Darrel mengangkat ponselnya ke arah telinga, saat nada sambung di ponselnya telah terhubung ke pihak yang bersangkutan, Darrel segera membuka suara, "Ra, sorry ganggu sebentar. Ada yang ingin saya tanyakan sama kamu," Tukas Darrel tanpa berbasa-basi lagi. Ia berdeham, menunggu jawaban dari Diandra.
"Ada apa ya?"
Darrel mengangkat alisnya mendengar suara Diandra yang ketus. Ia menghela nafasnya panjang, sepertinya Ilene sudah banyak bercerita tentang pernikahan mereka yang berantakan.
"Ilene bertemu dengan kamu kemarin?" Tanya Darrel, mencoba mengabaikan sikap dingin Diandra.
"Ya. Kenapa? Ada masalah soal itu?"
Darrel mendesah mendengar suara Diandra yang kembali ketus. Sepertinya kesan Diandra padanya sudah menjadi buruk. Tapi, ia membutuhkan informasi dari Diandra. Siapa lagi yang tahu soal Ilene selain sahabatnya.
"Tidak, saya hanya ingin tahu siapa pria yang mengantar Ilene kemarin," jelasnya singkat.
"Kenapa tidak tanya pada Ilene saja?"
Darrel memijat keningnya yang berputar mendengar perkataan Diandra, tidak mungkin ia bertanya pada Ilene soal ini. Dimana harga dirinya nanti?
"Jadi kamu mau kasih tahu saya atau tidak? Kalau tidak, tidak apa-apa. Saya bisa cari tahu sendiri," Putus Darrel, mulai kesal karena Diandra tidak menjawab pertanyaannya sama sekali.
Ada jeda yang panjang setelah ia mengatakan hal itu. Darrel hendak mematikan panggilan itu, namun kemudian suara Diandra kembali terdengar.
"Itu Rean. Dia mantan pacar Ilene, dia juga sahabat Ikbal,"
Kedua netra Darrel melebar mendengar jawaban Diandra, "Mantan pacar?"
"Ya. Mereka kebetulan bertemu di rumah kami. Ngomong-ngomong kenapa kamu begitu penasaran soal ini?"
Darrel menggeleng cepat, "Tidak apa-apa, kalau begitu terimakasih,"
Darrel segera mematikan panggilan itu sebelum Diandra kembali bertanya macam-macam. Ia tidak bisa mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari orang lain yang ia sendiri tidak mengetahui apa jawabannya. Jawaban Diandra semakin mengusik hatinya. Ternyata pria itu adalah mantan kekasih Ilene, tapi kenapa mereka masih terlihat akrab satu sama lain?
Darrel meremas ponselnya, satu hal yang baru ia sadari, ternyata ia tidak suka Ilene berhubungan kembali dengan mantan kekasihnya. Tunggu sebentar, dia adalah suami Ilene. Bukankah dia berhak melarang Ilene untuk dekat dengan pria mana pun?
****
"Len, sorry tadi gue bilang ke Darrel kalau kemaren yang nganter loe tuh Rean, mantan cowok loe,"
Ilene hampir tersedak jus yang sedang ia minum di sebuah supermarket. Ia segera mencari tempat duduk di sekitarnya lalu membenarkan letak ponselnya dengan benar.
"Tunggu sebentar, maksudnya gimana? gue ga ngerti," jawabnya bingung. Plastik belanjaan yang sedang ia pegang, ia taruh di sampingnya sembarangan.
"Jadi tadi Darrel nelepon gue, terus dia tanya soal Rean,"
Kening Ilene berkerut dalam mendengar jawaban Diandra, "Darrel tanya soal Rean? Kenapa?"
"Mana gue tahu. Ya sekalian aja gue bilang dia itu mantan loe,"
Ilene menepuk dahinya keras, Diandra malah menambah daftar masalah untuknya. Bagaimana jika Darrel malah salah paham soal jawaban Diandra?
"Kenapa loe harus ngomong kaya gitu sama Darrel sih Ra?" Protes Ilene kesal.
"Sengaja gue, biar Darrel gak semena-mena sama loe terus,"
Ilene memijat keningnya, "Tau ah, pusing gue,"
Desahan panjang kembali ia keluarkan. Sudah kepalang basah, Darrel sudah mengetahuinya, mau bagaimana lagi.
"Loe marah Len? Ayolah Len, sekali-kali loe harus bikin Darrel cemburu,"
Ia tidak marah, hanya saja ia tidak ingin masalah sepele ini semakin menambah masalah yang telah ada. Ilene merasa sangsi, Darrel cemburu padanya? Itu suatu hal yang mustahil untuk mereka berdua.
