Chereads / Sleeping with The Devil / Chapter 24 - Pertengkaran Pagi Hari

Chapter 24 - Pertengkaran Pagi Hari

Tersiksa. Itulah yang dirasakan Gisel kali ini. Tubuhnya terasa begitu lelah dan pegal. Semalaman, dia harus tidur di sofa karena ulah Eve yang memaksa tidur di ranjang dan mengusirnya. Berulang kali Gisel mencoba membela diri sendiri, tetapi berulang kali juga Eve memaki dirinya. Gisel yang memang sudah terlalu lelah memilih mengalah dan enggan memperpanjang masalah. Dia tidak ingin jika Eve mengadu dengan kedua orang tuanya dan mengatakan hal yang tidak-tidak. Meski tidak dimarah, tetapi tetap saja tidak terima jika kedua orang tuanya harus meminta maaf untuk sesuatu yang tidak pernah dia lakukan.

Gisel yang sudah membuka mata langsung menarik napas dalam dan membuang perlahan. manik matanya masih menatap langit kamar dengan tatapan kosong. Sejenak, dia hanya diam dan memikirkan kehidupannya, mencoba menerka apa yang akan takdir berikan selanjutnya. Kebagaiaan atau kepedihan? Mengingatnya membuat Gisel mendesah kasar.

Sejenak, Gisel hanya diam, ingin meratapi nasibnya yang benar-benar menyedihkan. Dia mulai memiringkan tubuh, menatap ke arah ranjang dengan tatapan sendu. Di sana, terlihat Eve sedang berbaring dan bergelung dengan selimut. Tampak nyaman dan juga nyenyak, membuat Gisel mengulas senyum miris. Itu adalah tempat tidurnya. Seharusnya dia yang ada di sana, kan? Bahkan Kenzo yang memesankan untuk dirinya.

Gisel yang mengingat nama sang kakak mendesah kasar. Apa yang akan dilakukan Kak Kenzo kalau melihat ini, batin Gisel. Namun, sesaat kemudian dia mendesah lirih. Sadar diri jika Kenzo tidak akan melakukan apa pun. Kenzo begitu menyukai jika dirinya berada dalam masaalah dan juga tersiksa. Jujur, Gisel ingin mengubah pemikirannya, tetapi nyatanya memang seperti itulah sosok Kenzo dalam kehidupannya.

Gisel kembali menarik napas dalam dan lagi-lagi mendesah kasar. Entah sudah berapa kali helaan dia selama pagi ini. Tidak mengerti, kenapa tiba-tiba dia merasa begitu sedih hanya karena Eve yang merebut ranjangnya. Hingga terdengar seseorang membuka pintu, membuat Gisel menatap ke asal suara.

"Kak Kenzo," gumam Gisel ketika melihat kakaknya sudah berdiri di ambang pintu dan menatapnya lekat. Dengan cepat, dia bangkit dan duduk.

Kenzo yang mendapati Gisel di sofa hanya diam, masih dengan raut wajah datar dan tidak menunjukkan ekpsresi sama sekali. Namun, pandangannya beralih, menatap ke arah Eve yang masih berbaring dengan nyenyak. Seperti tebakannya semalam, Eve pasti akan membuat Gisel menderita. Hingga dia melangkah masuk dan memasukkan kunci kamar Gisel ke dalam saku celana.

Kenzo menghentikan langkah ketika berada di pinggir ranjang. Dengan kasar, dia menarik selimut yang sejak tadi menutupi tubuh Eve, membiarkan udara AC menyentuh kulit wanita tersebut. Tidak sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Dia hanya menatap dengan pandangan dingin, membuat Gisel yang ada di sana pun hanya diam.

Astaga, apa yang akan dia lakukan, batin Gisel, penasaran dengan apa yang akan dilakukan Kenzo selanjutnya.

"Gisel, jangan ganggu aku," ucap Eve ketika dia merasa tidurnya terganggu. Dia bahkan langsung menarik selimut hingga sebatas dada.

"Kamu mau berbaring sampai kapan, Eve?" Kenzo mulai membuka suara ketika melihat Eve masih tetap dengan kedua mata terpejam.

Seketika, Eve yang mendengar suara bariton tersebut langsung membuka mata. Dengan cepat, dia menatap ke asal suara. Melihat Kenzo yang sudah berdiri di dekatnya langsung bangkit dan duduk. Tangannya langsung merapikan rambut yang acak dan melirik ke arah Gisel yang tengah duduk tidak jauh darinya.

Aku benar-benar akan membalas kamu, Gisel, batin Eve dengan emosi tertahan. Dia tidak mungkin menunjukkan kemarahannya di depan Kenzo dan jika itu terjadi, penilaian Kenzo terhadapnya akan semakin buruk.

