Lee Eunhwa, gadis berusia dua puluh dua tahun. orang terdekat biasa memanggilnya Hwa. Tatapannya yang penuh dengan ketulusan, dan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya menjadi ciri khas gadis bersurai hitam itu. Gadis berkepribadian hangat yang amat menyukai keindahan langit.
Kehidupan Hwa terlihat biasa saja. Bahkan bisa dikatakan penuh kebahagiaan jika dilihat dari senyuman yang terus melekat pada wajahnya. Siapa sangka senyuman itu merupakan sebuah topeng dan juga tameng bagi Hwa, agar tak ada orang yang melewati batas, dan menggoreskan luka di atas goresan yang belum kering.
Kehidupan Hwa penuh dengan tragedi. Gadis yang kita lihat sekarang adalah gadis yang dulu pernah terpuruk begitu dalam. Dia merengkuh dirinya sendiri hingga akhirnya berhasil bangkit dengan bantuan sahabatnya. Hwa memilih untuk melanjutkan hidupnya, padahal saat itu selangkah lagi ia bisa saja memilih pergi dari semua rasa sakit yang dirasakannya. Dia hanya tak ingin pergi meninggalkan banyak kesalahpahaman antara dirinya dan adiknya. Walaupun hingga kini hal itu tak kunjung membaik. Namun Hwa tak menyesal karena memilih untuk terus melanjutkan hidupnya. Setidaknya dia masih bisa melihat adiknya bahagia walau dari kejauhan dengan harapan semoga suatu saat nanti semua bisa kembali membaik.
Hwa memiliki sebuah toko bunga kecil di pinggiran kota Seoul. Seperti hari biasanya, kini gadis itu tengah sibuk merangkai beberapa bunga pesanan pelanggannya. Sebuah bouquet berisikan bunga matahari dan baby's breath yang bermakna kebahagiaan dan keberuntungan yang abadi telah tertata indah, siap untuk diambil oleh pelanggan.
Dering suara bell berbunyi beriringan dengan terbukanya pintu. Seorang gadis bersurai coklat sepinggang masuk dengan wajah gembira, dia berlari kecil menuju Hwa dan memeluknya. Hwa menyambut pelukan gadis itu. Dalam benaknya dia bertanya-tanya apa yang membuat gadis ini sebahagia ini?
Setelah merasa cukup memeluk Hwa, gadis dengan surai coklat itu berbisik di telinga Hwa, "Chris mengajakku berkencan." Ucapan itu sontak membuat mata Hwa membulat dan ikut berbahagia.
"Waah, Chris oppa mengajak eonni berkencan setelah empat tahun kalian berteman? Yeokshi Baek Seongeun… akhirnya kalian bisa bersama, aku turut bahagia," ucap Hwa sembari memegang tangan gadis bernama Seongeun itu.
"Kamu adalah orang pertama yang tahu tentang hal ini." Seongeun bersemangat.
"Benarkah? Ya! Bukannya memang harus begitu… aku harus jadi yang pertama kali tahu tentang eonni kan?" kata Hwa menggoda.
Baek Seongeun, atau Hwa biasa memanggilnya dengan Eun eonni. Gadis yang usianya terpaut delapan tahun lebih tua dari Hwa, tapi kedekatan keduanya tak diragukan lagi. Jika orang melihat keduanya maka, orang itu akan berpikir bahwa mereka adalah saudara kandung.
"Eonni… bukankah seharusnya kamu mentraktirku makan makanan yang enak?" ujar Hwa yang kini telah kembali disibukkan dengan beberapa tangkai bunga.
"Itulah sebabnya aku kemari Hwa-ya… ayo kita makan makanan yang enak! Hari ini apa yang ingin kamu makan? Oh ya selain guksu ya, aku sudah muak memakan guksu bersamamu." Seongeun sedikit menginterupsi, sedangkan Hwa hanya tertawa.
"Baiklah, kali ini aku akan memilih makanan mahal. Aku ingin memakan baek kimchi ravioli… bagaimana Seongeun-ssi?" Hwa memilih sebuah makanan yang sedang trend akhir-akhir ini, dan mendapat anggukan persetujuan dari Seongeun.
