"Lama tak bertemu nuna," ucap seorang pria berjas dengan tatanan rambut yang rapi. Wajahnya sangat familiar untuk Hwa, tatapan mata yang tajam dan senyumannya, semua hal tentang pria itu terekam dalam banyak kenangan di hidup Hwa.
Hwa terdiam membeku, jantungnya berdebar kencang, keringat dingin mulai keluar, tangannya gemetar dan tak sengaja menjatuhkan gelas yang ada di tangannya. Hal itu membuat semua mata memandang ke arahnya.
Pria yang ada di hadapannya sekarang adalah Lee Eunhee, adik dari Hwa. Orang yang selalu Hwa hindari. Karena setiap melihatnya rasa bersalah selalu muncul. Hwa selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian yang menimpa kedua orang tuanya. Andaikan malam itu Hwa tak meminta ayah dan ibunya untuk menjemputnya di rumah kakeknya, mungkin ayahnya masih ada sekarang dan ibunya akan baik-baik saja.
Eunhee menyeringai ketika melihat Hwa ketakutan, baginya kakaknya itu tak pantas untuk hidup dengan bahagia dan tenang. Dialah yang harus membayar semua kejadian yang menimpa kedua orang tua mereka.
Eunhee memegang wajah kakaknya itu dan mendongakkannya ke atas menghadap wajahnya. Dia lalu membisikkan sesuatu di telinga Hwa yang membuat gadis itu jatuh terduduk. Kemudian dia pergi meninggalkan Hwa.
Malam ini Hwa benar-benar kacau, bajunya kotor terkena tumpahan minuman, tangannya sedikit terluka akibat pecahan kaca, tapi hatinya lebih terluka tatkala Eunhee berkata padanya, "tidak bisakah kau saja yang pergi menggantikan ayah? Atau kau saja yang merasakan penderitaan ibu? Apa kau tau rasanya dilupakan oleh ibu? Kenapa tidak kau saja yang mati hah?"
Ucapan Eunhee membuat Hwa kembali mengingat kejadian lima tahun yang lalu, saat dimana kecelakaan hebat merenggut nyawa ayahnya, membuat ibunya dan Eunhee menderita hingga sekarang.
Setelah Eunhee meninggalkannya, gadis itu terduduk di sana, sampai akhirnya Asha menghampirinya. Gadis itu ingin membawa Hwa pergi untuk mengobati luka di tangannya, tapi Hwa menolaknya dan memilih untuk pergi dari sana. Hwa tak ingin mengacaukan acara penting untuk Asha.
Dengan keadaan yang hancur, gadis itu berjalan menuju sebuah taman. Di sana dia duduk di atas sebuah ayunan. Perlahan peristiwa mengerikan itu mulai muncul kembali.
Malam itu Hwa dan Eunhee menginap di rumah kakek dan nenek mereka, kedua orang tua mereka pergi untuk pertemuan perusahaan. Awalnya semua baik-baik saja sampai ketika Hwa meminta ayahnya untuk menjemputnya malam itu, karena besok pagi dia harus mengikuti sebuah tes yang sangat penting.
Ayahnya mengiyakan permintaan Hwa, tepat setelah acara selesai, mereka pergi menjemput Hwa. Namun, setelah menjemput Hwa, mobil yang mereka kendarai mengalami kejadian yang nahas. Sebuah truk yang melaju dari arah berlawanan tiba-tiba menabrak mobil yang mereka kendarai.
Hujan yang turun malam itu membuat jalanan menjadi licin dan ayahnya kesulitan mengendalikan mobilnya. Akhirnya truk itu menghantam mobil mereka, mobil itu terseret dan akhirnya terguling. Kecelakaan besar yang membuat ayahnya meninggal di tempat, sementara ibunya dalam kondisi kritis.
Sedangkan Hwa terpental malam itu, tubuhnya tak banyak terluka parah, tapi dia menyaksikan bagaimana kedua orang tuanya bersimbah darah malam itu. Dia tak bisa berbuat banyak, hanya bisa menangis sambil terbaring lemah di tengah guyuran hujan yang deras lalu kemudian ia kehilangan kesadarannya.
Semenjak saat itu, Eunhee mulai menyalahkan Hwa atas kematian ayah mereka. Sedangkan ibu mereka mengalami kelumpuhan dan kehilangan ingatan. Eunhee sangat membenci Hwa dan selalu ingin agar gadis itu hidup dalam penderitaan.
