Selamat membaca
.
.
Helena bergegas meninggalkan tepat setelah dia berpamitan dengan Delima, Namun nampaknya kesialan sedang menghampiri Helena. di waktu yang bersamaan Sonia keluar dari ruangan departemen dengan map di tangan.
'Ah, sial sekali aku!' rutuk Helena di dalam hatinya.
Helena benar benar berniat pulang lebih awal hari ini agar bisa istirahat lebih awal dan besok ia bisa bekerja lebih baik dan dalam kondisi yang prima. Namun apalah daya, rencana tinggal rencana.
"Oh lihat ada anak emas personalia di sini, di mana para pengawalmu?" tanya Sonia berkacak pinggang dan terdengar menghina.
Helena hanya mengabaikan wanita itu kemudian melangkah menuju lift tanpa memperdulikan Sonia yang sedang menghinanya.
"Sialan, aku sedang bicara dengan mu!" geram Sonia menyusul Helena.
Helena mengutuk lift yang masih berada di lantai satu, dan pasti tidak akan sampai lebih dahulu dari Sonia. Terpaksa dirinya menghadapi wanita gila itu.
"Kau takut hah karena tidak ada pengawal mu hah? Bagaimana rasanya di gilir oleh lelaki sekantor hah?" hina Sonia sambil menarik Helena hingga berbalik menghadapnya.
Helena yang diperlakukan begitu hanya memutar matanya malas dengan tingkah sonia yang kekanak kanakan. Sejujurnya, dari awal Helena tidak pernah merasa memprovokasi Sonia, namun wanita selalu saja mencari masalah.
Beberapa ada yang mengatakan bahwa Helena merupakan ancaman pribadi bagi Sonia, namun tidak ada yang tahu dalam rangka apa Sonia menganggapnya ancaman. Yang jelas, sejak pertama kali dirinya memasuki kantor, Sonia langsung menunjukkan ketidak sukaan.
Memang bukan hanya pada Helena, setiap anak baru pasti akan mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari Sonia, namun seiring waktu Sonia tidak lagi mencari masalah. Apakah karena wanita itu menganggap mereka ancaman? Lalu kenapa dirinya masih di ganggu meski sudah setengah tahun bekerja di tempat yang sama?
Memikirkannya saja sudah membuat Helena pusing, bayangkan saja Helena harus menghadapi tingkah Sonia yang seperti anak SMA yang meledak ledak. Benar benar menyebalkan.
"Ada apa sih?" kesal Helena memutar matanya sekali lagi karena jengah.
"Aku sedang bicara dengan mu, dan kau tidak menjawabku bahkan mengabaikanku seolah tidak melihatku!" kesal Sonia berkacak pinggang.
Mata Helena melirik Lift yang baru bergerak dari lantai satu. Kemudian dia kembali menoleh kepada Sonia masih dengan ekspresi kesal dan malas.
"Lalu aku harus menjawab apa? Bukan kah dirimu sudah melihat aku sendirian?" tanya helena kepada Sonia.
"Dan untuk pertanyaan mu mengenai bagaimana rasanya di gilir? Hah? Aku tidak salah dengan bukan?" kekeh Helena dengan nada mengejek.
"Ya, kau tidak salah dengar, jika bukan karena digilir, bagaimana mungkin mereka begitu melindungi mati matian sampai melawan orang yang jelas jelas pangkatnya lebih tinggi dari mereka!" cerca Sonia malah balik menertawakan Helena.
Helena kembali menoleh pada lampu lift, terlihat lift sedang berhenti di lantai 3. Helena benar benar kesal, bagaimana mungkin di jam segini masih banyak orang yang menggunakan lift?
Tidak bisa menghindar, helena kembali menoleh kepada Sonia yang masih terlihat menunggu respon dirnya terhadap apa yang dipaparkan oleh wanita itu.
"Karena aku C-A-N-T-I-K," Kata Helena mengeja kata 'Cantik' dengan menekankan pada setiap hurufnya. Helena mengangkat bahunya acuh kemudian lanjut berkata.
"Karena aku cantik, aku mendapatkan perhatian mereka tanpa harus merendahkan harga diri ku, memangnya aku dirimu? Karena dirimu tidak cantik, makanya kau harus membuka kakimu agar bisa tetap populer bukan?" ejek Helena dengan nada penuh hinaan.
Sedangkan Sonia, dia menatap Helena dengan mata besarnya, kemudian tangannya mengepal kuat.