"Udahlah, lagipula mungkin Darrel cuma iseng aja nanya sama loe Ra," sanggah Ilene.
"Bukan gitu Len, tapi gue yakin.."
Sudut mata Ilene tiba-tiba menangkap bayangan seorang wanita yang ia kenal keluar dari arah supermarket. Suara Diandra terasa kebas di telinganya. Ia segera bangkit berdiri, "Bentar Ra, gue ada urusan,"
Seketika Ilene memutuskan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Diandra. Dengan langkah mengendap-endap ia menyongsong ke arah wanita itu pergi. Jelas sekali itu adalah Melinda, tapi siapa anak kecil yang berada disebelahnya?
"Ma, buka dong!"
Ilene ternganga mendengar teriakan anak perempuan berkuncir dua itu kepada Melinda. Mama? Jadi itu anak Melinda?
Melinda terlihat tersenyum lalu membuka kemasan makanan ringan kemudian menyerahkannya kembali kepada anak itu. Mata Ilene memicing melihat mereka berjalan ke arah sebuah mobil yang terparkir. Setelah makin dekat, ada seorang pria yang keluar dari sana lalu menggendong si bocah perempuan. Pria itu juga meminta semua belanjaan di tangan Melinda untuk ia bawa. Insting Ilene segera mencerna atas semua yang telah dilihatnya.
Pemandangan apa ini? Jadi Melinda sudah menikah? Ilene meremas ponselnya yang masih tergantung di dalam jari jemarinya dengan kuat. Tidak mungkin. Jadi Darrel adalah pria selingkuhan seorang wanita yang sudah menikah?
****
"Aku minta kamu jauhi Rean,"
Ilene tersentak, ia sedang membereskan barang belanjaannya saat Darrel tiba-tiba datang lalu berteriak padanya. Ia menghela nafasnya panjang. Bagus sekali, Darrel telah terlebih dulu menyulut api emosi di hati Ilene.
"Kenapa aku harus menjauhinya? Bukannya kamu yang harusnya melakukan itu, Mas?" Timpal Ilene pedas. Ia segera menutup pintu lemari es dengan kuat, ia akan membereskan semua barang ini nanti. Sepertinya mereka harus berdebat panjang lagi.
"Kenapa kamu malah mengalihkan pembicaraan? Kamu adalah istriku, bukankah seorang istri seharusnya menuruti perintah suaminya?"
Ilene memutar matanya, "Memangnya sejak kapan kamu menganggapku seorang istri?" Sindir Ilene tajam.
Darrel terlihat tidak mampu berkata-kata. Pria itu terdiam, membuat Ilene kembali berani membuka suara, "Kamu gak berhak melarang aku sementara kamu menjadi pria selingkuhan wanita bersuami, Mas!" Pekik Ilene. Kesalahan Darrel dan Melinda sudah tidak bisa ia tolerir lagi. Jadi Darrel menolaknya demi seorang wanita murahan seperti itu? Sungguh menjijikkan.
Darrel terlihat terkejut mendengar perkataan Ilene, wajahnya menjadi merah padam menahan amarah, "Jaga ucapan kamu, Ilene Maharani!"
"Apa yang salah dengan ucapanku, Mas? Melinda bahkan sudah punya anak, apa kamu tidak malu mencintai wanita murahan seperti itu?" Sambung Ilene berang. Nafasnya memburu, ia begitu marah karena Melinda yang jelas sudah memiliki keluarga malah mengakui Darrel sebagai miliknya tempo hari. Dasar wanita tidak tahu malu!
"Aku bilang jaga ucapan kamu! Kamu tidak tahu apapun soal Melinda!"
Ilene terperangah mendengar bentakan yang cukup keras keluar dari mulut Darrel. Rahang pria itu mengatup keras, Ilene bahkan dapat melihat kepalan tangan yang kuat di samping tubuh Darrel. Mata Ilene membulat melihat kilatan amarah yang begitu besar dari wajah di hadapannya. Kenapa? Kenapa Darrel terlihat sangat marah saat ia mengusik nama Melinda? Padahal yang ia katakan adalah kenyataan, kenapa Darrel masih membela wanita itu?
Darrel terlihat memejamkan matanya lalu berdecak, "Terserah kau mau dekat dengan siapa, aku tidak peduli!"
Ilene hanya bisa membeku di tempat melihat Darrel yang menghentakkan kakinya lalu keluar dari rumah. Kenyataan lain menghantamnya dengan keras, ternyata Darrel sangat mencintai Melinda.