Chereads / Hiraeth (way back home) / Chapter 7 - Aku berhasil melaluinya

Chapter 7 - Aku berhasil melaluinya

Sesampainya mereka di depan ruangan psikiatri,Hwa masuk kedalam ruangan sedangkan Minho menunggu di luar. Di dalam ruangan, Dokter Raena telah menantinya. Wanita paruh baya itu menyapanya dengan penuh semangat dan wajah ceria.

"Haloo… Lee Eunhwa… bagaimana kabarnya?" Sapaan hangat dan penuh energi dari dokter Raena membuat hati Hwa menghangat.

"Halo dokter… keadaan saya sepertinya tidak bisa dikatakan baik," jawab Hwa.

"Kalau begitu, apa yang membuatmu merasa tidak nyaman akhir-akhir ini?" tanya Dokter Raena.

"Kemarin malam, saya kembali mengalami perasaan cemas berlebih dan terdengar suara-suara di dalam kepala saya… kejadian itu terputar kembali." tutur Hwa.

"Apakah ada sebab yang menjadi pencetus terjadinya kecemasan itu?" Dokter Raena mulai serius mendengarkan.

"Di hari sabtu, saya pergi dengan mengendarai mobil ke makam sahabat saya. Walaupun saya terserang rasa cemas selama mengendarai mobil, tapi saya bisa mengatasinya. Sampai ketika saya kembali ke rumah. Saya merasa sendiri lagi," Hwa mulai menjelaskan keadaannya.

"Awalnya saya berusaha mengabaikan perasaan itu. Namun, saat saya membaringkan tubuh di atas kasur, tiba-tiba peristiwa dari masa lalu itu berputar jelas seperti film yang sedang ditayangkan. Tak lama, suara-suara itu muncul di dalam kepala. Mulai menghakimi diri saya, lalu menyuruh saya untuk mati saja." Hwa masih terus menjelaskan.

"Malam itu hujan juga turun dengan deras, sehingga membuat saya semakin ketakutan. Suara-suara itu semakin jelas terdengar, rasanya saya ingin berteriak, tapi saya sangat takut. Mungkin itu sebabnya saya mendengar suara teriakan di dalam kepala saya." Hwa menjelaskan panjang lebar tentang situasinya.

"Lalu apa yang kamu lakukan ketika dalam kondisi itu?" tanya dokter Raena.

"Saya berusaha untuk melawannya, saya juga sempat meminum obat penenang. Tapi, saya tidak bisa tidur hingga pagi. Setelah matahari terbit, saya pergi ke sebuah bukit yang dekat dengan apartemen saya. Lalu duduk di sana dan mendengarkan semua isi kepala itu sambil menatap langit. Hari itu saya duduk di sana sampai malam." jelas Hwa.

"Lalu apa yang kamu rasakan setelah itu?" Dokter Raena kembali bertanya.

"Saya merasa lebih baik. Karena saya mendengarkan semua isi kepala saya, kemudian saya juga berbicara pada diri saya sendiri. Setelah itu saya tau bahwa saya hanya perlu menerima semua emosi yang saya pendam selama ini. Jadi saya menerimanya. Oh iya, malam itu Minho juga datang dan memeluk saya, setelah itu hati saya mulai merasa tenang." tutur Hwa.

"Baiklah, kalau begitu saya harus berkata bahwa kamu hebat! Kamu keren karena bisa melalui hal itu dan berusaha mencari cara agar tidak hanyut bersama isi kepalamu." Dokter Raena mengapresiasi Hwa yang sudah bisa melewati fase depresifnya.

"Hwa-ya… itu adalah hal yang wajar… saat seseorang yang memiliki trauma dihadapkan kembali dengan penyebab trauma nya, maka kebanyakan akan berpikir bahwa hal yang lebih mengerikan akan terjadi. Padahal sebenarnya hal itu tidak terjadi." Dokter Raena menjelaskan.

"Selama kamu masih bisa mencari cara dan solusi, selama kamu masih bisa berpikir tentang apa yang harus kamu lakukan, itu berarti kamu masih dalam kondisi normal. Hanya saja sedang dalam fase depresif. Setiap orang punya caranya masing-masing dalam menghadapi hal ini. Beberapa orang menghadapinya dengan cara bergerak dan mengeluarkan emosinya. Bisa dengan berlari, atau meninju samsak tinju."

"Ketika tubuh bergerak dan merasa lelah, ada hormon endorfin yang muncul, dan ketika hormon ini muncul, maka perlahan tubuh mendapatkan rasa tenang. Tapi, beberapa orang ada yang memilih untuk melukai diri sendiri sebagai jalan pintas untuk memunculkan hormon itu. Ketika tubuh merasa nyeri maka hormon tersebut perlahan mulai muncul."

