Hening. Gisel masih saja diam, duduk di ranjang dengan kedua kaki di tekuk dan kepala di letakan di atas kaki. Ingatannya masih berkutat dengan kejadian beberapa hari terakhir, di mana dia dan Kenzo sering kali melakukan kegiatan terlarang. Dia tahu jika hal tersebut salah, tetapi dia juga tidak berani untuk melawan.
Kalau dia memberikan rekaman itu dengan mama, mama pasti kecewa dan bisa terkena serangan jatung, batin Gisel dengan raut wajah berpikir.
"Tapi aku tidak bisa diam saja. Aku tidak mau begini terus. Aku juga tidak mau kalau sampai hamil anaknya," gumam Gisel lirih, takut Kenzo yang sedang berada di kamar mandi mendengarnya.
Hamil. Gisel yang kembali mengingat ucapan Kenzo beberapa waktu lalu langsung menelan saliva pelan, takut jika Kenzo serius dengan apa yang dia ucapkan. Bagaimanapun pria tersebut adalah kakaknya, meski hanya sekedar kakak tiri, tetapi mereka sudah menjadi sebuah keluarga. Apa yang akan orang katakan jika Gisel mengandung anak dari pria tersebut?
Gisel mendesah kasar. Dia mulai mengambil bantal, diletakan di atas kaki dan menenggelamkan kepala. Dia ingin melupakan masalah hidup yang terasa rumit menurutnya. Bukan hanya rumit, Gisel merasa jika takdir seakan tidak berpihak dengannya. Terbukti dengan banyaknya masalah yang harus dia hadapi selama ini. Hingga dia teringat dengan ucapan Kenzo yang sempat mengatakan Eve datang ke hotel di mana mereka berada. Seketika, Gisel berdecak kecil dan memutar bola mata pelan.
"Astaga, kenapa dia harus datang," gumam Gisel dan langsung mendongakan kepala. Rasanya benar-benar ingin pergi dari tempat tersebut. Dia yakin jika Eve melihat Kenzo keluar dari kamarnya, perempuan yang akan menjadi tunangan kakaknya tersebut akan marah besar.
Jangankan keluar dari kamarku. Baru melihat kami berjalan bersama saja sudah marah, batin Gisel, mengingat Eve yang selalu saja marah dan membenci dirinya. Tidak pernah sekali pun perempuan tersebut bertingkah baik dengannya. Hingga pintu kamar mandi terbuka, menghadirkan Kenzo yang sudah segar dan hanya menggunakan bathrobe. Rambutnya masih basah, membuat sisi maskulinnya terlihat.
Sejenak, Gisel hanya diam, terpaku dengan tubuh atletis sang kakak. Tetes air di rambut pria tersebut seakan membuatnya semakin terlihta menggoda. Hingga tanpa sadar, Kenzo sudah berhenti tepat di depan Gisel dan membungkukan tubuh.
"Kenapa menatapku begitu, Gisel?" tanya Kenzo, tepat di depan wajah Gisel. "Mau meminta agar aku menemani kamu bermain di ranjang lagi?"
Gisel yang mendengar langsung menggelengkan kepala, takut jika Kenzo benar-benar melakukannya. Dia kembali menarik selimut, menutupi sampai ke dada, tidak ingin jika Kenzo melihatnya. Dia takut kalau nantinya sang kakak malah akan menidurinya lagi.
Bekas kemarin sama hari ini saja belum hilang sakitnya. Aku gak mau lagi, batin Gisel dengan pandangan was-was.
Namun, Kenzo yang mendengar bukannya merasa simpati, dia malah menaikan sebelah bibir dan menatap penuh kemenangan. Melihat wajah takut adik tirinya adalah sebuah kebahagiaan tersendiri untuk dia. Hingga dia menegakan tubuh dan melangkahkan kaki, menuju ke arah lemari yang sudah menyimpan pakaiannya. Tanpa rasa malu sedikit pun, dia melepas bathrobe, menunjukkan seluruh lekuk tubuhnya yang tidak berbalut apa pun.
Gisel yang melihat hal tersebut langsung menutup mata rapat. Astaga, apa dia tidak memiliki rasa malu sedikit pun, batin Gisel, merutuki kelakuan sang kakak. Meski dirinya sudah sering kali melihat, tetap saja rasanya malu karena bagaimanapun mereka adalah dua orang yang berbeda jenis kelamin. Sampai dia merasakan remasan di dada, membuatnya membuka mata.
