Eunhee, pria itu menghampiri Seunghan dan bertanya padanya tentang keadaan Hwa saat dia sedang menebus obat untuk Hwa.
Seunghan yang langsung mengenali Eunhee memberitahu banyak hal padanya. Seunghan tau betul bagaimana Hwa sangat menyayangi Eunhee saat mereka masih satu sekolah dulu. Dia benar-benar tak menyangka bahwa Eunhee tega menyakiti Hwa seperti tadi.
"Kau benar-benar tak tau tentangnya, tapi kau terus mengusiknya?" ucap Seunghan pada Eunhee.
"Hwa telah hidup dalam penderitaan selama setahun, gadis itu bahkan melakukan percobaan bunuh diri beberapa kali," lanjutnya.
"A-aku sama sekali tak tau akan hal itu," kata Eunhee.
"Itulah kenapa kau harus melihat bagaimana menderitanya Hwa," ucap Seunghan.
"Kau harus meminta maaf padanya, selama ini bukan hanya kau sendiri yang merasa sakit karena kepergian ayahmu dan kondisi ibumu, apa kau lupa kalau gadis itu juga mengalami kecelakaan itu?" ucap Seunghan sebelum akhirnya pergi meninggalkan Eunhee.
Hati Eunhee melunak setelah melihat secara langsung bagaimana keadaan Hwa. Sejujurnya sosok Hwa baginya adalah kakak yang baik dan sangat menyayanginya. Dia mulai berpikir bahwa apa yang dia lakukan saat ini salah.
Sementara itu, Minho membawa Hwa pergi dari rumah sakit dengan mobilnya. Alih-alih membawa gadis itu kembali ke rumahnya, Minho justru membawa Hwa ke tempat yang tak terduga yang bahkan Hwa pun membulatkan matanya saat tiba di sana. Bagaimana tidak, tempat itu adalah gunung achasan.
"Kita akan mendaki gunung?" Tanya Hwa.
"Eung… jika kita naik sekarang kita bisa melihat pemandangan saat matahari tenggelam nanti," jawab Minho bersemangat.
"Kita mendaki sambil mengosongkan pikiran atau bisa juga kita mendaki dengan pikiran yang kosong," lanjutnya.
"Baiklah, ide yang tak terlalu buruk. Mendaki di siang hari seperti ini sungguh menantang," kata Hwa pasrah.
"Ayo," ujar Minho sembari mengulurkan tangannya.
"Eung…" Hwa menyambut tangan Minho.
Di sepanjang perjalanan naik ke atas gunung mereka saling diam, memilih untuk menikmati pemandangan yang disajikan alam sambil bergandengan tangan.
Sebenarnya mendaki gunung ini tak terlalu sulit, itu sebabnya Hwa menikmati pendakian ini. Terlebih dia mendaki bersama Minho. Ya, walaupun di tengah teriknya matahari.
"Apa kau masih menyayangi Eunhee?" Di tengah perjalanan mereka yang hening, Minho mulai menanyakan sesuatu pada Hwa.
"Ya, aku masih menyayanginya. Bagaimanapun juga dia adalah adikku," jawab Hwa.
"Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?" Tanya Minho.
"Entahlah, aku rasa tak mungkin ada kesempatan untuk berbicara dengan baik bersama Eunhee. Dia selalu muncul dengan emosinya," ucap Hwa.
"Jika saja hal itu terjadi, kau dan Eunhee bisa duduk sambil berbicara satu sama lain, apa kau akan kembali tinggal bersama mereka?" Minho kembali bertanya.
"Aku juga tak tahu, bahkan aku tak memikirkan hal itu," jawab Hwa.
"Apa kau akan pergi ke suatu tempat yang jauh?" Kali ini giliran Hwa yang bertanya.
"Tidak," jawab Minho singkat dan memalingkan wajahnya menghindari tatapan Hwa.
Mereka kembali hening, masih dengan tangan yang saling menggenggam mereka terus naik mendaki bukit Achasan. Sesekali mereka berhenti sejenak untuk duduk karena Hwa yang lelah, tapi tak lama perjalan mereka mendaki, akhirnya mereka sampai di puncak gunung Achasan.
Dari atas sana, terlihat jelas pemandangan kota Seoul dengan gedung-gedung tinggi yang mendominasi. Terpaan angin terasa menyegarkan setelah kurang lebih satu setengah jam mereka mendaki. Merek memilih duduk di atas sana sambil menunggu matahari terbenam.
Hwa menaruh kepalanya pada bahu Minho, tangannya masih memegang tangan Minho. Sambil melihat langit yang mulai berwarna oranye, Hwa berkata pelan, "Aku berharap bisa terus bersamamu, tapi jika kau akan pergi jauh, aku harap kau tak melupakanku."
