"Sudah ku bilang jauhi pria itu, kenapa kamu tidak mengerti?"
Darrel berteriak pada Ilene sesaat setelah mereka berada di rumah. Ilene mendesah mendengar bentakan dari Darrel, ia sangat lelah dengan pertengkaran ini.
"Aku akan jauhi Rean, tapi apa kamu bisa melakukan hal yang sama Mas? Kemarin kamu bahkan menemui wanita itu lagi kan? Hampir tiap malam dia menelepon kamu diam-diam, kamu kira aku tidak tahu?" serang Ilene tidak terima.
Ilene menatap terluka pada Darrel, disaat Darrel menemui Melinda, apa pria itu memikirkan perasaannya?
"Rean dan Melinda adalah kasus yang berbeda. Rean itu mantan kekasih kamu, bagaimana jika dia salah paham dan memiliki rasa lagi padamu?"
Ilene menatap tidak percaya pada Darrel, "Apanya yang berbeda? Melinda juga wanita, dia bahkan mengklaim dirimu adalah miliknya. Jangan egois Mas! Lagipula kamu sudah bilang kemarin bahwa kamu sudah tidak peduli aku dekat dengan siapa, iya kan?"
Darrel terdiam, tidak menyangka semua kata-katanya akan dipatahkan begitu saja oleh Ilene.
"Apa istimewanya Rean sampai kamu berani membangkang kepada suamimu sendiri?" Tanya Darrel berang.
Ilene menengadahkan wajah, balik menatap tajam pada Darrel, "Bagaimana denganmu Mas? Apa istimewanya Melinda hingga kamu tidak bisa meninggalkannya? Melinda sudah memiliki keluarga yang menyayanginya, kenapa kamu ingin memiliki milik orang lain, Mas?" Ilene balik bertanya.
Darrel merasa tertohok dengan pertanyaan yang dilontarkan Ilene. Melinda adalah penyelamat hidupnya, ia tidak mungkin meninggalkan Melinda begitu saja disaat kehidupan wanita itu berantakan.
"Kamu tidak tahu apa-apa tentang penderitaan Melinda. Dia tidak pernah bahagia dengan pernikahannya."
Ilene tercengang, Melinda menderita? Tapi tempo hari saat ia melihat wanita itu tidak terlihat bahwa Melinda menderita. Suaminya terlihat baik dan perhatian kepada keluarga. Ia juga memiliki putri yang cantik. Apa Melinda sengaja berbohong pada Darrel untuk mendapatkan simpati pria itu?
"Aku melihat keluarganya dan dia terlihat baik-baik saja. Mereka bahkan berpergian bersama, mereka tertawa bersama layaknya keluarga biasa. Kamu ditipu Mas!"
Darrel terlihat terkejut mendengar perkataan Ilene, ia menatap Ilene tidak percaya. Sesaat Darrel terdiam, pikirannya terasa bercabang kesana kemari. Melinda berbohong? Tidak mungkin. Dia sudah mengenal Melinda hampir seumur hidup dan Melinda tidak mungkin menipunya.
"Sudah ku bilang Ilene Maharani, jaga bicaramu tentang Melinda!"
Ilene berdecak mendengar pembelaan yang keluar dari mulut Darrel. Sudah ia duga, Darrel tidak akan mempercayai perkataannya begitu saja. Mengingat sejarah hidup mereka yang begitu panjang, Darrel pasti akan tetap memihak wanita itu.
"Kalau begitu jangan pernah melarangku bertemu Rean lagi," sahut Ilene kecewa, pembelaan yang selalu dilontarkan Darrel pada Melinda membuat Ilene merasa sangat muak. Ilene bukannya ingin membangkang, tapi perlakuan Darrel sudah di luar batas.
Rahang Darrel mengeras mendengar ucapan Ilene, "Jadi kamu tidak akan menjauhi pria itu?" Tanya Darrel untuk kesekian kalinya.
Ilene menggeleng cepat, dengan air mata yang hampir menetes ia berkata dengan tegas, "Tidak! Selama kamu masih menemui Melinda, aku juga tetap akan melakukan hal yang sama seperti yang kamu lakukan. Tapi jangan khawatir, aku tidak seperti kamu, aku tidak akan mengingkari janji suci pernikahan kita,"
Darrel terperangah melihat Ilene yang keras kepala dan tidak mau menurutinya.
"Kalau begitu, terserah!" ucap Darrel kesal. Ia menghentakkan kakinya lalu memutuskan perdebatan mereka begitu saja tanpa ada penyelesaian yang berarti. Lagi.
****
"Kenapa kamu tidak menjawab teleponku lagi, Darrel?"
