Ugh!!!
Pria suruhan itu diam selama beberapa detik, akan tetapi, ia dengan cepat sudah berkata lagi, "Dia memang berdiri dipinggir jalan dan membawa kotak yang ia ambil dari toko alat-alat keperluan pasangan, akan tetapi dia bukan sedang menanti seseorang yang menghampirinya, melainkan sedang menantikan para pasangan yang lewat."
Pria suruhan itu menggunakan kata 'menanti', agar pria ini menghentikan semua pikiran buruknya.
Mendengar itu, Loye semakin tidak paham. Matanya menyipit, dengan garang ia berkata, "Katakan dengan jelas, atau aku akan membuatmu tidak bisa bicara selamanya!"
Tidak heran jika pria ini bisa mengeluarkan kata-kata yang begitu tidak berperasaan, dia ini tangan kanan dari Deon Evans Schallert, yang juga terkenal dapat membunuh tanpa pisau di tangannya.
Ugh!!!
Sekali lagi, pria itu terdiam. Ia merasa ada sesuatu yang sedang mencekik lehernya sehingga membuatnya kesulitan meneguk air liur, tapi dengan cepat instingnya mengatakan, jika dia masih membuat pria ini menunggu penjelasannya lebih dari beberapa detik lagi, maka tamatlah sudah hidupnya!
"E, begini tuan, nona itu berada di pinggir jalan ini adalah untuk menjajakan barang-barang yang ia ambil dari toko tadi. Dia berdiri karena menunggu para pasangan yang akan masuk ke hotel atau bar di sekitar tempat ini." Pria suruhan itu berbicara dengan singkat.
"Berjualan?" ulang Loye.
Untuk apa dia menjual barang-barang seperti itu? Dia itu seorang wanita, apa tidak memikirkan nama baiknya?
Inilah yang pertama kali terlintas dipikiran Loye.
"Ya, benar." Pria suruhan itu menjelaskan dengan cepat, "Tampaknya dia sangat memerlukan uang. Sejak pagi hingga sekarang, dia menghabiskan waktu dengan bekerja. Tadi, ketika gadis itu mengunjungi rumah sakit, saya sempat bertanya pada resepsionis serta mengikutinya sampai ke ruang rawat yang ia kunjungi, rupanya di sana ibunya tengah terbaring lemah. Menurut resepsionis yang menjadi sumber informasi saya, mengatakan kalau ibunya nona tersebut sudah dirawat selama 3 bulan dan tidak sadarkan diri sama sekali sejak hari pertama dilarikan ke rumah sakit itu. Jika dilihat dari ekspresi serta perjuangannya saat ini, dia sungguh kuat. Tetapi, alasan mengapa yang dia jajakan adalah 'barang-barang' itu, saya sungguh tidak tahu Tuan Loye."
Loye sampai tidak mengedipkan mata mendengar itu. Diingat kembali, benar juga, masih pagi-pagi sekali, wanita ini sudah pergi ke rumah sakit, barulah bertemu dengan nenek Schallert. Dia pergi bekerja selama beberapa jam di toko kelontong, lanjut ke sebuah perusahaan kecil. Begitu sore tiba, dia pergi ke rumah sakit, dan sekarang ...
Loye mengira, hanya bosnya saja yang begitu gial kerja, rupanya seorang gadis yang terlihat lemah seperti Arabella juga malah tidak kalah; bekerja dengan begitu gigih.
Inilah perbandingan setiap takdir seseorang, ada yang bekerja selama seharian penuh karena kesukaan; memiliki pekerjaan tetap dan tinggal menikmati. Sebaliknya, ada yang bekerja mati-matian karena keharusan, melakukan jenis pekerjaan apa pun demi tuntutan yang terus mengejar langkahnya. Dua hal yang berbeda dan diemban oleh manusia yang sama-sama menghirup oksigen bebas.
"Okay, aku mengerti. Sekarang kau pulanglah." Setelah mengatakan itu, Loye langsung memutuskan sambungan telepon.
Si pria suruhan itu mengira, Loye masih belum memahami hasil penyelidikannya, ia masih ingin terus berusaha menjelaskan tetapi panggilan itu malah sudah terputus. Tidak ada pilihan lain, selain dia memang harus mengakhiri tugas yang melelahkan ini. Membuntuti keseharian seseorang, yang mana harus meng_update setiap jam kegiatan orang itu, membuatnya bahkan tidak sempat makan dan minum karena takut melewatkan satu detik berharga pun dari informasinya.
