"Dimana dia?" tanya Kenzo ketika melihat Arkan sudah menunggunya di depan sebuah pintu.
"Di dalam, Tuan," jawab Arkan dengan tenang. Dia mulai memutar knop pintu dan membuka lebar.
Kenzo yang melihat segera melangkah masuk. Dia penasaran, siapa orang yang berani bermain-main dengan keluarganya. Dia ingin melihat, orang seperti apa yang tengah melawannya. Hingga dia melihat seseorang yang tengah duduk di kursi kayu dengan tubuh terikat dan kepala ditutup kain hitam. Hanya terdengar gumaman dari arah pria tersebut karena anak buah Kenzo yang menutup mulutnya dengan lakban.
"Dia orangnya?" tanya Kenzo sembari menghentikan langkah.
"Iya, Tuan. Dia yang memberikan minuman dengan Nona Gisel," jawab Arkan dengan tenang.
Kenzo yang mendengar mendesah kasar. Dia mulai melangkah pelan, membuat ruangan dengan cahaya remang tersebut terasa begitu mencekam. Bahkan, tidak ada yang membuka percakapan sama sekali dari anak buah Kenzo. Mereka hanya berjaga di belakang sang tahanan, memasang raut wajah datar dan tanpa ekspresi sama sekali. Hingga Kenzo yang sudah berhenti di depan pria tersebut langsung menarik penutup kepala, membuat wajah sang pelaku terlihat.
Hening. Pria yang saat ini terikat langsung diam, berhenti memberontak ketika melihat Kenzo yang sudah berdiri di depannya. Kedua matanya bahkan mulai melebar dengan raut wajah berubah menjadi pucat. Terutama ketika Kenzo mulai menundukkan tubuh agar setara dengannya, pria tersebut semakin terlihat ketakutan.
Sayangnya, Kenzo tidak memiliki simpati sama sekali. Siapapun yang membuat masalah dengannya, dia harus menerima akibatnya. Namun, sebelum Kenzo melakukannya, dia tetap ingin mendengar penuturan pria tersebut. dia ingin tahu, apa yang Eve katakan hingga pria di depannya berani melawannya. Sampai dia mengulurkan tangan, meraih ujung lakban dan melepas kasar.
"Aww," pekik sang pelayan yang sudah beralih menjadi tahanan tersebut.
Kenzo yang melihat wajah kesakitan pria di depannya langsung mengulas senyum dengan sebelah bibir terangkat. Rasanya puas melihat pria di depannya merasakan sakit. Bahkan, dia benar-benar ingin melakukan hal lebih. Sayangnya, kali ini Kenzo tidak ingin gegabah. Dia membutuhkan keterangan pria di depannya, berharap semua informasi yang didapatnya kali ini akan berguna. Hingga dia menegakan tubuh dan menatap lekat.
"Katakan, kenapa kamu memberikan minuman yang sudah tercampur obat perangsang dengan adikku?" tanya Kenzo dengan tegas dan memasang raut wajah serius.
"Saya tidak tahu apapun, Tuan. Saya benar-benar tidak tahu," jawab sang pelayan dengan raut wajah penuh ketakutan.
"Kamu bilang tidak tahu," ulang Kenzo dengan sebelah bibir terangkat dan kembali menundukkan tubuh. "Kamu pikir saya gila karena menuduh tanpa bukti?" Kenzo mulai mengulurkan tangan ke arah Arkan.
Arkan yang mengerti langsung memberikan ponsel miliknya, membuat Kenzo yang sudah menerima mengulas senyum tipis. Dia mulai mengarahkan layar ponsel yang tengah memutar video di ruang pesta ke arah sang pelayan. Manik matanya masih memperhatikan pria di depannya, berusaha menangkap hal aneh dengan pria tersebut. Hingga Kenzo yang merasa puas langsung mematikan ponsel dan menegakan tubuh.
"Jadi, kamu masih mau mengelak?" tanya Kenzo dengan tenang.
"Benar bukan saya, Tuan. Saya tidak tahu apa pun," jawab pria tersebut, masih kekeh dengan jawabannya.
"Kamu bilang kamu tidak tahu? Kamu kira aku sedang bercanda?" Kali ini, Kenzo menatap tajam dengan rahang mengeras, menunjukkan apa yang bisa dia lakukan dengan pria di depannya. Dengan tenang, dia mengambil pelatuk di dekatnya dan mengarahkan tepat di kepala pria tersebut.
