"Ah, sial! Entah kapan aku akan terbiasa dengan situasi ini. Padahal usiaku sudah hampir delapan belas tahun. Huuhh!" Cenora menghembuskan napas berat dalam gumamannya.
Saat ini Cenora berdiri di depan sekolahnya dengan sambutan meriah dari para makhluk berbagai bentuk. Seakan Cenora merupakan hal baik dan menyenangkan bagi mereka.
Tak hanya hantu-hantu di sekolah yang membuatnya lelah, bahkan hantu di sepanjang jalan yang dilewatinya juga terus ikut meramaikan suasana.
Ibarat sebuah magnet, tubuh Cenora seakan mengundang dan mengumpulkan banyak hantu di sekitarnya.
'Hai, Cenora!'
'Hari ini kau harum sekali!'
'Mengapa kau terlihat murung?'
'Ayo bermain! Kami sedang bosan!'
Di sepanjang lorong sekolah yang dilewatinya, ramainya sapaan dari para makhluk di sekitarnya itu seperti lalat yang beterbangan mengelilinginya. Sungguh memuakkan!
"Cenora?!" panggil dua teman sekolahnya dari belakang.
Langsung saja Cenora berbalik badan dan ingin menyusul teman sekelasnya. Tapi apa yang terjadi? Tubuh Cenora malah jatuh ke depan karena dorongan makhluk-makhluk di belakangnya.
"Ya ampun, bisa-bisanya kau terjatuh di saat seperti ini!"
"Kau terjatuh lagi? Lihatlah caramu berjalan, Nora! Kau seperti anak kecil kau tahu?!"
Dua teman sekelasnya itu menggerutu pada Cenora yang sering kali lalai.
'Dasar brengsek kalian!' umpat Cenora dalam hati saat melihat para hantu di sekitarnya tertawa ke arahnya.
'Siapa yang menyuruhmu mengabaikan kami, hah?'
'Rasakan itu!'
'Rasakan!'
'Kau kira siapa dirimu yang berani mengabaikan kami?'
Berbagai umpatan didengarkan Cenora dengan geram. Hinaan, tertawaan, bahkan perbuatan usil para hantu itu sudah sangat membosankan untuk dirasakan Cenora. Tapi dia bisa apa? Cenora tidak dapat berbuat apapun.
"Aku hanya merasa lemas. Jadi aku tidak dapat menyeimbangkan gerakan tubuhku. Ayolah… jangan mengomeliku sepagi ini!" Cenora mengabaikan para hantu dan bicara pada dua teman yang membantunya untuk bangkit.
'Aku juga tidak ingin seperti ini. Terus terlihat oleh kalian kalau aku ceroboh dan jatuh. Tapi sebenarnya aku didorong dan menjadi bahan tertawaan mereka semua,' batin Cenora menangis.
***
Hari ini sungguh berat dirasakan Cenora. Bukan karena di hari Raya besar seperti ini Cenora harus hadir untuk merayakan Natal di sekolah bersama Guru dan murid lainnya, tapi dikerenakan para hantu dan iblis yang terlihat semakin banyak mengikuti dan menahan langkahnya untuk beraktifitas.
Dan terjatuh berulang kali pada hari ini terasa tidak wajar bagi Cenora, hingga ia harus mendapatkan omelan dari dua temannya itu.
"Permisi… bisakah aku bicara dengan Cenora?" suara seorang pria terdengar memanggil mereka bertiga dari belakang. Ketiganya berbalik bersamaan.
Di belakang mereka ada sesosok pelajar tampan dengan rambut sedikit panjang seperti anak perempuan yang diikat ke belakang. Penampilannya yang seperti itu terlihat sangat keren dan pantas bila ia menjadi idola pelajar perempuan di sekolah mereka.
Pria itu mengajak Cenora ke halaman belakang sekolah yang sepi dan sangat jarang dilewati pelajar karena tempat itu dingin dan berkesan angker.
"Aku minta maaf karena memanggilmu tiba-tiba seperti ini. Aku sudah sangat lama menunggu kesempatan seperti ini," ucap pria itu pada Cenora sembari tersenyum menawan, "Aku Stu, dari kelas 9-8. Apa kau kenal aku, Cenora?" sambung Stu bertanya.
"Ah, tentu saja. Siapa yang tidak mengenalmu? Haha," jawab Cenora canggung, 'Situasi macam apa ini? Apa jangan-jangan dia ingin…' batin Cenora menggantung.
