"Kalau begitu, sekarang kamu sudah menemukanku. Jadi, pulanglah."
Eve yang mendengar hal tersebut langsung diam, menatap ke arah Kenzo lekat. Ada perasaan kesal ketika kekasihnya mengatakan hal tersebut. Namun, dengan cepat dia merubah raut wajahnya, tetap terlihat tenang, tetapi penuh dengan wibawa.
"Kamu mengusirku, Kenzo?" tanya Eve dengan raut wajah serius, tetapi tidak menunjukkan jika dia tengah kesal dengan Kenzo.
"Aku hanya mengatakan yang sejujurnya, Eve. Kamu datang ke sini untuk menemuiku. Jadi, karena kamu sudah bertemu denganku, aku mempersilahkan kamu pergi," jawab Kenzo, masih tetap datar dan tanpa ekspresi sama sekali.
Eve terdiam sejenak, memperhatikan kekasihnya dengan pandangan lekat. Dia ingin memastikan jika saat ini Kenzo tengah bercanda dengannya. Namun, harapannya hanya sia-sia karena ekspresi pria tersebut yang tidak terbaca sama sekali. Hingga Eve mendesah kasar dan menatap ke arah Kenzo.
"Aku tidak akan pulang, Kenzo. Ini sudah malam. Seharusnya kamu sebagai kekasih memberikan perlindungan untukku, kan?" ucap Eve dengan sebelah bibir terangkat, merasa menang. Dia tahu Kenzo tidak akan mau mencemarkan nama baik, membuat Eve yakin jika Kenzo akan menyuruhnya tinggal.
"Kamu tenang saja, Eve. Aku pasti akan melindungi kamu. Itu sebabnya aku sudah menyuruh Arkan menemani kamu," sahut Kenzo dengan senyum sinis.
"Antarkan dia, Akan," perintah Kenzo setelahnya.
Eve yang mendengar hal tersebut langsung menatap ke arah Arakn. Menjatuhkan Kenzo memang bukanlah hal yang mudah karena pria di depannya bukanlah pria yang mudah mengalah. Kenzo memiliki segudang akal yang pastinya akan menyelamatkan pria tersebut dari hal semacam ini. Hingga Arkan yang berada di dekatnya berniat meraih tangan Eve, tetapi terhenti karena Eve yang langsung menghindar dan menatap tajam.
"Jangan sentuh aku," deis Eve dengan sorot mata tidak suka.
Tebakannya benar. Kedatangan Eve memang hanya akan membuat Kenzo mendapatkan masalah dan tantangan baru. Kenzo yang melihat berdecak kecil dan memutar bola mata pelan. Rasanya kesal dengan tingkah Eve yang selalu saja menyusahkannya. Hingga dia memastikan meraih pergelangan tangan Eve dan menggenggam erat.
"Bukankah kamu kekasih yang baik, Eve?" tanya Kenzo dengan penuh penekanan.
Mendengar pertanyaan Kenzo, Eve langsung menganggukkan kepala tanpa ragu. Menurut Eve, dia memang kekasih yang baik dan juga pengertian. Terbukti dari dia yang berniat membawakan Kenzo makanan yang dia masak sendiri. Padahal biasanya dia terkesan manja dan tidak pernah melakukan apa pun sendiri. Hinga Kenzo menundukkan tubuh dan menatap dengan jarak yang cukup dekat, membuat Eve langsung mengulum sneyum.
Apa dia akan menciumku di depan umum, batin Eve dengan penuh harap.
"Kalau begitu, pulanglah. Jangan buat pekerjaanku menumpuk karena kamu yang keras kepala," ucap Kenzo, tepat di depan wajah Eve.
Eve yang mendengar langsung diam dengan mulut setengah terbuka, cukup terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Namun, Kenzo tidak peduli sama sekali. Dia memilih menegakan tubuh dan melangkahkan kaki. Dia bahkan merasa lelah dan juga ingin istirahat. Hingga dia mendengar teriakan yang membuatnya menghentikan langkah.
"Kalau aku harus pergi, aku mau Gisel juga pergi dari sini," teriak Eve dengan rahang mengeras.
Kenzo yang mendengar langsung memutar tubuh dan menatap ke arah Eve. "Kamu tidak berhak memerintahku, Eve. Selain itu, dia adikku. Jadi, aku berhak mengajaknya kemanapun," tambah Kenzo serius.
"Dan aku kekasih kamu, Kenzo. Bukankah seharusnya aku yang kamu ajak?" Eve sudah tidak tahan karena Kenzo yang terus mengusirnya pergi.
