Chereads / Hiraeth (way back home) / Chapter 5 - Aku tak sendiri

Chapter 5 - Aku tak sendiri

Sesampainya Minho di area sekitar bukit, dia memarkirkan mobilnya di sembarang tempat, kemudian bergegas menaiki bukit. Benar saja, gadis itu masih duduk di tepi jurang dengan tatapan kosongnya. Minho perlahan mendekati gadis itu, dia ikut duduk di sampingnya.

Cukup lama mereka berada dalam kesunyian, Hwa dengan pikirannya yang kosong, sementara Minho hanya diam menemani gadis itu. Perlahan matahari mulai masuk ke peristirahatannya, guratan merah di langit yang biasanya terasa indah, hari ini nampak sendu. Cahaya mulai meredup digantikan oleh kegelapan malam.

Hwa masih diam membisu, tak bergerak sedikitpun, sampai akhirnya Minho menariknya ke dalam pelukannya, merengkuh gadis itu sambil mengusap kepalanya.

"Tidak apa-apa, aku ada disini bersamamu." ucap Minho sambil membelai surai hitam gadis itu.

Perlahan tubuh Hwa bergetar, suara isakkan terdengar darinya. Gadis itu menangis dalam pelukan Minho, mengeluarkan semua kecemasan dan rasa takutnya.

Minho sudah menduga hal ini akan terjadi, itu sebabnya semalaman ia merasa cemas akan keadaan gadis itu. Sebab ketika seorang yang memiliki sebuah trauma dihadapkan dengan penyebab traumanya, otaknya merespon sebagai tanda bahaya dan memunculkan kembali peristiwa penuh luka itu.

Hwa, gadis itu trauma dengan mobil dan hujan. Sebab kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya terjadi pada saat mereka mengendarai sebuah mobil di tengah hujan.

Hwa selalu merasa bersalah atas kematian kedua orang tuanya, dia berpikir bahwa penyebab kematian kedua orang tuanya adalah dirinya. Gadis itu selalu berkata, kalau saja malam itu aku tak meminta mereka datang menjemputku di rumah nenek, mungkin mereka masih ada sekarang.

Kalimat itu terus keluar dari mulut gadis yang berada dalam rengkuhan Minho. Sedangkan Minho hanya diam sambil menepuk-nepuk punggung gadis itu.

Setelah dirasa cukup tenang, Minho membawa gadis itu kembali ke rumahnya. Di sana Seongeun sudah menanti mereka. Minho sudah lebih dulu mengabari Seongeun ketika dia menemukan Hwa agar dia tak terlalu khawatir.

Seongeun menyambut Hwa dengan pelukan. Dia tak mengatakan apapun dan hanya terus memeluk Hwa. Seongeun membawa Hwa masuk ke dalam, sedangkan Minho pamit undur diri. Meski pria itu khawatir dengan kondisi Hwa, tapi dia memilih untuk membiarkan Seongeun mengurusnya.

Seongeun membantu Hwa mengganti pakaian, memberinya air hangat dan beberapa obat milik Hwa agar gadis itu merasa lebih tenang. Setelah itu mereka tidur bersebelahan diatas kasur. Seongeun menatap Hwa yang masih diam tak mengatakan apapun.

"Tidak apa-apa, eonni ada di sini… aku akan menemanimu di sini…" ucap Seongeun sambil memeluk Hwa.

Kali ini Hwa bisa tidur dengan tenang, efek obat yang diminumnya membuatnya lebih tenang, dan juga kehadiran Seongeun disisinya menjadikannya merasa tak sendiri.

Malam yang gelap itu kini telah sirna dengan munculnya sang mentari. Mungkin karena kemarin Seongeun terlalu cemas, gadis itu tertidur pulas. Sedangkan Hwa telah bangun dan membuat sarapan. Seakan tak terjadi apa-apa, gadis itu sekarang tampak baik-baik saja.

Seongeun terbangun saat cahaya matahari masuk menyilaukan matanya. Dia sempat panik karena Hwa tak ada disisinya. Gadis itu bergegas bangkit dari tempat tidur sambil merutuki dirinya yang tidur terlalu pulas.

Betapa kagetnya Seongeun saat mendapati Hwa tengah menata sarapan di meja makan. Kakinya tiba-tiba lemas, dia terduduk di depan pintu kamar sembari bernafas lega. Hwa yang melihat Seongeun segera menghampirinya.

"Eonni… apa eonni baik-baik saja?" tanya Hwa, yang langsung mendapatkan pelukkan dari Seongeun.

