Selamat membaca
.
.
"Dianterin siapa lu?" tanya seseorang saat Helena hendak membuka pintu kamarnya.
"Bos" jawab Helena acuh, dia yakin teman satu kosnya itu tidak akan percaya.
"ya,ya terserah lu deh mau halu gimana," balas teman Helena saat mendengar jawaban Helena.orang itu adalah Nina.
'benarkan, mana percaya tu anak!'- batin Helena.
Helena tidak lagi menghiraukan Nina yang menjulurkan kepalanya keluar dari jendela. Dia memilih untuk melanjutkan kegiatan membuka pintu kamarnya, lalu meninggalkan Nina dengan sedikit lambaian kepada gadis itu sebelum akhirnya menghilang ditelan pintu.
"Elena!" panggil Nina menyusul Helena yang baru saja masuk kedalam kamar kos, Namun karena pintu sudah tertutup Nina tertinggal di luar.
"Masuk aja, gak usah lebay," ujar Helena dari dalam kamar yang sebal dengan gedoran pada pintu kamarnya.
Kos mereka cukup besar. Berada di lantai 3, dengan 6 kamar dan 1 dapur umum, di lantai 4 juga ada kamar kos yang letak dan jumlahnya sama persis dengan di lantai 3, kemudian ada rooftop tempat menjemur pakaian atau bisa juga menjadi tempat duduk santai anak kos di kala melepas penat dari pekerjaan atau tugas kuliah.
Tak jarang mereka melakukan party bakar bakar. Entah itu ayam, jagung, sois atau apapun yang ingin mereka bakar, bahkan banyak yang membakar foto mantan di rooftop tersebut.
"Seriusan tadi lu pulang sama siapa? Bukanya lu gak berani naik ojek car malam malam?" tanya Nina duduk atas ranjang milik Helena.
Mata Nina melihat ke sekeliling kamar Helena, kamar itu masih cukup rapi karena si pemilik baru saja pulang. Palingan hanya dalam hitungan menit kamar ini akan kembali berantakan.
"Udah dibilangin aku pulang sama Pak Bastian!" jawab Helena mulai kesal.
"gua ngomong seriu babi!"
"Gua juga serius setan!" Maki Helena melempar blus yang tadi digunakan seharian, ke wajah Nina. "aku serius, pak Bastian maksa aku buat nganter, karena kantor sudah mulai sepi," Lanjut Helena.
Nina mencampakkan baju bau keringat itu ke lantai, lalu menoleh pada Helena yang hanya mengenakan pakaian dalam. Helena mengambil handuk lalu memasuki kamar mandi.
Dari tempat duduknya, Nina mendengar suara guyuran air, lalu kembali tenang. Sepertinya Helena sedang menggunakan sabun.
"Tadi aku liat si Sanyo sama kepala departemen, mereka rangkulan!" kata Helena dari dalam kamar mandi.
"Sanyo? Lah bukannya dia udah tunangan sama kepala perbankan di bank BNI?" tanya Nina sambil mengambil sapu dan sekop, lalu mengumpulkan pecahan kaca yang teronggok di sudut kamar.
"Lu punya buktinya?" tanya Nina selanjutnya.
Nina mengambil beberapa lembar, lalu membasahi tisu itu dengan air galon.setelah itu ia mengusap tisu itu pada lantai sisa onggokan pecahan kaca tadi. Dia mengumpulkan beling halus yang tidak terbawa oleh sapu.
"Nah itu dia! Pas aku mau foto, eh malah di larang sama pak Bastian brengsek itu!" kesal Helena bersamaan dengan suara gayung jatuh.
"Jadi lu beneran di antar sama pak bos?" tanya Nina kembali duduk di tempat semula setelah mendengar guyuran air sekali lagi. Itu tandanya Helena akan segera selesai.
"kan udah dibilangin dari tadi anak Septian!" gemas Helena dari dalam kamar mandi.
Nina hanya tertawa, meskipun ada perasaan tidak percaya dan tabjuk secara bersamaan dalam satu waktu. Dia tidak menyangka Helena benar benar diantar oleh bos mereka.
Tak lama Helena keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang menutupi dada hingga pahanya. Lalu rambut yang sedikit melewati bahu itu tergerai begitu saja hingga air menetes ke lantai.
"keringin rambut lu dulu!" kata Nina.
"Berisik!"