"Sebenarnya, ketika kamu merasa ingin berteriak tidak mengapa untuk berteriak. Itu bisa membuat perasaanmu menjadi lega. Namun, jika kamu memiliki cara sendiri, seperti duduk diam, melihat langit dan mendengarkan semua isi kepalamu maka itu juga tidak mengapa. Terlebih kamu memiliki orang terdekat yang bisa memelukmu, itu adalah point tambahan." Dokter Raena menjelaskan panjang lebar, sedangkan Hwa menyimak setiap kata dari psikiaternya itu.

"Jadi, kamu harus memuji dirimu sendiri karena berhasil mengendarai mobil, walaupun rasa cemasnya masih muncul. Tapi, kamu sudah berani mengambil langkah. Waktu itu saya sudah pernah menyampaikan padamu kan. Tentang terapi orang yang trauma. Maka dia harus dihujani dengan hal yang menjadi traumanya. Tapi… tidak memaksakan diri dan tidak diforsir. Sebab tekanan yang berlebihan dapat memicu kamu kembali ke mode depresi." Dokter Raena masih melanjutkan perkataannya, dan Hwa yang berada di hadapannya sesekali mengangguk paham.

"Terkadang saya merasa bersalah pada Seongeun eonni dan Minho. Itu sebabnya saya memilih untuk tidak memberitahu mereka malam itu." ucap Hwa.

"Saya yakin, Seongeun ataupun Minho akan merasa lebih baik jika mereka tau tentang kondisimu dan bisa menemani kamu." Perkataan dokter Raena jelas sangat menenangkan bagi Hwa.

"Hwa-ya… ketika kamu menghadapi hal seperti ini lagi, jangan takut. Yakinlah kalau kamu bisa menghadapinya. Ketika kamu mendapati fase ini lagi, bukan berarti pengobatanmu gagal dan harus mengulang semuanya dari awal." Hwa tersenyum mendengar perkataan dokter Raena. Sekarang dia merasa lebih baik.

"Kalau begitu saya akan meresepkan obat yang harus kamu minum selama dua minggu. Sembari meminum obat ini, kamu harus bisa mengevaluasi dirimu sendiri. Setelah dua minggu, kamu bisa meminumnya selang-seling. Tapi, sebelum itu ingat bahwa kamu tetap harus mengevaluasi dirimu." kata dokter Raena sembari mengetik beberapa resep obat untuk Hwa, dan gadis itu hanya mengangguk sambil tersenyum. Perasaanya sudah lebih baik sekarang.

"Lee EunHwa… semangaat!" Perkataan terakhir dokter Raena sebelum Hwa berpamitan.

Setelah konseling dengan dokter Raena, perasaan Hwa jauh lebih baik mendengar perkataan psikiaternya itu. Hwa keluar dari ruangan dan mendapati Minho yang termenung di kursi tunggu. Gadis itu menghampiri Minho, dan duduk di sampingnya.

"Sudah selesai? Sudah merasa lebih baik?" Minho tersadar dari lamunannya dan melemparkan pertanyaan pada Hwa, dan kedua pertanyaan itu hanya dijawab dengan anggukan dan senyuman oleh Hwa. Melihat gadis di hadapannya itu tersenyum, Minho merasa lega.

"Sekarang kita harus menebus obat, lalu setelah itu kita bisa pulang," kata Hwa.

Minho mengacak rambut gadis itu, kemudian berdiri dan berjalan menuju apotik, sedangkan Hwa yang tertinggal, berlari kecil mengejar pria itu.

Setelah selesai menebus obat, bukannya pergi ke arah apartemen Hwa, Minho malah mengendarai motornya menuju pasar Namdaemun. Tempat dimana banyak makanan kaki lima di jual.

Hwa turun dari motor dan tak henti-hentinya berkata wah saat melihat setiap kedai jajanan di pasar itu. Gadis itu memimpin jalan, sedangkan Minho mengikutinya dari belakang sambil tersenyum. Minho selalu menikmati setiap moment bersama Hwa.

Kedai pertama yang disambangi oleh Hwa adalah penjual Hoppang. Dan sudah dapat dipastikan gadis itu akan memesan hoppang isi daging dan sayuran. Sambil melahap hoppang di tangannya, gadis itu pergi mencari kedai berikutnya.

Setelah tangannya penuh dengan berbagai jajanan dan kakinya sudah lelah, gadis itu menatap Minho dengan tatapan yang seakan mengatakan "ayo kita pulang! Aku sudah mendapatkan semua yang ku inginkan."

Entah apa saja yang gadis itu beli, mulai dari hoppang, hotteok, bungeoppang, bahkan gadis itu juga membeli strawberry kesukaannya.

Bagi Minho, melihat gadis itu tersenyum seperti saat ini adalah kebahagiaan untuknya. Itu sebabnya dia ingin terus berada di samping gadis itu, dan melewati semuanya bersama.