Dunia ini penuh dengan hal-hal aneh. Hanya saja orang normal tidak bisa melihatnya. Tahukah kamu? Kalau di antara alam fana dan dunia roh, ada semacam perbatasan?
Kedua alam itu saling bersinggungan dan hanya segelintir orang yang bisa melihatnya. Kemampuan dapat melihat kedua dunia itu dengan jelas dalam waktu yang bersamaan seringkali disebut Indra Ke-enam, yang menurut segelintir orang adalah sebuah Karunia, tapi tidak bagi Karen Cenora.
Seperti apa itu? Mungkin seperti yang dialami Cenora.
Ketika Cenora masih muda, orang-orang membencinya karena penglihatan spesial itu. Orang lain menyebut Cenora sebagai anak yang aneh karena sering berbicara sendiri ataupun sering kali menunjuk ke arah yang tidak ada orangnya sama sekali.
'Ada apa, Cenora? Bukankah tidak ada seseorang di luar sini?'
'Dengan siapa kau bicara?'
'Kenapa kau sendirian saja?'
Pertanyaan seperti itu sering terdengar di telinganya sejak kecil. Dan hal itu terjadi karena yang dilihat Cenora tidak dilihat oleh orang lain.
Makhluk dengan penampakan yang sama seperti manusia tapi sebenarnya 'mereka' itu 'berbeda' dengan manusia seperti Cenora atau orang hidup di sekitar Cenora lainnya.
'Mereka' itu hantu. Makhluk tak kasat mata yang hanya dapat dilihat oleh orang yang memiliki kelebihan seperti Cenora misalnya.
Perempuan cantik berwajah pucat dengan rambut panjang menjuntai ke bawah?
Atau sesosok manusia memakai kain putih yang membungkus seluruh tubuhnya, dengan kunciran di atas kepala, dan berpindah dengan cara melompat ataupun terbang?
Atau pria berambut gimbal tak kalah menjutai dengan keseluruhan tubuhnya berwarna hitam dengan mata merah menyalang?
Atau ini, sosok anak kecil berwajah tua, berkepala plontos tapi berlendir? Yang sering berkeliaran di sekitar area lingkungan rumahnya, dan saat sadar, uang di rumah mereka sudah berkurang.
Sosok-sosok seperti itu seakan sudah menjadi pemandangan wajib yang harus terlihat Cenora.
Belum lagi dengan sosok berbagai bentuk yang menyerupai hewan yang sering dapat mengecoh pandangan Cenora, dan mengira kalau sosok itu adalah manusia. Padahal, mereka itu adalah sebangsa Siluman, yang tak jarang mengajak Cenora untuk sekedar berkomunikasi.
Cenora menjalani hari yang seperti itu dengan lelah dan sendirian. Hingga bertahun-tahun waktu berlalu dan Cenora sudah semakin dewasa. Akhirnya Cenora dapat membiasakan dirinya dengan hal-hal itu, meski sebetulnya tidak akan pernah terbiasa.
Karen Cinora, gadis remaja yang sebenarnya ceria itu sudah dapat menyembunyikan hal istimewa dalam dirinya. Dan berharap dapat menjalani kehidupan sekolah menengah akhir yang bahagia dengan normal.
Tapi nyatanya tidak semudah yang Cenora inginkan.
'Hihihi… Hihihi…'
Suara kecikikan wanita di belakang Cenora terdengar sangat jelas dan mengalahkan tawa para teman sekelasnya.
'Hihihi… Hihihi…'
Suara itu terus mengganggu Cenora yang sedang bercanda dengan teman sekelasnya.
"Bisakah kau diam? Suaramu begitu jelek, kau tahu?" ucap Cenora berbisik saat tawanya terhenti berganti dengan sikap geram saat Cenora diam.
Tapi apa? Suara wanita itu terus terdengar dan seakan sengaja menertawakan Cenora.
"Hei, Cenora! Kenapa kau jadi diam saja? Apa kau mendengarkanku?" tanya seorang temannya dan berhasil membuyarkan rasa geram Cenora pada wanita berwajah pucat dengan darah yang keluar dari matanya di belakang tubuhnya.
Bisa dibilang seperti menangis darah. Hiiihh… itu mengerikan.
"Ah, maaf. Ada apa?" jawab Cenora gelagapan.
"Sebentar lagi adalah hari Natal dan itu merupakan hari ulang tahunmu. Lalu apa yang kau inginkan di pertambahan usiamu di hari yang menyenangkan itu?" teman lainnya menjelaskna pertanyaan sebelumnya.