"Aku harus keluar, Gisel. Malam ini aku akan membairkan kamu bebas," ucap Kenzo.
Gisel yang mendengar hanya diam dan menutup mulut rapat. Sebisa mungkin dia mencoba untuk tidak mendesah karena tangan sang kakak yang terus memainkannya. Hingga Kenzo berhenti dan menatap lekat.
Namun, tanpa sepatah kata pun, dia langsung melangkahkan kaki. Tidak terlihat raut wajah bersalah karena sudah menyentuh tubuh sang adik, meski hanya dari luar selimut. Hingga Kenzo yang berada di depan pintu dan siap keluar berhenti, menatap ke arah Gisel yang masih memperhatikannya.
"Aku sarankan kamu mandi, Gisel. Kita tidak tahu apa yang akan Eve lakukan, kan," ucap Kenzo dengan sebelah bibir terangkat dan keluar dari kamar.
Mendengar hal tersebut,Gisel langsung tersadar. Dengan cepat, turun dari ranjnag dan langsung menuju ke arah kamar mandi. Dia tidak mau kalau nantinya Eve melihat dirinya yang tanpa busana karena bagaimanapun, apa yang Eve lakukan tidaklah pernah terduga.
Bisa sajakan kalau dia malah meminta tidur denganku supaya memastikan kalau aku tidak dekat dengan kak Kenzo, batin Gisel.
***
"Aku tanya, di mana kamar Kenzo Kingslye?" tanya Eve kembali. Kali ini dengan penuh penekanan dan raut wajah tidak bersahabat. Dia benar-benar sudah kelewat kesal karena sudah hampir satu jam dia di meja resepsionist dan tidak mendapatkan jawaban apa pun. Beberapa penjaga juga sudah mendekat ke arah Eve, memastikan jika perempuan tersebut tidak akan membuat keributan dan melukai sang petugas.
"Sekali lagi maaf, Nona. Kami tidak bisa memberitahu anda karena ini adalah rahasia," jawab sang resepsionist, tidak kalah tegas. Dia juga lelah karena Eve terus bertanya mengenai hal yang sama padahal jelas dia menjawab jika itu adalah rahasia.
Eve yang awalnya ingin bersikap manis dan anggun mulai berubah. Dia tidak lagi seperti wanita manis dan anggun. Kali ini, dia benar-benar terlihat seperti gadis bar-bar yang tidak memiliki kesopanan sama sekali. Pasalnya, sudah berulang kali dia berteriak dan memaki sang petugas, membuat keributan dan mengabaikan jika dirinya adalah anak dari seorang pengusaha sukses dan cukup terkenal. Peringatan dari Citra pun tidak dia pedulikan. Beruntung kali ini sudah malam dan tidak ada yang melihat kejadian kali ini.
"Aku tanya sekali lagi, di mana kamar Kenzo?" tanya Eve dengan penuh penekanan.
"Maaf, Nona. Kam …."
"Aku mau jawaban di mana kamarnya, sialan!" teriak Eve dengan emosi yang langsung meledak.
"Ini sudah malam dan kamu membuar keributan, Eve."
Eve yang baru saja memaki dengan emosi meningkat langsung berhenti. Dia memutar tubuh dan menatap ke asal suara. Wajah yang sejak tadi menunjukkan emosi langsung berubah menjadi ceria ketika melihat Kenzo ada di depannya. Suasana hatinya juga langsung berubah. Terlebih ketika Kenzo mendatanginya dan berdiri tepat di depannya. Dengan cepat, Eve melangkah dan berniat mendekap tubuh sang kekasih, tetapi gagal karena Kenzo yang melangkah mundur dan menjaga jarak.
"Kenapa?" tanya Eve, bingung karena Kenzo yang tidak mau dia peluk.
"Kenapa kamu ke sini, Eve?" tanya Kenzo dengan tatapan tajam.
"Aku ke sini karena mencari kamu, Kenzo," jawab Eve dengan senyum sumringah.
"Kalau begitu, sekarang kamu sudah menemukanku. Jadi, pulanglah," tegas Kenzo, membuat Eve yang mendengar langsung membelalakan kedua mata lebar.
***