Entah Minho dengar atau tidak perkataan Hwa, yang jelas pria itu mengeratkan genggamannya. Sore itu mereka menikmati pemandangan langit kota Seoul yang indah di atas ketinggian dua ratus delapan puluh lima meter.
Setelah kurang lebih satu jam mereka menikmati pemandangan langit dari atas puncak gunung Achasan, mereka akhirnya turun karena perut yang berbunyi karena lapar. Mereka memutuskan untuk makan di kedai pinggiran yang dikenal dengan sebutan pocha.
Kedai itu menjual tteokbokki, eomuk, jajangmyeon, udon, ramyeon, aneka gorengan yang disebut twigim, dan pastinya soju serta bir juga tersedia di kedai tersebut.
Hwa memilih tteokbokki sedangkan Minho memesan udon. Mereka juga memesan beberapa gorengan sebagai teman makan. Tentu saja mereka berdua memilih soda sebagai minuman. Karena mereka tak meminum soju atau bir.
Saat sedang asik menikmati makanan yang mereka pesan, ponsel Hwa berbunyi menandakan sebuah pesan masuk. Hwa melihat layar ponselnya dan mendapati nama Asha tertera di sana.
Hwa membuka pesan yang Asha kirimkan, rupanya gadis itu menanyakan keadaan Hwa. Setelah kejadian malam itu, Asha belum menghubungi Hwa hingga saat ini. Hwa tak terlalu ambil hati dengannya, Hwa tau bahwa Asha pasti punya alasan kenapa dia baru menghubunginya sekarang.
Dalam pesannya, Asha bertanya apakah Hwa baik-baik saja? Dia juga meminta maaf pada Hwa atas kejadian malam itu dan ya, dia mengakui bahwa dirinya sengaja mengajak Hwa ke pesta malam itu. Dia berharap hubungan Hwa dan Eunhee bisa lebih baik, tapi kenyataannya dia salah.
Hwa membalas pesan Asha, dia bilang kalau dirinya baik-baik saja dan Asha tak perlu meminta maaf. Setelah itu Asha mengajaknya untuk bertemu sebagai tanda permintaan maaf dan Hwa mengiyakan ajakan Asha.
Setelah selesai dengan makanan masing-masing, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah. Minho mengantarkan Hwa ke apartemennya. Setelah memastikan Hwa sampai ke apartemennya dengan selamat, Minho melaju ke arah rumahnya.
Sesampainya di rumah, Minho menyandarkan punggungnya ke kursi. Dia memijat pelipisnya. Sejujurnya Minho akan pergi ke jepang untuk waktu yang lama. Tapi, pria itu belum bisa memberitahu hal itu pada Hwa. Namun, cepat atau lambat Hwa pasti akan tau tentang hal itu.
***
Keesokan harinya, Hwa bersiap menuju toko bunga miliknya. Seperti biasanya, Hwa akan mengerjakan beberapa pesanan bouquet bunga untuk hari ini. Dan sore harinya dia akan pergi bersama Asha.
Pagi tadi Seongeun sempat menghubunginya, menanyakan keadaan Hwa dengan khawatir. Rupanya kejadian kemarin telah sampai padanya. Karena itu nanti malam Seongeun memutuskan untuk datang ke apartemen Hwa dan memastikan bahwa gadis itu benar-benar baik seperti yang dia katakan.
Sesampainya Hwa di toko bunga miliknya, dia langsung memakai apron, lalu menyiapkan bunga-bunga yang akan dia rangkai. Untuk rangkaian bouquet pertama bunga yang dipakai adalah pink peony dan white daisy.
Setelah lama berkutat dengan bunga-bunga, akhirnya Hwa menyelesaikan dua bouquet bunga dan satu basket flower. Sekarang tinggal menunggu pesanan itu diambil oleh pemesannya, setelah itu Hwa bisa pergi menemui Asha.
Saat Hwa tengah membereskan peralatannya, mata gadis itu menangkap sesosok pria dengan kaos putih berdiri di luar toko. Awalnya Hwa tak memperdulikan pria itu, tapi pria itu berdiri sangat lama di depan toko. Hal itu membuat Hwa penasaran siapa sebenarnya pria itu.
Hwa memutuskan untuk pergi keluar dan melihat langsung siapakah pria yang sedari tadi berdiri di depan tokonya. Saat Hwa membuka pintu toko dan melihat ke arah luar, pria itu segera pergi sambil menutupi wajahnya. Hwa menjadi penasaran, siapa kira-kira pria itu, apakah hanya pria biasa yang ingin membeli bouquet? Atau jangan-jangan pria yang berbahaya?