"Jika kau memiliki waktu luang saat ini, bisakah kau ikut denganku?"
'Serius? Dia itu Stu, ketua tim basket sekolah yang sangat popular sekaligus pelajar tertampan nomor 5 di sekolah. Apa dia baru saja mengajakku berkencan? Astaga… kenapa harus aku? Aku bisa pingsan mendadak jika begini!'
Sebegitu groginya Cenora diajak berkencan oleh Stu, sampai Cenora tidak sadar jika salah satu makhluk di belakangnya kembali mengusilinya dengan menendang belakang lutut Cenora ke depan hingga tubuh Cenora limbung ke belakang.
"Hati-hati!" panggil Stu seketika dan dengan cepat meraih tangan Cenora agar tidak terjatuh ke belakang. Tubuh Cenora yang tertarik kembali, seketika berada di dekapan dada Stu yang dingin.
Dingin?
Sebegitu dingin hawa yang Cenora rasakan di pelukan Stu sampai membuat Cenora merinding. Langsung saja Cenora melepaskan diri dari pelukan Stu dan mundur.
"Maaf…" ucap Cenora singkat, "Sepertinya aku sedang tidak enak badan. Aku akan kembali ke kelas!" sambung Cenora dan langsung berlalu pergi.
Tanpa Cenora tahu, senyum mengerikan tersungging dari bibir Stu saat melihat punggung Cenora yang menjauh.
'Perasaan apa itu? Kenapa tubuh Stu begitu dingin, bahkan dinginnya seperti menusuk langsung ke tulangku,'
'Entahlah… aku juga tidak tahu mengapa tiba-tiba aku ingin segera menjauhinya. Pasti Stu akan membenciku dengan perlakuanku yang aneh seperti ini padanya!'
Cenora terus bergumam dalam hati dengan pandangan mata tidak fokus seperti biasa. Dan pemandangan seperti itu sudah sangat biasa dilihat teman sekelasnya dari Cenora. Di mata mereka, Cenora memang gadis yang ceroboh dan suka melamun, maka tak heran jika Cenora sering kali tidak fokus dalam hal apapun dan terjatuh secara tiba-tiba.
Hingga pelajaran usai dan sekolah dibubarkan, Cenora terus diam mengabaikan semua hal. Baik itu manusia ataupun bisikan-bisikan makhluk tak kasat mata di belakangnya.
***
'Suatu hari nanti, aku akan kembali. Karena kau adalah…'
"Kenapa aku tidak pernah bisa mengingat sambungan kalimat sahabat kecilku itu? Rasanya sesak sekali saat melakukan hal yang dikatakannya. Aku harus menunggunya kembali, tapi kapan?" gumam Cenora sambil melangkah kaki yang tertuju ke arah rumahnya.
Cenora tinggal di arena perumahan lama yang jarak antara rumah satu dengan rumah lainnya tidak terlalu rapat. Cenora tinggal sendirian setelah ditinggalkan orang tuanya untuk selamanya.
Ya, Cenora adalah anak yatim piyatu. Kecelakaan mobil yang dialaminya saat kecil telah merenggut nyawa kedua orang tuanya seketika. Dan kejadian itu tepat setelah Cenora bersedih kerena kehilangan sahabat kecilnya.
Setelah kecelakaan, Cenora dititipkan oleh keluarga jauhnya. Hingga Cenora remaja dan dapat menjaga dirinya sendiri, barulah Cenora kembali menempati rumah lama orang tuanya.
Dengan harta peninggalan orang tuanya, Cenora hidup sendirian di rumah kenangan orang tuanya itu.
Di samping keinginannya sendiri yang ingin hidup mandiri, Cenora berpikir tidak akan membuat repot keluarga jauhnya dengan keistimewaan anehnya itu, yang mungkin saja akan membuat semua orang ketakutan dan terganggu.
Cenora baru akan memasuki pagar rumahnya saat pandangan matanya tertuju pada gerbang rumah lama, yang sudah tertutup belasan tahun, dan sekarang itu terbuka lebar.
Rumah itu adalah rumah sahabat lamanya yang pergi meninggalkannya saat masih kecil dulu.
"Hei, pintu gerbang itu terbuka?" gumam Cenora.
Entah mengapa kakinya tidak melangkah ke dalam pagar rumahnya tapi berbalik melangkah ke arah pintu gerbang rumah sahabat kecilnya.