"Terima kasih," ucap Gisel ketika seorang pelayan memberikan gelas berisikan jus denganya. Manik matanya masih menatap ke arah sang pelayan masih memperhatikannya, membuat Gisel mengulas senyum canggung. Rasanya tidak nyaman dengan tatapan pria tersebut. Hingga beberapa saat kemudian, pria tersebut pergi, membuat Gisel mendesah pelan.
Astaga, kenapa dia melihatku begitu, batin Gisel, merasa ada yang tidak beres dengan pria yang baru saja mendatanginya.
Namun, Gisel tidak mengenal pria tersebut. Manik matanya bahkan terus memperhatikan pelayan yang baru memberinya minuman dan tidak melihat ada yang mengganjal. Sang pelayan bahkan hanya memberikan minuman dan pergi. Hanya dengannya dia berhenti terlalu lama, membuat Gisel memilih mengabaikan dan menyeruput jus di tangan.
Mungkin karena dia tidak pernah melihat keluarga Kingsley selain Kak Kenzo. Itu sebabnya dia menatapku saat tahu ada keluarga Kingsley yang lain datang, pikir Gisel dengan enteng. Dia tidak ingin terlalu banyak memikirkan hal lain dan hanya ingin fokus dengan pesta yang dia hadiri. Kali ini, dia hadir bukan sebagai orang biasa, membuatnya harus fokus agar tidak membuat kesalahan yang akan mempermalukan nama keluarga.
Gisel memilih diam, berdiri di sebelah Kenzo dengan tenang. Meski dia sendiri tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan, Gisel memilih tidak pergi. Pasalnya, sebelum berangkat, pria tersebut sudah mewanti-wanti agar Gisel tidak menjauh. Hingga dia menatap sekitar dan tidak melihat Eve dimanapun, membuatnya mengerutkan kening dalam.
Kemana Eve, batin Gisel penuh tanya. Hingga dia merasakan sesuatu yang aneh dengan tubuhnya, membuatnya menutup mulut rapat dan meraih lengan Kenzo. Bahkan, tanpa sengaja dia meremas, berharap kakaknya akan menatap ke arahnya.
"Kenapa?" tanya Kenzo dengan nada suara yang terdengar sama. Dingin dan tanpa perasaan.
"Aku merasa ada yang aneh dengan tubuhku, Kak," ucap Gisel, sembari menahan gejolak yang entah darimana datangnya.
Kenzo yang melihat reaksi Gisel hanya diam. Manik matanya masih memperhatikan wanita tersebut dengan seksama. Dia yakin, ada yang tidak beres dengan wanita di dekatnya. Bahkan, beberapa kali wanita tersebut menggesekkan dadanya ke lengan Kenzo, membuat Gisel mendesis pelan.
"Gisel, kamu kenapa?" tanya Kenzo kembali, melihat Gisel yang sudah salah tingkah. Bahkan, terlihat keringat mulai keluar dari tubuh sang adik. Padahal jelas jika ruangan tersebut sudah dilengkapi dengan AC. Hingga Kenzo yang penasaran langsung mengulurkan sebelah tangan, menyentuh kening Gisel.
Namun, siapa sangka jika Gisel malah mendesah lirih. Ada perasaan aneh ketika Kenzo menyentuhkan tangan dan langsung mengenai kulit. Gisel bahkan langsung mengeratkan genggaman, membuat Kenzo mendesah kasar dan menatap ke arah rekan kerja yang sejak tadi memperhatikannya.
"Maaf, sepertinya saya harus undur diri karena adik saya sedang tidak enak badan," ucap Kenzo dengan tenang, seakan Gisel hanya sakit biasa. Padahal sejak tadi wanita tersebut terus mendesah dan mendesis. Apalagi melihat tingkah Gisel yang beberapa kali menggodanya, berusaha menempelkan dengan dada wanita tersebut, Kenzo yakin semua tahu apa yang terjadi.
Namun, sekali lagi Kenzo tetap bersikap profesional. Dia mulai melangkahkan kaki, menuju ke arah pintu keluar dan mengabaikan tatapan para tamu undangan. Dia tahu jika kali ini dia adalah pemeran utama dalam pesta. Meninggalkannya lebih cepat bukanlah hal yang benar, tetapi melihat Gisel kali ini, dia tidak bisa tinggal diam. Dia tidak ingin keluarganya malu karena ulah wanita di sebelahnya.
