Chereads / Suamiku Berbeda / Chapter 14 - Malam Pertama Bagian 2

Chapter 14 - Malam Pertama Bagian 2

Darrel sepertinya tidak mengacuhkan kekhawatirannya karena selanjutnya pria itu sudah bangkit lalu memasukkan miliknya ke dalam inti milik Ilene. Milik Darrel tidak dapat masuk sepenuhnya karena masih terantuk dinding penghalang. Darrel mengernyit saat merasakan gerak miliknya yang berhenti di tengah-tengah.

Menyadari bahwa lawan mainnya masih belum terjamah siapapun, Darrel memaksa masuk dengan perlahan. Ilene meringis merasakan perih yang luar biasa dibawah sana. Sakit sekali. Ilene pernah diceritakan oleh Diandra bahwa malam pertama memanglah sakit, tapi ia tidak menduga bahwa rasanya akan sesakit ini. Ilene mencoba menghentikan gerak Darrel, ia menancapkan kuku jarinya agar Darrel berhenti. Namun percuma, dia tidak bisa menghentikan gerak seorang pria dewasa yang sudah sepenuhnya diselimuti oleh gairah.

"Mas, sakit," keluh Ilene. Ia tidak berbohong, rasanya sakit sekali di bawah sana.

"Tenang, Sayang,"

Darrel mencoba meredakan ringisan dari mulut Ilene dengan menghadiahi kecupan-kecupan lembut. Tubuh pria itu bergerak dengan tempo lambat untuk menembus dinding penghalang itu. Ilene menjerit saat Darrel telah berhasil masuk seluruhnya. Setitik air mata keluar dari netranya, Darrel yang sadar segera mengecup lembut kelopak matanya agar Ilene merasa lebih baik. Darrel berhenti, memberi waktu pada milik Ilene untuk terbiasa dengan miliknya.

Tubuh Darrel mulai bergerak kembali setelah dirasa Ilene mulai terlihat tenang. Ilene meringis, merasakan perih yang luar biasa menghunjam tubuhnya. Namun lama kelamaan rasa perih itu tersamarkan oleh gelenyar aneh yang ia rasakan. Perih itu semakin meredup lalu hilang seluruhnya. Ilene merasa akan meledak, Ilene tidak tahu jika bercinta rasanya akan sedahsyat ini. Melihat Ilene yang mulai menikmati permainan mereka, Darrel terlihat semakin bersemangat. Ia mempercepat tempo tubuhnya membuat Ilene merasa semakin melayang. Mereka saling bersahutan dalam lautan kenikmatan yang panjang.

Malam itu, Ilene merasa telah menjadi istri seutuhnya. Saat ia mendengar lenguhan terakhir yang keluar dari mulut suaminya, ia merasa kehidupan pernikahan mereka telah lengkap. Namun, kebahagiaan Ilene ternyata tidak berlangsung lama. Dengan mata terpejam, Darrel tiba-tiba bergumam, "Aku mencintaimu, Kak Mel..."

****

Ilene tersentak saat mendengar gumaman pelan yang keluar dari mulut Darrel. Jantungnya seolah berhenti di tempat. Alisnya tertaut sempurna, penuh kebingungan. Kak Mel? Siapa itu Kak Mel?

Hanya sekali. Gumaman itu hanya diucapkan Darrel sekali saja. Darrel langsung terpejam kembali tanpa memberikan Ilene kesempatan untuk bertanya. Ilene mencengkram sisi ranjang dengan tangannya. Apa ia salah dengar? Ilene menggeleng lemah. Tidak, tentu saja tidak. Ia yakin ia memang mendengarnya dengan jelas, ia hanya tidak ingin mempercayai pendengarannya dan berharap salah satu panca indera itu berhenti berfungsi. Namun logikanya kembali berteriak. Jelas sudah bahwa Darrel memanggil nama seseorang di alam bawah sadarnya.

Sudut hati Ilene kembali tergores, apa gunanya semua yang mereka lakukan hari ini jika Darrel tidak pernah menganggapnya? Darrel malah menyebut nama wanita lain setelah sesi malam pertama mereka. Harga dirinya semakin merosot jatuh, kenapa ia harus terjebak dalam permainannya sendiri?

Dengkuran halus terdengar dari mulut Darrel. Ilene mendengus kasar, lihatlah wajah polos itu. Pria itu bahkan bisa tertidur lelap setelah ia melakukan kesalahan fatal.

Ilene merasa lelah, tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa sangat sakit. Ilene mencoba bangkit meski kepayahan. Kedua pangkal pahanya terasa sangat linu, namun ia tetap berusaha menegakkan tubuhnya. Sebenarnya ia ingin tertidur lelap di dekapan Darrel malam ini, namun setelah kejadian tadi seluruh impiannya pun pupus. Ilene berjalan dengan langkah terseok-seok ke arah kamar mandi, ia harus segera membersihkan dirinya atau ia akan mempermalukan dirinya sendiri karena sebenarnya bukan dirinyalah yang Darrel inginkan.