"Kamu menyuruh adikku tidur di sofa dan kamu tidur di ranjang, Eve?" tanya Kenzo, membuat lamunan Eve buyar seketika.

Eve yang mendengar langsung menatap ke arah Kenzo. Namun, lidahnya terasa kelu, benar-benar sulit untuk digerakkan. Pikirannya pun seakan tidak bisa berjalan dengan benar, sulit mencari alasan karena tatapan Kenzo yang begitu tajam.

"Ini yang kamu bilang tidur bersama? Kamu menguasai ranjang yang seharusnya menjadi miliknya. Tidakkah kamu beprikir, di sini bukan dia yang menumpang, tetapi kamu. Jadi, bukankah seharusnya kamu yang tidur di sofa dan bukan Gisel." Kenzo mulai mengeluarkan ucapan sadisnya, tidak mempedulikan raut wajah wanita di depannya.

"Aku jadi penasaran, Eve. Bagaimana reaksi kedua orang tuaku kalau sampai mereka tahu kelakuan wanita yang akan dia jodohkan dengan putranya ternyata tidaklah baik. Bahkan dia tega menyiksa putri mereka," celetuk Kenzo, semakin memasang raut wajah dingin. "Apa kamu pikir Papa akan tetap di pihak kamu?"

Deg. Eve yang mendengar langsung diam, terkejut dengan apa yang dikatakan Kenzo. Benarkah pria di depannya akan melaporkan apa yang dilakukannya pada Gisel? Namun, mengingat jika Kenzo juga bukan pria yang begitu menyayangi Gisel membuatnya mendesah kasar dan menatap lekat.

"Jangan bertingkah seakan kamu menyayanginya, Kenzo. Kamu bahkan sering menyiksa dia, kan?" Eve mulai membuka suara dan menatap lekat. Terlihat raut wajah penuh kemenangan karena kali ini dia bsia membalikkan keadaan.

"Kamu yakin aku menyiksanya?" Kenzo mulai menyunggingkan sebelah bibir dan mengalihkan pandangan. "Apa kamu merasa begitu, Gisel?" tanya Kenzo, menatap Gisel lekat.

Sejenak, Gisel hanya diam, terkejut karena Kenzo yang tiba-tiba membawa dirinya dalam masalahnya dengan Eve. Namun, sesaat kemudian, dia mampu menguasai diri dan menggelengkan kepala. Meski dia ingin mengangguk, tetapi Gisel mengurungkannya. Dia jauh lebih takut dengan Kenzo dibandingkan Eve dan dia tidak ingin membuat masalah dengan sang kakak.

"Kamu sudah lihat sendirikan, Eve? Jadi, aku rasa lebih baik kamu keluar dari kamar ini," tegas Kenzo.

"Kenzo, ak –"

"Pergi ke kamarku, Eve," sela Kenzo, membuat Eve yang mendengar langsung diam dengan tatapan lekat.

Apa ini benar, batin Eve, masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Namun, sesaat kemudian, dia menyipitkan mata dan menatap Kenzo penuh rasa curiga.

"Kenapa kamu menyuruhku keluar, Kenzo? Kamu takut aku melukai adik kesayangan kamu ini?" tanya Eve dengan nada sinis.

Kenzo yang mendengar mendesah kasar dan berkata, "Di sini akan diadakan pesta sebagai perayaan kerjasama perusahanku dengan hotel ini, Eve. Aku sudah menyiapkan pakaian untuk kamu di kamar. Tapi kalau kamu memang tidak mau, itu tidak masalah karena ak –"

"Aku akan segera ke kamar kamu," sela Eve yang langsung turun dari ranjang dan menuju ke arah pintu. Namun, baru saja dia akan keluar, dia langsung berhenti dan menatap ke arah Kenzo.

"Kenapa kamu masih di sini?" tanya Eve.

"Kamu tahukan kalau Gisel tidak pernah tahu fashion. Jadi, aku di sini memastikan penampilannya agar tidak membuat malu," jawab Kenzo.

Eve yang mendengar menganggukkan kepala, membenarkan apa yang dikatakan Kenzo. Tanpa mengatakan apa pun, Eve keluar dan menutup pintu. Hatinya tengah berbunga-bunga, bahagia karena Kenzo ynag akan mengajaknya ke sebuah pesta.

Kenzo yang mendengar langsung menuju ke arah pintu dan menguncinya, membuat Gisel yang melihat menelan saliva pelan. Hingga Kenzo kembali menatap ke arahnya dengan pandangan lekat.

"Sekarang kamu selesaikan urusan kamu denganku, Gisel," ucap Kenzo dengan penuh penekanan.

Astaga, apa yang akan dilakukannya, batin Gisel penuh waspada.

***