"Katakan dengan jujur atau aku akan menghabisi kamu," desis Kenzo dengan raut wajah serius.
"Saya benar-benar tidak tahu, Tuan. Saya hanya pelayan biasa dan tidak akan berani macam-macam. Mengenai minuman yang saya berikan dengan adik anda, saya sendiri tidak memberikan apapun. Saya hanya menerima minuman dari wanita lain dan saya tidak tahu jika ada obatnya," aku sang pelayan dengan keringat yang mulai keluar.
"Kamu kenal orangnya?" tanya Kenzo.
"Tidak sama sekali," jawab sang pelayan lagi.
Kenzo menurunkan senjata di tangan, berganti mengambil ponsel di kantong celana. Dia mulai sibuk dengan benda pipih tersebut mengarahkan layar ke arah sang pelayan, membuat pria di depannya membelalak lebar.
"Ini orangnya. Dia yang memberiku minuman dan mengatakan agar aku memberikan dengan adik anda," ucap sang pelayan.
Kenzo yang mendengar langsung menaikan sebelah bibir dengan raut wajah sinis. Kena kamu, Eve. Setelah ini aku pastikan jika rencana perjodohan kita akan batal, batin Kenzo, menunjukkan senyum penuh kemenangan.
***
Gisel menarik napas dalam dan membuang perlahan. kakinya melangkah keluar kamar mandi dan masih menggunakan bathrobe. Pasalnya, kali ini dia berada di kamar Arkan dan tidak ada pakaian sama sekali. hanya ada gaun yang sempat dipakainya untuk ke pesta dan Gisel merasa tidak nyaman sama sekali untuk menggunakannya kembali.
Gisel masih terus melangkah, menuju ke arah sofa. Perutnya terasa lapar, tetapi tidak berani melakukan apapun. Dia masih cukup ingat dengan larangan Kenzo sebelum pria tersebut pergi. Kenzo bahkan melarangnya membuka pintu kamar Arkan. Selain itu, Gisel juga masih cukup ingat dengan ucapan Kenzo yang mengatakan jika ada yang berniat membuat keluarga Kingsley malu melalui dirinya, semakin mengecilkan niat Gisel untuk menentang sang kakak. Hingga dia duduk di sofa dan mendesah kasar.
"Tahan sebentar, cacing. Kita tunggu kakak pulang," gumam Gisel, seakan cacing dalam perutnya mengerti dengan ucapannya.
Namun, nyatanya cacing di perut Gisel tidak mengerti sama sekali karena perutnya tetap saja lapar. Bahkan sampai menimbulkan bunyi yang cukup nyaring, membuat Gisel mendesah kasar. Dia mulai meraih botol berisi air mineral di depannya dan meneguk, berharap hal tersebut bisa menahan rasa lapar yang dia rasakan.
Semoga Kak Kenzo segera datang, batin Gisel penuh harap. Hingga dia meletakan botol air mineral dan menyandarkan tubuh dengan punggung kursi.
Hening. Gisel hanya diam. bukannya merasa laparnya berkurang, Gisel malah merasa jika perutnya penuh dengan air karena dari tadi terus meneguk air mineral. Dia bahkan mulai memejamkan mata, bingung untuk meredam cacing yang sejak tadi ingin berdemo.
Namun, baru saja Gisel memejamkan mata, pintu kamarnya terbuka, membuat Gisel mau tidak mau kembali membukanya. Dia penasaran dengan tamunya kali ini. hingga Kenzo hadir dengan nampan yang didalamnya terdapat piring dengan nasi dan lauk, membuat Gisel mengulas senyum lebar.
"Aku tahu kamu pasti lapar, Gisel. Jadi, aku bawakan makanan untuk kamu," ucap Kenzo sembari mendekat dan meletakan piring di depan Gisel.
Gisel yang melihat langsung tersenyum lebar dan menatap Kenzo lekat. "Terima kasih, Kak," kata Gisel.
"Setelah ini, kita pulang," ucap Kenzo kembali, membuat Gisel langsung terdiam dengan tatapan lekat.
Kenapa rasanya buru-buru, batin Gisel dengan penuh tanya.
***