Chereads / Suamiku Berbeda / Chapter 20 - Sandiwara yang Manis

Chapter 20 - Sandiwara yang Manis

"Apa? Ibu mau kesini? Kapan?"

Ilene bertanya dengan nada panik, ia tidak menyangka jika ibunya meneleponnya pagi ini dan memberitahunya bahwa mereka akan berkunjung.

Ilene melirik ke arah Darrel yang sedang mengoleskan selai ke rotinya. Seketika pria itu menghentikan aktivitasnya saat mendengar suara Ilene yang terkejut.

"Siang ini, Sayang. Ibu sama Bapak kan belum pernah ke rumah kalian, bisa kan?"

Ilene terkejut. Siang ini? Lalu bagaimana dengan kamar mereka yang telah terpisah? Orang tuanya pasti akan bertanya-tanya kenapa barang-barang mereka berada di kamar yang berbeda. Mereka bahkan masih terlibat perang dingin tempo hari, bagaimana ini?

"Sebentar Bu, aku tanya Mas Darrel dulu,"

Ilene segera menutup ponselnya dengan tangan agar ibunya tidak mendengar pembicaraan mereka.

"Ibu sama Bapak mau kesini, boleh kan Mas?"

Darrel terlihat ikut terkejut, namun sepertinya pria itu tidak punya pilihan lain selain mengiyakan perkataan Ilene.

"Iya Bu, kata Mas Darrel boleh,"

"Oh iya Nak, kita sekalian nginep ya Nak biar bisa ngobrol banyak sama kalian,"

Ilene memijat keningnya saat mendengar hal itu. Ini di luar dugaan, bagaimana mungkin mereka tidur bersama lagi disaat perang dingin ini belum berakhir?

"Iya Bu, nanti Ilene sampaikan ke Mas Darrel,"

Darrel terlihat mengangkat alisnya menatap Ilene setelah ia memutuskan panggilan itu.

"Bapak sama Ibu mau nginep disini, Mas. Aku akan kembalikan barang-barang kamu ke kamar kita lagi, aku tidak mau Bapak sakit lagi melihat keadaan kamar kita terpisah," Tukas Ilene.

Darrel terdiam sejenak, sepertinya merasa berat dengan kedatangan orang tua Ilene yang mendadak.

"Kamu atur saja," ucap Darrel akhirnya.

"Aku harap kamu gak menunjukkan kehidupan pernikahan kita yang kacau, kita lupakan pertengkaran kita sementara ini dan bersandiwara di depan Bapak sama Ibu. Kita harus terlihat mesra dan kompak, kamu ngerti kan Mas?" pinta Ilene.

"Iya aku ngerti. Gak perlu diajarin pun aku paham bagaimana seharusnya," jawab Darrel terlihat tersinggung dengan ucapan Ilene.

Ilene tidak membalas ucapan Darrel, ia tidak ingin mereka berdebat lalu mengacaukan sandiwara yang akan mereka jalankan nanti. Kedatangan orang tuanya seharusnya menjadi sebuah kabar menyenangkan, tapi di sisi lain ia merasa berat. Ia khawatir jika orang tuanya mengetahui bahwa kehidupan pernikahan mereka jauh dari kata harmonis. Ilene hanya berharap semoga nanti orang tuanya mempercayai sandiwara mereka dan tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya.

****

"Ibu, Bapak," Ilene menyambut kedatangan kedua orang tuanya dengan suka cita di depan pintu. Darrel juga mengekor di belakangnya, menyalami kedua orang tua Ilene dengan sopan.

"Rumah kalian bagus, ya," Komentar ibunya kagum melihat bangunan di depannya. Ilene hanya tersenyum menanggapi perkataan Ibunya.

"Iya bagus ya, Bapak seneng karena kalian berkecukupan," timpal ayahnya juga. Ilene melirik Darrel yang sepertinya terlihat bangga telah dipuji oleh orang tuanya.

"Ayo masuk Bu," ajak Darrel. Pria itu segera mengambil alih barang bawaan dari tangan mertuanya.

Darrel segera menyimpan barang-barang itu di kamar sebelah tempat dimana ia kemarin tidur.

Ilene tersentak saat Darrel kembali dari kamar tiba-tiba pria itu sudah menempel erat ke samping tubuhnya. Mata Ilene melebar saat merasakan tangan Darrel menyentuh pinggangnya.

"Kamu ngapain sih Mas?" Tanya Ilene bingung, ia sedikit risih karena orang tuanya tengah memperhatikan mereka.

"Ah, maaf. Kebiasaan," ucap Darrel.

Kedua orang tuanya terkekeh melihat tingkah Darrel. Sedangkan Darrel menggaruk tengkuknya, berpura-pura malu.

"Kalian ini, ada orang tua masih saja mesra-mesraan," komentar ayahnya sambil menggelengkan kepala.