Nina kembali terkekeh. Sifat Helena di rumah atau di kantor terlihat sama saja, tidak seperti dirinya yang di kantor selalu menjaga sopan santun untuk menjaga nama baiknya, karena itulah saat di kantor pengucapannya lebih sopan seperti menggunakan kata 'aku' 'kamu' dalam berbicara.
Sedangkan pada kehidupan sehari hari, Nina menggunakan kata 'lu' 'gua', karena memang aslinya Nina menggunakan menggunakan kata itu di rumahnya. Nina berasal dari keluarga Betawi.
"lu kalo tinggi dikit bisa jadi model loh," kata Nina pula saat Helena tengah mengenakan pakaiannya.
"hah? Apa apaan itu?"
"ya, lu semok depan belakang, tapi sayangnya pendek!" kata Nina memberi isyarat bahwa Helena hanya setinggi bahu.
"heh manusia tower. Untuk orang indonesia, 161 itu sudah pas. yang ketinggian itu kamu. Pak Bastian aja gak setinggi kamu!" kata Helena mencibir balik. "Dasar 'kutilang dara'!" lanjut Helena terkekeh sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk.
"apaan tu?"
"Kurus, tinggi, langsing, dada rata!" jawab Helena tertawa lepas.
"biadab!"
Mereka sama sama tertawa. Mencaci maki, mengumpat dan memberikan gelar aneh sudah menjadi keseharian mereka. terlebih mereka selalu satu kos sejak kuliah.
Jika Nina pindah kos karena bermasalah dengan seseorang atau ibu kos, maka Helena juga akan ikut pindah, begitu juga sebaliknya. Meskipun faktanya mereka tak sekali pernah tinggal sekamar.
"emak sama babe tadi datang," kata Nina bangkit dari posisi duduknya.
"yah ... gak ketemu sama babe ... padahal kangen banget sama emak," kata Helena mendesah sedih.
Nina hanya menggelengkan kepala tidak peduli dengan gaya bicara Helena yang sedikit ngawur. Seperti tadi, dia terlihat sedih karena tidak bertemu dengan ayah Nina, tapi di ujung kalimat dia berkata merindukan ibu Nina.
"Ayo, emak juga bawain lu rendang kambing," kata Nina mengajak Helena kekamarnya.
Selama ini, orang tua Nina selalu memperlakukan Helena seperti anak mereka. Karena orang tua Helena yang berada sangat jauh, bahkan jika orang tuanya ingin berkunjung mereka harus menyeberangi pulau, karena Helena berasal dari Riau.
Tentu saja, jarak yang sangat jauh itu membuat Helena tidak pernah dikunjungi oleh orang tuanya, hanya Helena lah yang pulang ke Riau sesekali.
Sedangkan orang tua Nina tinggal Di Bogor. Di mana perjalanan hanya memakan waktu kurang lebih dua jam. Tergantung situasi jalanan.
Karena jarak itulah, membuat Helena menjadi akrab dengan orang tua Nina, bahkan Helena sering mengirimi orang tua Ninia uang, atau minta dibuatkan sesuatu jika ingin datang berkunjung sekali sebulan.
"Padahal aku mau nitip petai yang di dekat kebun abah!" kata Helena lesu.
"Kan gua dah bilang dari dua hari yang lalu kalo abah ada urusan di bekasi, jadi bakal mampir kemari," kata Nina.
Nina membuka sebuah lemari. Lemari itu adalah lemari pakaian plastik yang beralih fungsi menjadi rak rak penyimpanan makanan dan beberapa kebutuhan dapur. Helena juga demikian.
"Nih punya lu, emak bilang lu kudu banyak makan biar cepat besar!" kata Nina menyerahkan sebuah rantang dari bahan plastik FREE BPOM, di mana memiliki empat tingkatan serta empat warna.
Rantang itu memang milik Helena, setidaknya dia memiliki 3 yang seperti itu.
"Aku mencium aroma Cumi!" kata Helena bersemangat.
"iya, lu abisin dah yang itu dulu, takut basi kalo nunggu besok," kata Nina memberi tahu.
"Siap, aku balik ke kamar. Sekalian nelpon abah ama emak, baye."
Nina hanya mengulas senyum, sebenarnya ada perasaan iba terhadap Helena, hanya saja dia berusaha menutupinya agar Helena tetap nyaman.
"Ahh.. emak masakan kesukaan anak sendiri masa gak tau sih!"
.
.
TBC