"Tapi kamu tidak ada kontrobusi dalam hal ini, Eve. Berbeda dengan Gisel yang memang harus mulai belajar mengurus perusahaan," ucap Kenzo.
"Berhenti menentangku, Eve. Jangan buat aku kehabisan kesabaran," tambah Kenzo ketika melihta Eve yang akan kembali mendebatnya.
Eve yang mendengar hal tersebut menarik napas dalam dan membuang perlahan, berusaha mengontrol emosi yang siap meledak kapan saja. Jujur, ada perasaan sedih dan sakit hati yang begitu dalam. Melihat Kenzo yang benar-benar tidak peduli membuatnya merasa terluka. Ditambah dengan pandangan beberapa petugas hotel yang jelas sedang menertawakannya. Hingga dia merasa membaik, membuatnya menatap ke arah sang kekasih.
"Aku akan pergi besok. Ini sudah malam dan aku mau istirahat di hotel. Aku tidak mau terjadi hal buruk denganku," ucap Eve.
"Kalau begitu, silahkan kamu pesan kamar, Eve," sahut Kenzo, masih menunjukkan ekpsresi datar.
"Aku gak mau pesan kamar, Kenzo."
Kenzo yang melihat langsung diam dengan kedua mata menyipit, menatap kekasihnya dengan penuh curiga. Dia tahu jika kali ini Eve pasti memiliki rencana lain yang akan mengganggu ketenangannya. Sampai sebuah kalimat terlontar, membuatnya terdiam.
"Aku mau tidur dengan Gisel," ucap Eve dengan tegas.
***
Gisel membuka pintu kamar mandi dan melangkah keluar. Tubuhnya sudah kembali segar setelah berendam beberapa menit. Setidaknya tidak sekaku setelah Kenzo menidurinya. Dia juga merasa jauh lebih baik, meski dia masih merasakan sesuatu aneh di bagian bawah. Kakinya terus melangkah ke arah ranjang. Kali ini, dia ingin tidur dengan nyenyak karena dia yakin Kenzo tidak akan kembali.
Gisel menghentikan langkah ketika berada di sebelah ranjang. Dia mulai menyingkap selimut dan langsung berbaring. Tubuhnya benar-benar terasa pegal. Sejenak, dia ingin mengistirahatkan tubuhnya dan menikmati suasana sunyi yang begitu menyenangkan. Tidak ada kendaraan yang terdengar di malam hari. Hanya ada suara binatang malam yang sesekali bersuara.
Namun, baru saja Gisel merebahkan tubuh, terdengar ketukan dari arah pintu kamar, membuat fokusnya kembali teralih. Gisel hanya diam dengan kening berkerut dalam, merasa bingung karena malam-malam ada yang mengetuk pintu kamarnya. Jika Kenzo, pria tersebut tidak akan melakukan sopan santun seperti kali ini. Kenzo pasti akan langsung membuka pintu karena pria tersebut memiliki kuncinya sendiri.
Apa pelayan hotel mengantarkan makanan, batin Gisel, tetapi sesaat kemudian dia menggelengkan kepala. Tidak mungkin jika itu pelayan hotel karena tidak mungkin Kenzo memesankan makan lagi.
Gisel yang merasa terganggu langsung menyingkap selimut. Kakinya melangkah pelan, menuju ke arah pintu kamar. Rasanya penasaran dengan seseorang yang ada di depan pintu dan mengganggu waktu istirahatnya. Hingga dia membuka penutup lubang di pintu dan melihat Arkan berada di depan pintu kamarnya, membuat Gisel kembali menutup dan membukanya.
"Selamat malam, Nona. Maaf mengganggu. Saya ingin mengantarkan Nona Eve ke kamar anda," ucap Arkan dengan raut wajaj datar.
Mendengar hal tersebut, Gisel langsung diam. Dia harus tidur dengan Eve? Rasanya Gisel ingin sekali menolak, tetapi Eve yang sudah berdiri di depannya membuat Gisel diam. Dia juga merasa tidak memiliki alasan untuk menolak.
"Kenzo yang menyuruhku tidur dengan kamu, Gisel. Jadi, jangan coba menentang atau kamu akan celaka," ucap Eve dan langusng masuk.
Gisel yang melihat tingkah calon kakak iparnya hanya mampu mendesah pelan dan menutup pintu kamar. Benar apa yang dikatakn Eve. Jangan menantang Kenzo atau dia akan dalam masalah.
Dan sampai kapan hal ini akan terjadi, batin Gisel dengan raut wajah sendu.
***