Air mata kembali menggenang di kelopak matanya, namun Ilene segera menghapus cairan yang terlanjur turun. Ia tidak akan menangis lagi, sia-sia membuang stok air matanya untuk pria sejahat Darrel.

****

Pagi-pagi sekali Darrel memakai seluruh pakaian yang telah Ilene siapkan. Ilene yang terlihat meringkuk di kamar sebelah sepertinya enggan menemuinya. Darrel sadar satu hal, ada yang terjadi pada mereka kemarin malam.

Tempat tidur mereka yang berantakan, kepalanya yang terasa berputar saat ia bangun, dan sekarang Ilene yang memilih tidur di kamar lain. Ilene bahkan tidak mau menampakkan wajah padanya. Kacau, Darrel kembali menjambak rambutnya kasar. Meski samar-samar, ia mengingat hampir separuhnya kejadian yang terjadi semalam. Jelas mereka telah melakukannya. Melakukan hubungan suami istri yang begitu ia hindari. Dapat dilihat dari bercak merah yang mengering di permukaan seprai. Tidak diragukan lagi, Ilene memang merupakan wanita yang terjaga kesuciannya. Tapi aneh, kenapa yang terbayang di pikirannya saat itu adalah wajah Melinda? Sial! Apa tanpa sadar ia telah menyebut nama Melinda dalam proses itu? Apa itu alasan yang membuat Ilene memilih menyingkir dari kamar mereka?

Tunggu sebentar, bukan hal itu yang menjadi masalah utamanya sekarang. Persoalannya adalah bagaimana mungkin seorang pengidap genophobia seperti dirinya merayu seorang wanita untuk bercinta? Mereka melakukannya tanpa ada paksaan apapun, meski ia setengah sadar tapi sepertinya semalam ia menikmatinya. Ada apa dengannya sebenarnya? Apa selama ini ia ternyata normal atau apakah ia sudah sembuh? Begitu banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepala Darrel, namun ia tidak mempunyai jawaban untuk satu pernyataan pun.

Kening Darrel berkerut, ia tahu kepada siapa pertanyaan ini ia ajukan. Daniel, dokter spesialisnya. Ia harus segera menemui Daniel saat ini juga.

Dengan langkah cepat dan terburu, Darrel segera menuju ke arah kendaraan roda empatnya. Ia segera memacu kendaraan itu, membelah lautan jalanan dengan kecepatan tinggi.

****

Ilene tahu jika Darrel sudah pergi sedari tadi. Ia juga tahu bahwa ia telah melalaikan kewajibannya pada Darrel hari ini. Tapi hatinya begitu terluka. Ia merasa tidak ada harganya lagi di mata Darrel.

Kak Mel.

Nama itu terngiang, mencabik-cabik seluruh sudut hatinya. Ia bahkan tidak tahu bagaimana rupa wanita yang di panggil Kak Mel. Tapi ia merasa benci, ia merasa iri karena orang itu yang sudah merebut tempat di hati Darrel.

Benaknya dipenuhi tanda tanya. Apa Kak Mel itu cantik? Apa dia begitu mempesona hingga Darrel menjatuhkan hatinya pada wanita itu? Apa ia sangat kurang jika dibandingkan dengan Kak Mel itu?

Bunyi bel pintu membuyarkan seluruh lamunannya. Ilene mendesah, siapa yang bertamu di pagi hari seperti ini? Ia sedang malas bertemu siapa pun.

Ilene mencoba mengabaikannya, namun bunyi bel itu tidak jua menyerah. Dengan malas, Ilene menarik kakinya lalu melangkah ke arah pintu. Jika itu Diandra atau siapa pun yang tidak penting berdiri disana, ia akan mengusirnya dengan segera.

Ilene hendak membuka mulutnya lebar saat derit pintu terbuka. Namun ternyata bukan Diandra, bukan pula seseorang yang ia kenal berdiri disana. Ilene mengangkat alis, wanita bertubuh sintal dengan gaun merah berbelahan tinggi setengah lutut berdiri di hadapannya. Ilene terpaku melihat penampilan wanita itu, dress itu terlalu erotis dipakai di kala siang bolong seperti ini.

"Ada perlu apa ya, Mbak? Maaf, tapi Mbak bukan sales suatu produk kan?"

Tanpa berbasa-basi Ilene langsung bertanya, ia sedikit trauma terhadap beberapa orang tak dikenal yang tempo hari masuk tanpa izin demi menjajakan barang dagangannya.

Namun, jawaban dari wanita itu selanjutnya membuat Ilene seketika lupa caranya bernafas.

"Saya Melinda, salam kenal!"