Setelah menyelesaikan bouquet terakhir, Hwa dan Seongeun berbincang sebentar sambil menunggu pelanggan datang mengambil pesanan mereka. Tepat saat jarum jam menunjukkan pukul enam sore, bouquet itu telah diambil oleh pemesannya. Hwa bergegas merapikan tokonya dan menutupnya. Sekarang keduanya berjalan sambil bergandengan tangan menuju sebuah restoran, tempat mereka akan makan malam hari ini.
"Wah daebak, rasa baek kimchi ravioli ini ternyata memang seenak itu. Pantas saja menjadi trend belakangan ini." ucap Seongeun ketika lidahnya dimanjakan dengan rasa nikmat perpaduan antara kimchi yang segar dan gurihnya saus putih ravioli.
"Hwa-ya… kudengar pemilik restoran ini sangat tampan." Seongeun berubah ke mode serius. Hwa tak terlalu memperdulikan Seongeun. Gadis itu menikmati setiap gigitan dari makananya. Hal itu membuat Seongeun sedikit kesal, Hwa tergelak melihat kekesalan Seongeun.
"Iya, aku tau itu. Namanya Lee Minho," kata Hwa santai sembari kembali menikmati makanannya.
"Ya! Bagaimana bisa kamu tau namanya?" Seongeun terperanjat. Dia tak percaya bahwa gadis di hadapannya ini bisa tau nama pria setampan itu. Bukannya tidak senang, tapi Hwa adalah gadis yang anti sekali didekati oleh para pria. Bahkan Hwa sangat menjaga jarak dengan teman-teman prianya.
"Eum, aku bertemu dengannya beberapa kali. Dia memesan sebuah bouquet setiap bulannya," jawab Hwa santai. Sedangkan Seongeun ber 'oh' tanda mengerti bahwa pertemuan keduanya rupanya hanya sebatas pelanggan dan penjual.
"Apa eonni berharap aku bertemu dengannya secara kebetulan seperti di drama-drama? Itu tidak mungkin eonni…" ucap Hwa yang seakan tau apa yang ada dipikiran Seongeun.
"Tidak, aku tidak berpikir seperti itu… haha, aku berharap apa dari seorang Lee Eunhwa?" ujar Seongeun sambil tertawa canggung.
Setelah menyelesaikan makan malam, mereka berpisah karena Chris menjemput Seongeun. Sedangkan Hwa memilih untuk berjalan sebentar di taman menikmati keindahan langit malam yang dihiasi bintang-bintang. Tak terasa dia berjalan mengelilingi taman Hangang. Setelah merasa lelah Hwa memutuskan untuk membeli sekaleng minuman bersoda, entahlah mungkin karena sedang beruntung, minuman kesukaannya itu sedang ada promo buy one get one.
Setelah selesai membayar minumannya, Hwa mencari tempat duduk yang menghadap langsung ke sungai Han. Namun netranya menangkap sebuah punggung yang tak asing. Hwa berjalan mendekat ke arah seorang pria yang tengah duduk dengan tatapan kosong. Dengan jahilnya gadis itu menempelkan kaleng minuman dingin ke pipi pria itu sambil tersenyum.
Kaget dan bingung, itulah ekspresi pertama pria itu. Namun setelah melihat siapa pelakunya, pria itu tersenyum dan menerima sekaleng minuman dingin itu. Pria itu juga mempersilahkan Hwa untuk duduk di sampingnya. Suasana diantara mereka hening, menyisakan suara riuh aliran sungai dan suara beberapa pejalan kaki.
"Sedang dalam keadaan pikiran yang kosong ataukah sedang mengosongkan pikiran?" tanya Hwa memecah keheningan diantara mereka. Sang pria diam sambil menatap Hwa sejenak lalu menjawab singkat, "mungkin opsi pertama."
"Kau sendiri?" Pria itu bertanya balik.
Hwa menghela nafas panjang, lalu balik menatap pria itu kemudian mengangkat kedua bahunya. Sontak pria itu tertawa gemas melihat ekspresi gadis di hadapannya.
"Mau bermain denganku, Lee Minho?" ajak Hwa dengan tatapan lurus kedepan. Pertanyaan gadis itu membuat pria bernama Minho itu menyunggingkan senyuman tipis sembari menatap Hwa. Gadis yang akhir-akhir ini selalu muncul di pikirannya tatkala harinya terasa sangat melelahkan, atau ketika ada hal baik yang ia dapatkan. Dia ingin membagi semuanya pada gadis di hadapannya sekarang.