Hwa melewati hari yang sangat panjang. Dia bahkan berusaha melawan traumanya dengan berkendara dengan mobil bersama Minho. Fisik dan psikisnya sudah sangat lelah malam ini. Gadis itu memutuskan untuk mandi dan membersihkan diri sebelum akhirnya menjatuhkan diri di atas kasurnya.
Hwa menarik selimut menutupi setengah tubuhnya, gadis itu menatap lurus ke arah langit kamarnya yang dihiasi stiker bintang yang menyala dalam gelap. Pikiran gadis itu mulai memutar semua peristiwa yang telah berlalu. Satu persatu, dimulai dengan kenangan bersama Seunghoon hingga kenangan traumatis yang sangat ingin dia lupakan.
Perlahan suara riuh mulai mengisi kepala gadis itu, awalnya sebuah pertanyaan, lalu berubah menjadi sebuah perintah, bahkan suara teriakan yang hanya bisa didengar oleh gadis itu. Isi kepalanya sudah tak karuan ditambah riuh suara yang mengisi kepalanya membuat gadis itu perlahan mulai menutup kedua telinganya.
Namun sayangnya, suara-suara itu semakin jelas terdengar, "kenapa kau tidak mati saja? Untuk apa kau hidup? Kau tak layak menjalani kehidupan yang bahagia! Menderitalah! Mati saja! Mati!"
Hujan turun dengan derasnya, seakan tau akan penderitaan yang dialami gadis itu, kini semesta juga ingin memperburuk kekacauan gadis itu. Hwa ingin sekali berteriak, tapi gadis itu takut akan lepas kendali, sekarang dia hanya bisa meringkuk menangis sambil tetap menutup kedua telinganya. Tubuhnya berguncang hebat, gadis itu merasa sesak. Semua kejadian di masa lalu kini sedang diputar seakan film yang sedang ditayangkan ulang. Ditambah derasnya suara hujan membuat keadaan gadis itu semakin tak karuan.
Hwa sudah tak kuasa menahan sesak, dengan sisa tenaga, gadis itu segera berlari ke dapur, membongkar semua isi lemari, mencari sebuah botol berisikan obat penenang. Gadis itu memegang gemetar botol obat itu sembari mengeluarkan beberapa kapsul obat dan menegaknya. Gadis itu terduduk lemas memeluk kedua lututnya, sekarang yang ia bisa hanyalah menangis, walau hal itu tak akan bisa mengubah segalanya.
Hwa melalui malam yang panjang dengan terduduk di dapur, tubuhnya yang masih gemetar diselimuti oleh gelap, terasa dingin dan sesak. Malam yang penuh dengan ketakutan itu datang lagi kali ini. Memutar kembali kejadian yang telah berlalu, dan seakan terus membuat Hwa berada di sudut ruangan gelap yang hampa.
Setelah malam yang panjang berlalu, kini cahaya mentari mulai menyusup masuk melalui celah jendela. Memperlihatkan Hwa yang masih duduk memeluk kedua lututnya, di sekitarnya beberapa barang berserakan. Matanya yang menatap kosong masih menyimpan bekas kejadian semalam. Gadis itu masih enggan untuk beranjak dari tempatnya.
Dengan sisa isakkan, Hwa perlahan berdiri, tatapannya masih kosong, wajahnya pucat pasi karena terjaga semalaman, hari ini di wajah gadis itu tak ada tatapan hangat dan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya. Sekarang yang ada dipikirannya adalah pergi ke sebuah tempat yang selalu ia datangi dalam keadaan seperti ini.
Hwa berjalan gontai keluar dari pintu, masih dengan piyamanya, gadis itu terus berjalan dengan tatapan kosongnya, menuju sebuah tempat. Ya, gadis itu pergi ke sebuah bukit yang dekat dengan rumahnya. Tempat dimana dia akan menghabiskan waktunya untuk melarikan diri seharian dan tak bertemu dengan orang lain.
Sesampainya gadis itu di puncak bukit, pemandangan kota menyapa netranya. Sinar hangat mentari perlahan menghangatkan tubuhnya. Gadis itu duduk tepat di tepi jurang dan menjulurkan kakinya ke bawah. Dia memejamkan kedua matanya, menengadahkan kepalanya ke atas, membiarkan wajahnya dibelai lembut oleh hangatnya sinar mentari.