"Astaga, Gisel. Sebenarnya apa yang kamu makan tadi?" tanya Kenzo, menahan rasa kesal karena Gisel yang tidak hati-hati.
Sayangnya, Gisel hanya diam dan tidak menjawab. Perempuan tersebut hanya sibuk menutup mulut, berharap desahannya tidak keluar. Tubuhnya bahkan mulai terasa lemas dan memanas. Bagian bawahnya pun tanpa sadar mulai basah. Sedangkan bagian dadanya terasa gatal. Setiap gesekan kain di kulitnya membuat Gisel merasakan sensasi berbeda.
Astaga, kenapa begini, batin Gisel, tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Hingga seseorang berhenti di depan Kenzo dan Gisel, membuat langkah keduanya ikut terhenti.
"Apa kabar, Kenzo?" tanya pria di depan Kenzo.
Kenzo yang mendapat sapaan langsung menaikan sebelah bibir dan menatap lekat. "Aku tidak menyangka jika kamu datang, Kevin. Aku pikir kamu masih takut dan terus bersembunyi di balik tubuh orang tua kamu," sahut Kenzo dengan tatapan sinis.
Namun, Kevin yang mendengar malah mengulas lebar dan menatap lekat. "Tentu aku datang, Kenzo. Aku juga mau melihat putri keluarga Kingsley yang tidak pernah terlihat ini," ucap Kevin. Kali ini, dia menatap ke arah Gisel dan mengulurkan tangan.
"Salam kenal, Nona. Saya Kevin Alvero. Salah satu rekan bisnis dari keluarga Kingsley," kata Kevin, memperkenalkan diri dan menunjukkan senyum termanis.
Gisel yang disapa hanya diam. Dia bingung, antara menerima atau menolak. Paslanya, dia takut jika pria di depannya akan mendengar desahannya ketika dia membuka mulut. Namun, di lain sisi, dia juga takut jika tidak membalas, Kevin dan para tamu yang melihat menggosipkan dia dan keluarga Kingsley. Hingga Gisel mengulurkan tangan dan siap membalas.
Namun, beruntung karena Kenzo lebih dulu meraih pergelangan tangannya, menghentikan niat Gisel untuk membalas jabatan tangan Kevin. Tidak dipungkiri, Gisel pun merasa lega karena sang kakak menolongnya.
"Aku rasa kalian tidak perlu berkenalan karena kalian juga tidak akan bertemu lagi," ucap Kenzo dengan sinis dan kembali melanjutkan langkah.
Sedangkan Kevin yang melihat hal tersebut hanya diam. Manik matanya masih memperhatikan ke arah Kenzo yang melangkah menjauh, membuat sebelah bibirnya mengulas senyum lebar.
"Aku rasa aku akan bertemu lagi dengannya, Kenzo," gumam Kevin dengan penuh keyakinan.
Sedangkan Kenzo yang masih melangkah ke arah kamar hotel hanya diam. Bahkan, dia terlihat begitu tergesa, tidak ingin ada yang melihatnya membawa Gisel ke kamar. Hingga dia berada di lift dan menekan tombol di depannya. Tidak lama, dia segera masuk dan pintu lift kembali tertutup.
"Kak," panggil Gisel di sela desahannya.
Kenzo yang mendengar hanya diam. Manik matanya menatap sekeliling dan mendapati CCTV terpasang di dalam lift, membuatnya mengabaikan panggilan dan godaan yang tengah Gisel lakukan. Dia hanya diam, tetap bersikap seolah tidak terpengaruh sama sekali. Hingga pintu lift terbuka, membuat Kenzo langsung menarik Gisel keluar.
"Kak, pelan," protes Gisel karena Kenzo yang menariknya tanpa perasaan.
Namun, Kenzo hanya diam. Dia terus melangkah dengan sebelah tangan mengambil ponsel di saku celana dan menekan nomor seseorang. Dia mulai meletakan ponsel di dekat telinga dan terus berjalan.
"Lihat CCTV di ruang pesta, Arkan. Ada yang ingin membuat Gisel mempermalukan diri di sana," perintah Kenzo dengan serius.
Gisel yang mendengar langsung terdiam dengan kening berkerut dalam. Apa maksudnya, batin Gisel, tidak mengerti dengan apa yang Kenzo katakan.
***