Chereads / Suamiku Berbeda / Chapter 15 - Kedatangan Melinda ke Rumah

Chapter 15 - Kedatangan Melinda ke Rumah

Sorot wajah Ilene seketika menegang mendengar perkataan wanita itu.

Melinda? Apa wanita ini adalah Kak Mel yang dipanggil oleh Darrel semalam? Ia menelusuri sosok Melinda dari ujung rambut hingga mata kakinya. Melinda memang cantik bahkan terkesan sexy, setiap kaum adam pasti menyukai visual Melinda yang menggoda sejauh mata mereka memandang. Apa tipe Darrel juga seperti itu? Wanita yang memiliki penampilan menantang seperti Melinda? Ilene menggeleng lemah. Sepertinya bukan tentang penampilan, ia pernah berpakaian seperti itu hanya di depan Darrel tapi pria itu malah tidak bergeming. Menyedihkannya pria itu malah bereaksi padanya saat ia memberikan sebuah obat perangsang.

Melinda mengulurkan sebelah tangannya, namun ternyata uluran itu tak bersambut baik. Ilene hanya terdiam, menatap Melinda dengan sorot mata tidak senang.

"Ada perlu apa ya?" ucap Ilene ketus, firasatnya mengatakan bahwa Melinda memang Kak Mel.

Melihat uluran tangannya terabaikan di seberang sana, Melinda menarik kembali tangannya. Meski ia tahu kehadirannya tak diinginkan, Melinda malah mengangkar bibir memasang senyuman lebar.

"Kamu Ilene bukan? Dari tingkah kamu sepertinya Darrel sudah menjelaskan tentang hubungan kami pada istrinya,"

Rahang Ilene mengeras, ia menatap tajam pada Melinda, "Apa maksud kamu dengan hubungan kami?" desisnya setengah menahan amarah. Melinda bahkan tidak malu menyebut hubungannya dengan Darrel menjadi hubungan kami. Hei, yang sedang dibicarakan olehnya adalah suaminya, apa wanita itu sudah tidak waras?

"Ya, hubungan kami. Hubungan yang bukan hanya sekedar sebuah status seperti yang ia lakukan pada kamu. Boleh saya masuk?"

Ilene merasa tertampar mendengar ucapan Melinda. Ia merasa tertohok dengan perkataan Melinda yang memang benar adanya, dia hanya sebuah status bagi Darrel.

Ilene melotot saat tiba-tiba Melinda menerobos masuk begitu saja. Ia berdecak keras, karena terlalu banyak berpikir ia jadi tidak sempat menghalangi Melinda untuk masuk ke dalam sana.

Dengan tidak tahu dirinya, Melinda malah duduk manis di sofa ruang tamu rumah mereka. Wanita itu mengangkat kaki dengan angkuh membuat Ilene merasa muak. Ini adalah kali pertama mereka bertemu, tapi Ilene sudah membencinya.

Ilene menghela nafas panjang, "Apa kamu tidak malu menerobos masuk begitu saja ke rumah ini?" sindir Ilene ketus. Namun sepertinya, Melinda adalah tipe orang yang bermuka tebal, wanita itu hanya menyunggingkan sebuah senyuman. Senyuman yang makin memuakkan di mata Ilene.

"Bukankah kamu juga penasaran dengan hubungan kami?"

Lagi. Melinda menyebut hubungannya dengan Darrel seolah-olah merupakan hubungan yang sangat penting. Ilene kembali menghela nafas panjang, ia harus tahu bagaimana Melinda bisa begitu dicintai oleh suaminya. Ilene menaruh bokongnya ke dudukan kursi dengan enggan. Sabarlah Ilene, demi keutuhan rumah tangganya ia harus mendengarkan ocehan wanita gatal ini selama beberapa menit ke depan. Beberapa kali Ilene mengingatkan pada dirinya untuk tidak menjambak Melinda selama proses itu.

"Hubungan kami berlangsung hampir seumur hidup. Kami saling menyayangi, kami saling menjaga bahkan sedari kami kecil. Kamu yakin ingin mendengarnya?"

Ilene tidak yakin sanggup mendengarnya, ia bahkan tidak menjawab pertanyaan Melinda. Ia memang penasaran, tapi tidak ada seorang istri yang mampu mendengar cerita masa lalu suaminya dengan wanita lain. Tapi Melinda mengabaikan kekhawatiran di wajah Ilene, dengan percaya diri ia membuka mulutnya mengalirkan cerita panjang yang membuat Ilene mual seketika.