Disisi lain ada Baek Seongeun yang terus menerus menelpon gadis itu, bukan kebiasaan Hwa untuk tidak menjawab panggilan dari Seongeun. Kalaupun gadis itu tengah sibuk, dia pasti akan menelpon Seongeun sepuluh menit kemudian. Seongeun mencoba menghubungi gadis itu sejak pagi hari, tapi sampai siang ini Hwa sama sekali tidak membalas pesan ataupun menghubunginya kembali. Sadar akan hal yang tak beres Seongeun mulai mencarinya dengan perasaan tak karuan. Takut hal yang dulu pernah terjadi akan terulang.
Seongeun pergi ke toko bunga milik Hwa, tapi tak ada tanda bahwa toko itu buka hari ini. Seongeun memutuskan untuk pergi ke tempat tinggal Hwa. Dipencetnya sandi pintu apartemen Hwa yang telah dihafal gadis itu. Seketika pintu terbuka memperlihatkan isi kamar yang berantakan, melihat hal itu membuat Seongeun semakin panik.
Dia menyusuri kamar Hwa dan mendapati banyak benda yang berceceran di lantai, netranya juga menangkap sebotol obat penenang dengan beberapa kapsul terjatuh di lantai. Seongeun juga mendapati ponsel milik gadis itu tergeletak di lantai.
Pantas saja semua panggilan darinya tak dijawab oleh gadis itu. Sekarang yang ada pikiran Seongeun adalah, kemana gadis itu pergi meninggalkan kamar yang berantakan seperti ini?
Seongeun bingung harus melakukan apa, yang ada dipikirannya sekarang adalah kejadian satu tahun lalu, dimana Hwa melakukan percobaan bunuh diri. Sama seperti sekarang, hari itu Hwa meninggalkan kamar dalam keadaan berantakan dan beberapa kapsul obat berserakan di dapur.
Saat tengah bingung harus melakukan apa, ponsel Hwa berdering tanda akan sebuah panggilan yang masuk, di sana tertulis 'Rhino' sebagai pemanggil. Tanpa ragu Seongeun mengangkat panggilan itu.
"Hwa-ya bagaimana keadaanmu semalam?" Suara pria bertanya dari seberang sana.
"Maaf, tapi aku adalah teman Hwa, Baek Seongeun. Aku mendapati ponsel Hwa tergeletak di kamar dan aku tidak bisa menemukan di mana gadis itu berada. Apa kamu tau apa ya terjadi pada Hwa?" sahut Seongeun.
Minho kaget mendengar penuturan Seongeun. Pria itu terdiam sejenak, berpikir di mana keberadaan gadis itu.
"Baiklah, aku paham keadaannya. Aku akan pergi mencari Hwa. Nuna tolong tetaplah di sana, jika kemungkinan Hwa kembali ke rumah setidaknya ada nuna di sana." Minho kemudian memutus panggilan sepihak. Membuat Seongeun bertanya-tanya siapa sebenarnya pria ini. Namun rasa penasaran Seongeun terkalahkan oleh rasa khawatirnya.
Seongeun tetap berada di rumah Hwa seperti yang diminta Minho. Untuk mengurangi rasa khawatirnya, Seongeun mulai membereskan kamar Hwa. Rasa khawatirnya kembali muncul tatkala melihat botol obat penenang yang sedang dia ambil dari lantai. Sekarang Seongeun hanya bisa berdoa agar Hwa tak melakukan hal yang buruk.
Di tempat lain ada Minho yang tengah mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Perasaannya memang gelisah sejak semalam, dia memikirkan Hwa yang selalu merasa cemas bahkan setelah turun dari mobilnya semalam. Minho tidak menyangka hal ini akan terjadi, pria itu berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa Hwa tidak akan melakukan hal buruk.
Dengan kecepatan penuh, Minho mengendarai mobilnya. Tujuannya sekarang adalah jembatan Mapo, tempat di mana Hwa pernah melakukan percobaan bunuh diri. Sesampainya pria itu di jembatan Mapo, dia langsung pergi menyusuri tempat itu. Namun, Minho sama sekali tak menemukan keberadaan Hwa.
Pikirannya semakin kacau, Minho mencoba untuk mengingat tempat yang akan Hwa datangi dalam keadaan seperti ini. Dipikirannya sekarang muncul beberapa tempat, makam ayahnya, pantai, dan bukit yang pernah Hwa ceritakan.
Minho bergegas memutar arah mobilnya menuju bukit yang pernah Hwa ceritakan. Tempat itu adalah tempat terdekat dari rumah Hwa, berharap gadis itu ada di sana, dan juga berdoa agar gadis itu tak melakukan hal buruk.