Ilene hanya bisa melongo melihat sandiwara Darrel yang luar biasa. Seharusnya Darrel menjadi aktor saja, aktingnya sangat hebat hari ini. Kedua orang tuanya pasti tidak akan percaya jika pria itu adalah pria yang sama yang meminta mereka untuk tidur terpisah.

"Ayo Bu, Pak. Kita makan. Ilene udah siapin makanan spesial," ajak Ilene akhirnya, entah kenapa ia merasa bersalah karena telah membohongi mereka seperti ini.

Ayah dan ibunya segera mengangguk lalu mereka pergi ke area dapur bersama.

****

"Seharusnya kamu main film saja Mas, akting kamu bagus sekali," sindir Ilene pedas saat mereka hanya berdua saja di kamar.

Ilene teringat kejadian tadi siang tentang bagaimana Darrel memperlakukannya. Darrel memanjakannya bak putri raja. Pria itu membawakan apapun yang ia butuhkan bahkan saat Ilene tidak memintanya. Dia banyak tersenyum dan selalu memuji Ilene di depan orang tuanya, bahkan Darrel menyuapinya saat makan tadi. Ilene hanya bisa terpana. Perlakuan Darrel hari ini sungguh berbeda seratus delapan puluh derajat dari kebiasaan mereka setiap harinya.

"Aku kan sudah bilang, aku bisa melakukannya meski tidak diberitahu," ucap Darrel merasa bangga.

Ilene berdecak melihat Darrel yang tinggi hati. Tentu saja, ia lupa bahwa Darrel adalah penipu ulung. Dia juga bahkan pernah tertipu selama berbulan-bulan oleh pria itu.

"Tapi aku senang karena bapak dan ibu datang aku bisa merasakan kasih sayang kamu, yah walau itu cuma pura-pura," sindir Ilene lagi.

"Aku melakukannya karena orang tua kamu, kamu harus ingat. Gak usah baper,"

Ilene mendengus. Ilene akui ia merasa bahagia mendapat perlakuan manis dari Darrel. Seandainya saja Darrel selalu memperhatikannya seperti ini maka Ilene pasti merasa kehidupannya sudah lengkap. Tapi, jika mengingat pertengkaran mereka yang terakhir membuat Ilene berkecil hati. Sepertinya itu hal yang mustahil.

"Dengarkan aku, Ilene. Meski hari ini kita tidur bersama, kamu jangan berpikir aneh-aneh," sambung Darrel kembali.

Ilene mengangkat alisnya, merasa tersinggung dengan ucapan Darrel, "Apa maksud kamu? Siapa juga yang mau dekat-dekat dengan kamu!" sahut Ilene sewot.

Darrel tiba-tiba mengambil sebuah guling lalu menempatkan guling itu di tengah diantara mereka. Ilene menatap Darrel kebingungan meminta sebuah penjelasan.

"Ini batas untuk kita berdua!" Tukas Darrel sebagai jawaban.

Ilene kembali ternganga melihat perlakuan Darrel yang sungguh ajaib. Ia tidak menyangka jika Darrel akan melakukan hal seekstrim ini untuk menghindarinya.

"Kenapa harus diberi batas segala? Aku juga tahu diri, aku juga sedang muak sama kamu, aku tidak akan mendekati kamu barang satu inchi pun." sahut Ilene tidak terima. Ia hanya satu kali memberikan Darrel obat itu, tapi Darrel selalu mencurigainya. Memangnya dia seorang wanita mesum?

Ilene segera membuang guling itu ke bawah dengan kesal.

Mata Darrel melebar melihat guling itu tergelincir lalu turun ke bawah lantai.

"Kenapa malah dibuang? Guling itu untuk batas, tidak ada yang tahu apa yang kamu lakukan saat tidur nanti!" Tanpa sadar Darrel menaikkan nada suaranya setengah oktaf. Ia melupakan fakta bahwa masih ada penghuni lain yang menginap di rumahnya.

Refleks Ilene menempatkan jari telunjuk di bibir meminta Darrel untuk memelankan suaranya. Namun terlambat, kamar mereka yang bersebelahan dengan kamar orang tuanya membuat perdebatan itu terdengar oleh telinga Bu Wesnari.

Pintu kamar mereka diketuk pelan beberapa kali, mendengar hal itu mulut Ilene dan Darrel secara otomatis terbungkam. Mereka menatap waspada ke arah pintu, menunggu suara lain yang menyusul. Jantung Ilene berdetak dengan kencangnya. Apa itu ayahnya? Atau itu ibunya? Apa orang tuanya mendengar sesuatu dari kamar ini? Ilene memijat kepalanya yang terasa berputar. Gawat, bagaimana jika kebohongan mereka akhirnya terbongkar?