Setelah kejadian itu Hwa sangat terpukul, dia bahkan merelakan impiannya untuk menjadi seorang dokter. Dia menarik diri dari sekitar, gadis itu benar-benar terpuruk. Di saat dia butuh dukungan secara psikis nyatanya dia malah ditinggalkan dan disalahkan atas apa yang terjadi.
Kakek dan neneknya pun menyalahkannya atas apa yang terjadi, mereka merasa kehilangan putranya dan menantu mereka mengalami luka parah. Lalu bagaimana dengan Hwa? Bukankah dia juga terluka? Mengapa semua orang menyalahkannya?
Semenjak saat itu Hwa pergi meninggalkan rumah, gadis itu menyewa sebuah kamar kecil. Di sana dia mengurung dirinya bahkan melakukan percobaan bunuh diri. Jika Asha dan Seongeun tak datang malam itu, mungkin Hwa telah pergi untuk selamanya.
Gadis itu mencoba untuk pergi dengan menyayat tangannya. Asha dan Seongeun menemukannya dalam keadaan bersimbah darah dan hampir kehilangan banyak darah. Entah harus bersyukur atau malah kecewa, malam itu Hwa berhasil diselamatkan.
Kini gadis itu tengah terdiam sambil memejamkan kedua matanya. Apa yang telah terjadi tak akan mungkin bisa diubah. Semua telah terjadi, bukan hanya mereka yang terluka, aku juga terluka akan kejadian malam itu. Lalu kenapa hanya menyalahkanku atas apa yang terjadi? Apa mungkin jika aku tak meminta mereka datang menjemputku malam itu, kejadian ini tak akan terjadi?
Sekarang Hwa memilih untuk menerima semua riuh yang berada dalam pikirannya. Dia berusaha untuk tak hilang kendali. Hwa lalu pergi ke sebuah minimarket di dekat taman, dia membeli sebotol air dan sebuah plester luka. Setelah itu dia kembali ke taman. Diambilnya sekotak obat penenang dari dalam tasnya, lalu ditegaknya obat-obatan itu.
Dia melihat luka yang ada pada tangannya, menyiramnya dengan sisa air yang tadi ia beli, kemudian menyekanya dengan tisu. Setelah itu dia menempelkan plester dan menutupi lukanya. Luka itu memang tertutup, tapi masih terasa perih.
Sama dengan apa yang Hwa rasakan. Mungkin Eunhee melihat dirinya hidup dengan baik, namun itu semua hanyalah plester yang Hwa gunakan untuk menutupi luka-lukanya. Sewaktu-waktu plester itu bisa saja terbuka dan memperlihatkan sebuah luka menganga.
Lalu luka itu harus dibersihkan kembali dengan air mata, perih lagi, sakit lagi, lalu kemudian ditutupi lagi dengan plester yang baru. Itu semua hanyalah tipuan, agar orang lain tak dapat melihat luka itu.
Hwa memutuskan untuk kembali ke apartemennya dan berusaha untuk melupakan apa yang terjadi hari ini. Setidaknya dia masih harus hidup dengan baik untuk besok. Dia memesan sebuah taksi dan melawan rasa takutnya untuk mengendarai mobil.
Gadis itu sampai ke apartemennya dengan selamat. Seakan traumanya akan mobil seketika kalah akan rasa sakit dan luka di hatinya malam ini. Lee Eunhee, bagi Hwa dia adalah adik kecilnya yang sangat ia sayangi. Tak peduli seberapa rasa sakit dan luka yang harus Hwa hadapi ketika bertemu dengannya. Bagi Hwa, Eunhee adalah yang paling berharga.
Di sisi lain, Asha menghentikan langkah Eunhee. Gadis itu bertanya kenapa dia tega melakukan hal itu pada Hwa?
"Aku sangat membencinya. Aku ingin dia terus hidup dalam penderitaan," ucap Eunhee.
"Kalau begitu, bukankah kau harus melihat bagaimana menderitanya Eunhwa?" Asha bertanya pada Eunhee.
"Ya, aku ingin melihat semua penderitaannya," kata Eunhee.
"Kalau begitu, tetaplah berada disisinya. Kau akan tau seberapa menderitanya gadis itu. Tanpa perlu kau sakiti, gadis itu telah dipenuhi oleh luka. Apa yang kau lihat selama ini hanyalah plester dari luka-lukanya." Asha sedikit meninggikan suaranya karena kesal.
"Aku akan terus memberinya luka sampai dia merasakan apa yang ayah dan ibu rasakan," ucapnya, kemudian berlalu pergi meninggalkan Asha.