Darrel berdecak saat Melinda kembali datang ke kantornya tanpa pemberitahuan. Wanita itu segera menghambur ke pelukan Darrel dengan manja.
Darrel segera mengurai pelukan itu lalu melirik waspada ke arah pintu. Dengan cepat ia menutup tirai agar tidak ada yang mengetahui pertemuan mereka.
"Kenapa Kakak datang kesini lagi tanpa pemberitahuan? Aku tidak mau citraku jadi buruk di kantor ini," ungkap Darrel tidak senang. Mungkin Ilene akan mengerti, tapi belum tentu dengan orang lain. Darrel tidak mau pernikahan mereka menjadi bahan pembicaraan di luar sana. Bagaimana jika orang tua mereka mendengar kabar pernikahan yang kacau ini?
Melinda mendesah, "Salah sendiri kenapa kamu menolak panggilanku!" keluh wanita itu.
Darrel menatap Melinda, wanita itu sudah terlanjur kemari dan Darrel tidak mungkin mengusirnya. Darrel menghela nafas panjang, perkataan Ilene kemarin sungguh mengusik hatinya. Apa benar Melinda telah membohonginya selama ini?
"Ada yang ingin kutanyakan padamu. Apa selama ini yang Kakak katakan padaku itu bohong?"
Netra Melinda melebar mendengar pertanyaan Darrel, "Berbohong apa? Aku tidak pernah membohongimu,"
"Ilene melihat kalian berpergian tempo hari. Dan katanya Kakak terlihat senang," tekan Darrel.
Melinda terhenyak, wanita itu terdiam seolah berpikir.
"Kau bohong padaku, benar Kak?" Darrel menatap tajam pada Melinda. Menelisik seluruh inti wajahnya, mencari keyakinan di dalam sana.
Melinda segera merubah mimik wajahnya menjadi kecewa melihat keraguan yang terpancar di balik tatapan Darrel, "Kamu percaya itu? Apa kamu sudah lupa kalau kita sering memakai topeng di hadapan orang banyak untuk menutupi luka yang kita rasakan?"
Melinda tiba-tiba terisak hebat, seolah seluruh kesedihan yang wanita itu rasakan tumpah saat ini. Darrel tertegun, ia tidak menyangka Melinda akan menangis di hadapannya. Benar, ia sudah lupa. Ia juga sering memakai topeng dan bersandiwara bahwa kehidupannya baik-baik saja.
"Siang itu kami berpergian karena Helen berulang tahun, hanya itu. Tapi malamnya Bram kembali menjadi iblis. Dia selalu memakai topeng di depan umum Darrel, seperti ayahku dan juga... ibumu," Jelas Melinda.
Melinda tiba-tiba membuka setengah bajunya ke atas. Darrel terperangah saat kembali melihat lebam-lebam biru yang terlihat di perut Melinda. Seketika bulu kuduk Darrel berdiri, bayangan masa lalu itu kembali menghantamnya telak. Kenapa ia lupa bahwa wanita iblis di masa lalunya juga bertindak hal yang sama seperti Bram? Wanita itu selalu tersenyum lebar di siang hari lalu malam harinya dia berubah menjadi sosok mengerikan.
Darrel segera memeluk Melinda yang tersedu-sedu di depannya. Mengusap rambutnya dengan lembut seolah permata yang berharga. Padahal Melinda hanya butuh berbagi dan hanya Darrel yang bisa mengerti apa yang wanita itu alami. Kenapa ia mempercayai Ilene yang tidak pernah merasakan kesengsaraan di dalam hidupnya?
Tidak, ia tidak akan meninggalkan Melinda dan membuat wanita itu berjuang dengan lukanya sendiri.
"Jika kau juga meragukanku, lalu aku harus bagaimana, Darrel? Apa aku harus meninggalkan dunia ini saja?"
Jeritan hati Melinda membuat Darrel merasa tersayat. Ia menggeleng lalu memeluk kembali tubuh ringkih itu pelan. Terlalu takut jika sentuhannya akan membuat luka itu menjadi semakin parah.
"Maafkan aku meragukanmu, maafkan aku," gumam Darrel menyesal.
Melinda mengangguk lalu kembali melempar tubuhnya ke pelukan Darrel. Mereka kembali berpelukan, mencari kenyamanan di balik kehangatan tubuhnya masing-masing. Namun tanpa Darrel ketahui, di belakangnya Melinda menyunggingkan sebuah senyuman lebar. Tentu saja Melinda menggunakan topeng, tapi topeng ini ia gunakan untuk mengikat Darrel selamanya di sisinya.