Setelah mendapatkan informasi itu, Loye segera menghubungi pihak rumah sakit untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dan detail. Dengan segala koneksi yang dimiliki tuan mudanya, ia mendapatkan yang ia inginkan dengan cepat.
Begitu puas dengan informasi itu, sehingga Loye tidak melewatkan satu detik waktu pun untuk menghubungi nenek Scharllert, Lewi.
"Nenek, apakah kau ingin menjadikan gadis yang kau temui pagi tadi menjadi cucu menantumu?" Loye tidak basa-basi karena terlalu bersemangat.
Arabella, wanita inilah yang pantas untuk menjadi nyonya mudanya. Sangat cocok dengan segala kriteria yang dipesankan Deon padanya. Apalagi dari kacamata Loye sendiri, dia dapat dengan jelas melihat 'keaslian' gadis ini.
Seseorang yang berjuang mati-matian, tanpa memikirkan apa itu lelah, gengsi, dan malu, demi orang yang dicintainya. Jika mendapatkan orang ini, bukankah seperti memenangkan jackpot ratusan miliyar? Orang-orang tulus di dunia ini sudah sangat langka, ditutupi oleh sikap-sikap ego dan tamak!
Loye sadar, didunia yang kejam ini, begitu banyak memberikan jalan pintar untuk menyelesaikan sebuah masalah, apalagi jika itu masalah keuangan, tetapi wanita ini malah mau berjuang dengan usaha kerja keras yang tidak mudah. Sungguh sangat menyentuh hati.
Mendengar itu, Lewi sangat tidak senang, "Apa yang kau katakan? Bukankah aku sudah mengatakannya padamu tadi pagi tetapi kau malah memintaku untuk memikirkannya ulang. Hei, anak muda, sekali pun aku sudah begitu tua, tetapi caraku memandang orang masih belum pantas diragukan. Aku mengatakan wanita itu sangat cocok untuk Deon, pasti memang karena cocok."
Loye juga setuju dengan jawaban Lewi, "Iya, penilaian nenek tidak pernah salah. Maka dari itu, serahkan saja hal ini padaku, okay? Aku bisa pastikan, kurang dalam sebulan ini, tuan muda akan mengenalkan wanita itu padamu sebagai istrinya."
Lewi sangat antusias mendengar, "Benarkah? Bagaimana kau akan melakukan itu?" Dari karakter cucu nakalnya itu, tentu saja melakukan yang dikatakan Loye tadai, pasti sangat sulit.
Loye malah tersenyum puas dan membalas Lewi, "Nenek tenang saja, serahkan saja hal ini padaku, aku hanya membutuhkan berkat Anda saja."
"Ah, ucapanmu terdengar sangat percaya diri sekali. Pasti, pasti, aku pasti akan memberkatimu."
Setelah mengucapkan beberapa patah kata selamat malam, panggilan itu pun berakhir.
~
"Presdir, klien kita yang berasal dari negara Abona, sudah sampai tadi. Tetapi klien ini tampaknya tidak puas dengan pelayanan hospitality yang dilakukan oleh staf front office kita," lapor Loye.
Deon baru saja masuk ke dalam mobil setelah menemui beberapa klien pentingnya, ia sedang melonggarkan dasi yang menggantung di leher saat Loye menyampaikan laporannya. Mendengar itu, mata tajam Deon menyipit.
"Kenapa bisa tidak puas?" tanyanya dingin.
"Itu ...." Loye meneguk air liur dengan susah payah. Pegangannya di setir mobil semakin mengerat karena mendadak suhu di dalam mobil yang sempit ini menurun hingga -10c. "Karena kelalaian mereka, klien itu hanya tinggal di hotel bintang 4 saja. Pihak devisi hospitality lupa untuk memesan kamar hotel untuknya sebelumnya, begitu klien itu akan sampai baru mereka tersadar bahwa sudah melupakann kedatangan klien ini."
Deon sangat marah mendengar itu, "Hal yang seperti ini pun, kalian tidak boleh urus?"
Loye meneguk air liurya sebelum menjawab Deon, "Eh, itu ... tentang para staf itu akan saya urus nanti presdir, sekarang masalahnya klien itu sangat marah dan meminta untuk bertemu dengan Anda."
Deon menjawab dengan tenang, "Bawa aku menemuinya."
Hufftt....
Tanpa sadar, Loye menghembuskan napas dengan lega.