Helena kembali berkata "Aku benarkan?"
Plak ...
Di waktu yang bersamaan, sebuah tamparan mendarat ke pipi kiri Helena. Sebuah tamparan keras hingga membuat Helena terhuyung ke samping kanan akibat tidak siap dengan tamparan tersebut.
Tidak sampai di situ kegilaan Sonia dia bahkan mendorong helena dengan keras hingga gadis itu terenak dengan keras pada lantai. Begitu juga dengan tas yang ada di bahu Helena yang terhempas ke lantai.
Awalnya Helena tidak mempermasalahkan tamparan itu, dia hanya berpikir saat lift tiba, dia akan segera pergi meninggalkan wanita gila yang telah menamparnya itu.
Namun saat dia melihat tas kerjanya menghantam lantai dengan keras, bahkan terdengar suara yang cukup membuat Helena emosi.
Dengan cepat Helena membuka tasnya, kemudian mengeluarkan Macbook kesayanganya. Ia berharap tidak ada kerusakan pada laptopnya, namun saat di keluarkan terlihat sudut laptop tersebut pecah bahkan kaca layar ikut pecah.
Helena menghela nafasnya sejenak, lalu menutup laptopnya kembali dan menyimpanya ke dalam tas. Ia meletakkan tas tersebut ke pinggir entah untuk apa, kemudian dia bangkit dari posisi duduknya.
"Aku sudah cukup bersabar dengan semua tingkah mu, tapi sepertinya kau selalu saja mencari cari sebab," Helena mendekat pada Sonia.
Sonia yang tidak ingin kalah dari gadis yang jauh lebih muda darinya, meletakkan kedua tangannya ke pinggang kemudian dia berseru dengan lantang.
"Memangnya kenapa? Kamu bisa apa tanpa- Aghhh...."
Ucapan Sonia berhenti dan digantikan dengan teriakan nyaring akibat tamparan keras dari Helena pada pipi kanan.
"Aku berusaha mengabaikan tamparan mu, harusnya kau tidak mendorongku tadi!" kata Helena melangkah pada Sonia yang terhuyung sangat kera.
Kepala sonia pening saking kerasnya tamparan Helena, hidungnya bahkan sampai mengeluarkan darah. 'Sialan!'
Helena berdiri di hadapan Sonia yang berpegangan pada dinding, kepala wanita itu masih tertunduk karena masih merasa pusing akibat tamparan Helena tadi.
Helena bukanya merasa kasihan, dia malah menjambak rambut Sonia hingga wanita itu mendongkak dan pandangan mereka bertemu.
"Kau tahu, Harga laptop ku yang mahal dari harga mu satu malam, Laptopku itu punya nilai lebih tinggi daripada Harga dirimu! Wanita Sialan!" maki Helena.
Dengan penuh amarah Helena menarik rambut itu kemudian membanting tubuh Sonia kelantai.
"Menjijikan!" Hina Helena, bukan hanya mulut yang berucap bahwa mata Helena juga menyiratkan rasa jijik terhadap Sonia.
Helena menghela nafasnya sejenak kemudian mengangkat pandanganya dari Sonia yang meringis di lantai.
"Helena?" terdengar seruan dari orang yang berseberangan dengan posisi berdiri Helena. Orang itu adalah Sebastian dan Delima yang berdiri di sebelahnya.
Helena tidak merespon, dia mengambil tas yang tadi di letakkan di pinggir kemudian melangkah menuju lift yang telah terbuka.
Delima tidak berbicara atau mencoba mengejar Helena, bahkan dia menahan Sebatian yang hendak mengejar Helena.
Sebelum pintu lift tertutup dengan sempurna, Helena melihat senyum kecil di bibir Delima. Dia tahu, harusnya dirinya dibenci karena melakukan hal tadi, tapi kenapa Delima malah tersenyum?
Hiks ...
Helena terduduk di lantai lift, dengan air mata yang membasahi pipinya. Dirinya menyesal telah terpancing emosi hanya karena laptop.
Di sisi lain, Delima yang menahan lengan Sebastian berkata. "Aku yakin dia tidak bersalah!"
"Bagaimana mungkin? Jelas jelas kita melihat dia menganiaya Sonia,"
"Aku tahu!"
"Lalu apa lagi?"
"Entahlah, aku hanya yakin dia tidak bersalah,"
"What?"
"Bukankah kita punya kamera CCtv?"
.
.
TBC