"Kami bertemu di Panti Asuhan Harapan Bunda, Darrel anak yang tertutup, dia menjaga jarak kepada setiap anak disana. Namun aku selalu mendekati Darrel, sedari awal aku memang tertarik padanya. Darrel sepertinya juga jadi menyukaiku karena akhirnya kami bisa berteman. Hingga akhirnya kami sama-sama diadopsi dan memiliki keluarga baru. Namun kedekatan kami tidak serta merta hilang, kami berusaha untuk sering bertemu dan main bersama. Begitulah kami sedari kecil. Hingga saat ini kami masih saling bergantung sama lain, orang baru sepertimu tidak akan mampu menyaingi waktu yang telah kami habiskan,"

Ilene hanya bisa meremas tangannya, hatinya terbakar mendengar semua cerita Melinda. Melinda sepertinya menyukai mimik wajah Ilene yang berubah tegang, wanita itu kembali melanjutkan pembicaraannya, "Jangan harap kamu juga bisa memahami apa yang Darrel selama ini alami. Hanya aku yang bisa mengerti dirinya,"

Setelah selesai bercerita, Melinda masih memasang senyum manisnya, Ilene mencoba sekuat hati menahan keinginan untuk tidak merobek mulut menyebalkan itu. Ia hanya bisa mengumpati Melinda berulang kali di dalam hatinya, dasar wanita tidak tahu diri.

"Kami itu saling mencintai, Darrel tidak akan pernah menganggap kamu sebagai istrinya,"

Ketegangan di wajah Ilene semakin nyata, darahnya terasa mendidih mendengar hinaan itu. Ilene hampir mengangkat tangannya, ia ingin memberikan pelajaran pada mulut sampah itu.

Melihat Ilene mulai tersulit emosi, Melinda tersenyum menyeringai lalu bangkit berdiri, "Kau terlihat seperti ingin menamparku, tampar saja aku dan akan ku bilang pada Darrel bahwa istrinya benar-benar kasar. Bayangkan bagaimana reaksinya nanti,"

Mendengar hal itu Ilene menurunkan sebelah tangannya yang terangkat. Ia hanya bisa mengepalkan tangannya kuat di samping tubuhnya. Wajahnya merah padam menahan amarah yang menumpuk,

"Keluar kamu!" desisnya keras.

Melinda menyeringai lalu mengangkat kaki jenjangnya untuk pergi dari sana.

*****

"Jadi kalian melakukannya? maksudku hubungan suami istri itu?"

Darrel mengangguk, ia memilin jari jemarinya dengan payah. Berbicara dengan Daniel selalu tidak mudah, ia selalu merasa dirinya sedang ditelanjangi. Meski Daniel selalu berusaha bercakap-cakap dengan akrab, tapi Darrel selalu menghindar. Ia tidak suka membicarakan masalah pribadinya meski kepada dokternya sendiri.

"Ya begitulah, menurutmu bagaimana?"

Daniel mengangkat alisnya, "Apa kau sadar saat melakukannya?"

Darrel menggeleng lemah "Tidak, aku tidak terlalu ingat, aku hanya ingat bayangan samar-samar. Aku pikir aku melakukannya dengan orang lain, tapi ternyata aku melakukannya dengan Ilene. Keadaan kamarku yang menjelaskan semuanya,"

"Wah, Darrel kau terlalu kejam," komentar Daniel.

Darrel tersenyum kecut, "Memang,"

"Kenapa bisa kau tidak menyadarinya? Memangnya kau sudah minum alkohol sebelumnya?"

"Alkohol? Tidak, sudah lama aku tidak menyentuh minuman itu. Kau tahu sendiri jika alkohol adalah kesukaan perempuan tua itu," tukas Darrel dengan suara tercekat, selalu saja ada sesuatu yang mengganjal tenggorokannya saat ia membicarakan masalah kejiwaannya.

"Simpan pertanyaanmu tentang perempuan itu nanti Daniel. Kita harus membahas ini dulu," Potong Darrel melihat Daniel hendak kembali membuka mulutnya dengan antusias.

Bibir Daniel mengerucut karena Darrel kembali menolak membicarakan masa lalunya. "Baiklah, baik. Kalau begitu apa yang membuatmu tidak menyadarinya? Aneh sekali," gumam Daniel heran. Ia memutar otaknya, ini hal yang rumit. Dia adalah seorang ahli psikolog bukan spesialis kehidupan rumah tangga. Dia saja masih melajang sampai saat ini, wajar ia kebingungan.

Darrel sendiri terlihat mengingat-ingat, "Sebentar, ah aku ingat aku minum segelas air sebelum itu."

Daniel mengangkat kedua alisnya, "Air?"

Darrel mengangguk yakin, "Ya. Kepalaku mulai pusing setelah minum air lalu aku merasa aneh. Badanku terasa terbakar, gairahku naik tiba-tiba. Aku tidak pernah merasa seperti itu lalu selanjutnya kau tahu sendiri,"

Mata Daniel melebar mendengar perkataan Darrel, pria itu membetulkan letak kacamatanya yang sedikit melorot. Entah kenapa Daniel terlihat gelisah.

"Ada apa, Daniel?"

Daniel segera menggeleng, "Tidak, aku... Ah tidak,"

Darrel mengangkat alisnya bingung melihat Daniel yang terlihat ragu-ragu.

"Daniel, ada apa?" Tanya Darrel kembali.

Daniel menyatukan kedua tangannya bimbang, "Ini hanya dugaanku bisa saja aku salah Darrel, tapi aku rasa air minum itu memiliki obat perangsang di dalamnya. Mungkin ada baiknya kau bertanya pada istrimu soal ini,"

Darrel terperangah mendengar penuturan lawan bicaranya, ia memajukan tubuhnya lalu bertanya pada Daniel sekali lagi, "Apa? Obat perangsang?"