"Ya! Apa kau tidak tau betapa khawatirnya aku? Hwa-ya tidak bisakah kau menghubungiku ketika sedang tidak baik-baik saja? Setidaknya aku akan datang dan memelukmu dan kau tidak perlu merasa sendiri," cecar Seongeun sambil sedikit terisak.

"Maafkan aku…" Hanya kalimat itu yang bisa keluar dari mulut Hwa. Gadis itu masih terus memeluk Seongeun.

Mereka duduk di meja makan dengan sisa isakkan. Setidaknya mereka harus mengisi perut yang kosong sejak kemarin.

"Sudah baikkan?" tanya Seongeun, yang dihadiahi sebuah anggukan oleh Hwa sebab mulut gadis itu tengah terisi penuh oleh nasi dan kimchi jjigae.

"Melihatmu makan seperti itu menjadikanku semakin yakin bahwa kau sudah baik-baik saja," ucap Seongeun, lalu kembali menikmati sarapannya.

Selesai dengan sarapan, mereka berdua membersihkan peralatan makan dan peralatan dapur yang kotor. Setelah itu mereka duduk menyandarkan punggung di atas sofa.

Mereka saling diam beberapa saat, sampai suara dering ponsel Hwa memecahkan keheningan. Hwa segera mencari ponselnya dan mendapati nama Rhino tertera di sana.

"Halo," sapa Hwa sesaat setelah memencet tombol hijau.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya pria di seberang sana.

"Aku baik, maafkan aku karena membuatmu cemas." jawab Hwa.

"Tidak mengapa, sekarang beristirahatlah… aku akan mengirimkan makan siang. Apa Seongeun nuna masih ada di sana?" kata Minho.

"Eung…" Hwa menjawab seadanya.

"Baiklah… aku akan menutup telponnya." Minho mengakhiri panggilan itu. Sedangkan Seongeun sudah menatap Hwa dengan tatapan tajamnya.

"Hanya sebatas pelanggan dan penjual…" ujar Seongeun dengan wajah meledek, yang dihadiahi tatapan sinis oleh Hwa.

"Ya! Bukankah kamu keterlaluan? Kenapa tak pernah bercerita tentang Minho padaku?" cecar Seongeun.

"Itu tak seperti yang eonni bayangkan, tapi sepertinya eonni benar-benar lupa dengannya." Hwa menjawab santai sambil meluruskan punggungnya di sofa.

"Apa aku pernah bertemu dengannya?" Seongeun mulai berpikir.

"Eung, setahun yang lalu," kata Hwa santai.

"Yaa! Jangan bilang kalau dia adalah pria yang menyelamatkanmu?" Seongeun terperanjat, dan Hwa hanya mengangguk mengiyakan.

"Apa eonni sudah mengingatnya?" tanya Hwa.

"Heol, daebak!" Seongeun menaruh tangannya menutupi mulutnya, gadis itu masih tak percaya.

Suara bell yang berbunyi, menyelamatkan Hwa dari pertanyaan-pertanyaan yang akan dilontarkan Seongeun. Hwa segera membuka pintu dan menerima dua porsi jajangmyeon lengkap dengan tangsuyuk yang dikirim oleh Minho.

Hwa membawanya ke meja yang ada di ruang tengah, gadis itu dengan semangat membuka bungkus mie bersaus hitam itu, sambil terus ber 'wah' karena takjub akan makanan yang ada di hadapannya.

"Eonni tidak mau makan?" tanya Hwa pada Seongeun yang masih diam sambil overthinking.

"Yaaa… lihatlah jajangmyeon yang dikirim langsung oleh pemilik restoran. Bagaimana mungkin aku tidak memakan makanan mahal ini, lihatlah kilapan tangsuyuk yang sangat menggiurkan itu… wahh!" Reaksi Seongeun sangat berlebihan, tapi juga menggemaskan diwaktu yang bersamaan, membuat Hwa gemas dan ingin menggigit eonninya itu.

Hwa sangat menikmati jajangmyeon yang dikirimkan oleh Minho. Karena sudah menjadi kebiasaannya, ketika telah melewati kejadian seperti semalam, maka gadis itu akan terserang rasa lapar yang terus menerus dan juga hypersomnia. Hal ini bisa berlangsung selama satu minggu lebih. Dan Hwa sudah pasti harus kembali berhadapan dengan psikiaternya besok.

Setelah selesai makan, Seongeun membereskan bekas makan mereka, sedangkan Hwa sudah terlelap di sofa setelah meminum obat penenangnya.

Seongeun menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah gadis itu, "pasti sangat melelahkan menghadapi semua ketakutanmu… aku yakin kamu bisa menghadapinya Hwa… sama sepertimu yang selalu menghiburku, aku juga akan selalu ada disampingmu dan berusaha menghiburmu."