Hwa dan Minho masih duduk di atas pasir, menikmati indahnya guratan merah di langit. Tangan mereka saling menggenggam, hari ini pun mereka ditakdirkan untuk saling menjadi sandaran satu sama lain.
Langit mulai menggelap setelah mentari masuk ke peraduannya. Dua insan itu memutuskan untuk kembali ke Seoul. Sambil terus bergandengan tangan mereka menikmati perjalanan pulang. Minho memutuskan untuk membawa Hwa ke apartemennya, pria itu tau bahwa gadisnya sedang dalam kondisi yang tak stabil.
Mereka memutuskan untuk pergi ke swalayan membeli beberapa bahan untuk makan malam, sebelum akhirnya mereka pergi ke apartemen milik Minho. Sesampainya mereka di apartemen, Minho langsung meminta Hwa untuk membersihkan diri. Dia menyiapkan sepasang baju dan celana miliknya untuk Hwa. Setelah itu dia sibuk di dapur, menyiapkan makan malam.
Hwa yang telah selesai membersihkan diri, keluar dengan baju kaos yang kebesaran dan celana yang kepanjangan. Hal itu membuat tawa Minho lepas, di matanya kini gadis itu tampak sangat menggemaskan. Sedangkan Hwa mengerucutkan bibirnya kesal.
Gadis itu duduk di kursi bar dapur Minho, dia memperhatikan punggung pria yang kini tengah mencincang bawang putih. Baginya kehadiran Minho di hidupnya adalah satu hal yang harus disyukuri. Pria di hadapannya itu adalah malaikat penyelamat untuknya, yang selalu ada di saat ia membutuhkannya.
"Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Minho yang entah bagaimana bisa tau bahwa Hwa memperhatikannya.
"T-tidak ada, lagi pula siapa yang melihatmu?" Hwa mengelak, sedangkan Minho tertawa kecil.
Setelah selesai, Minho membalikkan badannya dengan dua piring berisikan pasta di tangannya. Dia meletakkan satu piring di hadapan Hwa, lalu duduk di sebelah gadis itu. Hwa mulai memakan masakan Minho. Baginya semua masakan Minho terasa sangat lezat. Ya, bagaimanapun Minho adalah pemilik dari restoran bintang lima yang terkenal.
Mereka berdua hanya fokus pada makanan masing-masing. Tak ada yang bersuara memulai suatu pembicaraan. Dari tadi Minho memang sangat penasaran apa yang membuat Hwa datang padanya. Mata gadis itu tak bisa berbohong bahwa ada sesuatu yang membuat gadis itu tak nyaman.
Setelah selesai makan, Minho menyuruh Hwa untuk duduk dan menonton televisi, tapi gadis itu lebih memilih untuk tetap duduk di sana sambil melihat punggung Minho yang tengah membereskan dapur.
Beberapa kali gadis itu menguap, namun dia tetap kekeh untuk menunggu Minho. Setelah Minho selesai, dia mendapati gadis itu tengah bertumpu pada satu tanganya dan matanya mulai terpejam. Minho membelai kepala Hwa, dan gadis itu tersadar sambil merenggangkan tubuhnya.
"Kalau sudah mengantuk harusnya kau tidur di kamar," ucap Minho.
"Aku belum mengantuk," ujar Hwa yang menguap setelah itu.
Minho tertawa melihat gadis itu, dia kemudian menggendong Hwa dan membawanya ke kamar. Hwa tak melawan, dia malah menaruh kepalanya di bahu Minho. Setelah menurunkan Hwa di kasur, Minho mengusap pipi gadis itu dan mencium keningnya.
Saat hendak keluar, Hwa menahan tangannya dan berkata, "kau mau pergi kemana?"
"Aku akan tidur di sofa, apa kau ingin aku tidur bersamamu?" goda Minho, yang malah mendapat anggukkan dari Hwa.
"Kau ingin aku tidur di sini menemanimu?" Minho memperjelas dan Hwa kembali mengangguk.
Akhirnya pria itu naik ke atas kasur yang sama dengan Hwa, dia menyandarkan punggungnya, dan Hwa mendekat memeluknya. Minho terkekeh melihat kelakuan Hwa. Rupanya gadis itu ingin di temani.
"Minho-ya…" ucap gadis itu.
"Eung," jawab Minho sambil mengelus kepala gadisnya itu.