"Hmm, kurasa aku memerlukan kekasih… Aku iri pada kalian yang memiliki orang terdekat untuk bisa berbagi banyak hal," jawab Cenora setengah ragu. Karena Cenora sendiri tidak yakin tentang hal itu.
"Seorang kekasih?" tanya teman Cenora, "Ah, sepertinya aku ingat, seseorang menyanyakan nomor ponselmu beberapa hari yang lalu, bukan?"
"Ah, orang itu… aku sudah bertemu dengannya, tapi bukan laki-laki yang seperti dia yang kuinginkan untuk menjadi kekasihku," jawab Cenora.
"Kami bingung dengan selera laki-laki pilihanmu. Tapi sudahlah, mari abaikan seleramu dan kita harus segera ke kantin karena kita tidak dapat mengabaikan selera perutku! Aku sudah sangat lapar. Ayo kita ke kantin sekarang!"
Seperti biasa, apa yang dikatakan atau diinginkan Cenora sama sekali tidak dapat dimengerti oleh teman-temannya. Meski Cenora tahu mengapa sikap temannya seperti itu karena merasa aneh padanya. Tapi Cenora mengabaikan dan tetap berusaha selalu nyaman.
Di lubuk hati Cenora, ingin sekali rasanya memiliki teman yang dapat berbagi cerita tentang hal aneh atau 'istimewa' itu. Mungkin saja, jika ia memiliki teman yang memiliki keistimewaan yang sama dengannya, hidupnya tidak sesendiri ini.
Ketika Cenora masih kecil tepatnya saat Cenora berusia sepuluh tahun, dia memiliki teman yang sama dengan yang Cenora lihat. Ada seorang anak laki-laki yang usianya sedikit lebih tua dari Cenora.
Hari-hari gelap Cenora saat kecil seakan berwarna saat bermain bersama anak laki-laki itu. Mereka selalu bermain dengan bahagia. Cenora juga selalu mengikuti anak laki-laki itu karena hanya bersama anak itu, Cenora merasa aman dan tenang.
Tapi, baru saja Cenora merasakan hal baik setelah hal-hal buruk di hidupnya, Cenora harus kembali bersedih ketika Cenora tahu bahwa anak laki-laki itu akan pergi ke suatu tempat yang jauh. Cenora menangis.
'Tepat pada Natal ke Delapan Belas di usiamu. Hari itu aku akan kembali padamu. Karena kau adalah…' ucapan anak laki-laki itu terhenti.
'Adalah apa? Aku tidak akan pernah terbiasa dengan makhluk-makhluk ini, kau tahu?'
'Aku masih menunggu kau mengulurkan tanganmu lagi untukku. Tapi aku bahkan tidak tahu siapa namamu dan aku juga melupakan seperti apa wajahmu…'
'Atau bahkan siapa dirimu yang bisa melihat apa yang kulihat. Terlebih saat kau meninggalkanku begitu saja sedetik aku memejamkan mata karena tangisanku,'
'Sebenarnya kau itu apa? Kau menghilang sebelum pandanganku terarah pada bulu burung yang beterbangan tepat saat kau lenyap dari hadapanku!'
'Tiba-tiba aku ingin pergi menghilang sepertimu. Aku merasa sangat bodoh sampai saat ini karena aku terus menunggumu datang dan kembali menemuiku ...'
Cenora menangis tanpa suara. Saat ini teman-teman sekelasnya sudah meninggalkan Cenora sendiri menuju kantin sekolah. Hanya saja suara di sekeliling Cenora semakin ribut terdengar. Tak hanya suara wanita yang sejak tadi menertawakannya, tapi banyak suara lain yang juga ikut menertawakan Cenora.
'Cenora, apa kau baik-baik saja? Jangan menangis seperti itu karena mereka sangat menikmati tangisanmu! Mereka sangat suka jika kau sedih,'
'Tenanglah dan teruslah tersenyum. Aku akan selalu bersamamu. Jika mereka melakukan hal jahil dan menertawakanmu lagi, aku yang akan mengikat mereka dan membentuk tubuh mereka seperti bola, agar bisa kau tendang sejauh mungkin!'
Mengingat ucapan teman kecilnya dulu, senyum Cenora kembali tersungging dan Cenora mengusap air matanya.
'Apa kau tahu? Kau itu adalah cinta pertamaku. Dan apa yang kau janjikan padaku waktu itu, kau bilang kau akan kembali suatu hari nanti, tapi kapan?'
'Aku sudah beranjak dewasa. Dan sampai saat ini kau tidak juga kembali. Sampai kapan aku akan berhenti menunggumu seperti ini? Harus berapa lama lagi aku menunggumu…'