena aku akan membawa putrimu malam ini," Pria itu berkata sembari memegang tangan Camelia.