"Aku sayang padamu." Gadis itu menenggelamkan kepalanya pada dada Minho.
"Aku juga sayang padamu," ucap Minho sambil tersenyum.
"Kau tak ingin bertanya apapun padaku?" tanya Hwa.
"Aku tak perlu bertanya apapun, kau pasti akan bercerita kalau kau sudah siap," jawab Minho.
"Maaf karena hari ini aku merepotkanmu," ujar Hwa.
"Sebenarnya kemarin aku bertemu dengan Eunhee," lanjut gadis itu. Mendengar nama Eunhee, Minho cukup terkejut. Pantas saja kondisi Hwa menjadi seperti ini.
"Apa dia kembali menyakitimu?" tanya Minho.
"Dia punya alasan untuk itu," jawab Hwa.
"Baiklah, tak apa… sekarang kau tak sendiri, aku bersamamu." Minho meyakinkan Hwa.
"Tidurlah… besok akan menjadi hari yang lebih baik," lanjutnya.
Malam itu, Hwa terlelap dalam pelukan Minho. Pelukan hangat yang selalu siap menyambutnya tatkala semestanya sedang tak baik-baik saja. Bagi Hwa, Minho adalah satu-satunya orang yang dia ingin habiskan banyak waktu dengannya. Baik sedih maupun senang, dia ingin membaginya pada pria itu.
Keesokan harinya, Hwa terbangun dan mendapati Minho tak ada di sampingnya. Dia berjalan keluar dan melihat Minho tengah menyiapkan sarapan. Pria itu menyiapkan nasi goreng kimchi dengan telur mata sapi setengah matang dan jus buah untuk Hwa.
"Kau sudah bangun? Apa tidurmu nyenyak?" sapa Minho.
"Eung…" jawab Hwa sembari duduk di kursi.
"Makanlah… setelah itu aku akan mengantarmu pulang." Minho menyuguhkan sepiring nasi goreng pada Hwa.
Mereka menikmati sarapan yang dibuat oleh Minho. Setelah selesai makan, Minho meminta Hwa untuk bersiap. Dia akan mengantar gadis itu pulang sebelum pergi ke restoran. Dia tak ingin gadis itu tinggal sendiri, itu sebabnya dia telah menelpon Seongeun dan memintanya untuk menemani Hwa.
"Besok sudah waktunya konsultasi dengan psikiater kan?" tanya Minho di sela kesibukannya mencuci piring.
"Eung…" jawab Hwa.
"Mau ku temani?" tawar Minho sambil menatap ke arah gadis itu, yang langsung dijawab dengan anggukan olehnya.
"Aku ada urusan di restoran, jadi kau harus pulang ke rumah. Seongeun nuna telah menunggumu di sana," ucap Minho.
"Nanti malam aku akan datang, kau ingin ku bawakan sesuatu?" lanjut pria itu.
"Tak ada, hanya kau saja itu sudah cukup untukku." Minho tersenyum mendengar perkataan Hwa.
Minho mengantarkan Hwa sampai ke apartemennya, di sana Seongeun sudah menanti mereka, gadis itu lantas memeluk Hwa ketika pintu terbuka.
"Aku pergi dulu, nanti malam aku akan kembali ke sini," kata Minho yang dijawab dengan anggukan oleh Hwa.
Setelah Minho pergi, Hwa dan Seongeun masuk ke dalam. Seongeun sangat penasaran dengan apa yang terjadi sampai Hwa bisa bersama Minho semalaman.
"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Seongeun.
"Tak ada, aku hanya pergi dengannya ke pantai lalu kami pulang sedikit larut. Itu sebabnya aku bermalam di apartemen Minho. Eonni jangan salah paham," terang Hwa.
"Bukan itu yang ku maksud. Apa kau baik-baik saja?" Seongeun sungguh tak bisa menggoda Hwa kali ini. Dia tau bahwa gadis di hadapannya ini sedang tak baik-baik saja.
"Eum.. aku bertemu dengan Eunhee…" ucap Hwa.
Mendengar nama Eunhee, Seongeun sedikit terkejut. Bagaimana bisa Hwa bertemu dengannya? Eunhee adalah salah satu penyebab kondisi mental Hwa tak stabil waktu itu, hingga gadis itu nekat melakukan percobaan bunuh diri. Kenapa Eunhee kembali muncul? Apa yang dia inginkan? Apa dia tak cukup memberi penderitaan pada Hwa?