Lumayan lama Minho menatap Hwa, membuat gadis itu menunggu jawaban dari ajakannya tadi. Hal itu membuat Hwa menoleh ke arah Minho dan ikut menatapnya. Setelah beberapa saat mereka bertatapan, Minho tersenyum jahil. Dia menarik ikat rambut gadis di hadapannya lalu berlari sambil mengangkat tangannya yang berisi scrunchie bermotif bunga daisy itu ke udara dan berkata, "satu kosong, Lee Eunhwa."
Hwa yang sadar bahwa Minho tengah menjahilinya segera berlari menyusul pria itu dengan dua tangan berisi kaleng. "Yaa! Setidaknya buanglah sampah kalengmu!" teriaknya pada Minho, yang hanya dibalas gelak tawa oleh pria tinggi itu.
"Lee Minho! Awas saja kau, jika aku mendapatkanmu," teriakan Hwa terputus oleh
perkataan Minho, "jika dapat maka apa hah?"
Hwa berlari mengejar Minho, mereka tampak saling melupakan sejenak akan permasalahan yang tengah mereka hadapi. Berlarian di pinggir sungai Han di malam yang penuh bintang. Gelak tawa memenuhi ruang antar mereka, menjadikan orang yang melihatnya iri akan kebahagian mereka.
Saat Hwa berhasil menyusul Minho, pria itu sudah kelelahan berlari, tapi namanya juga Lee Minho. Dia akan terus menjahili Hwa dengan sisa tenaganya. Dia terus meninggikan tangannya yang memegang scrunchie milik Hwa, membuat gadis yang lebih pendek darinya itu kesulitan menggapainya.
Hwa adalah gadis yang pantang menyerah, walau mustahil menggapai tangan Minho karena tinggi mereka yang terpaut jauh, dia tetap berusaha sambil berjinjit dan melompat. Setelah kehabisan tenaga, Hwa mempunyai jalan lain. Ya, otak jahil gadis itu muncul ketika melihat Minho mengangkat tangannya. Hwa tersenyum jahil sebelum akhirnya dia menggelitik pinggang Minho sambil tertawa.
"Oke, cukup… cukup…" pinta Minho di sela tawanya, yang tentunya tak akan digubris oleh Hwa.
"Ya ya… baiklah akan ku kembalikan," katanya menyerah, Hwa pun mulai berhenti menggelitik pria itu.
"Padahal jika terurai lebih cantik. Tidak bisakah malam ini rambutmu dibiarkan terurai saja?" tanya Minho yang dengan tiba-tiba mensejajarkan wajahnya dengan Hwa.
"Baiklah, tapi dengan satu syarat." Hwa mengangguk setuju sambil menunjukkan satu jarinya. Minho mengangkat alisnya menunggu kelanjutan dari perkataan gadis mungil di hadapannya.
Hwa menunjuk ke arah sebuah food truck yang menjual hoppang sambil tersenyum. Minho yang paham akan permintaan gadis itu menghela nafas sambil sedikit tertawa, lalu mengacak rambut gadis itu sebelum akhirnya dia pergi menuju tempat yang ditunjuk gadisnya.
"Dua hoppang dengan isi sayur dan daging, dan dua lagi dengan isi pasta kacang merah," kata Minho pada ahjussi penjual hoppang sambil mengeluarkan beberapa lembar uang.
Setelah mendapatkan empat buah hoppang yang masih hangat, Minho mendatangi Hwa yang tengah duduk di bangku taman sambil menggoyangkan kakinya. Melihat Minho dengan sekantong hoppang di tangannya membuat gadis itu bersemangat dan terus tersenyum.
"Apa hoppang membuatmu sangat bahagia?" tanya Minho sambil memberikan sebuah hoppang berisi sayuran dan daging pada Hwa, sedangkan gadis itu tak henti ber 'wah' saat melihat hoppang bulat dengan kepulan asap di sekelilingnya
"Yang membuat hoppang menjadi lebih spesial itu karena hoppang ini dibelikan oleh Lee Minho… seketika rasanya menjadi lebih enak." Perkataan Hwa ini membuat Minho semakin gemas dengan gadis di hadapannya itu.
"Setelah berlari puluhan kilometer, hoppang memang makanan terbaik," ujar Hwa ketika
telah menghabiskan satu buah hoppang.
"Mau lagi? Aku membeli yang isi kacang merah juga," tawar Minho yang langsung disambut
dengan anggukan tanda setuju dari Hwa.
"Waah, hoppang yang berisi kacang merah juga sangat enak…" Hwa membulatkan matanya tatkala hoppang lembut berisikan kacang merah itu meleleh di mulutnya.
"Senang?" tanya Minho dengan tatapan lembut pada Hwa, yang dihadiahi anggukan semangat oleh gadis yang tak bisa bicara sebab mulutnya penuh dengan roti putih berisikan kacang merah itu.
Setelah menghabiskan dua buah hoppang, Hwa menghela nafas sembari mengangkat tangannya, "aku mengakhiri hari ini dengan baik. Bermain bersamamu dan makan hoppang hangat yang kau belikan. Wahh, hari ini sudah tidak ada penyesalan." ucapnya, "bagaimana denganmu? Ada yang ingin kau ceritakan padaku?" Hwa bertanya pada Minho.
"Tidak ada. Awalnya aku mengira bahwa aku akan mengakhiri hari dengan penyesalan, tapi malaikat kecilku datang dan membuatku mengakhiri hari dengan bahagia." tutur Minho.
"Merindukan Yongbok?" tanya Hwa.
"Eung, aku rasa begitu." jawab Minho.
"Besok apa kau ada waktu? Ayo pergi ke makam bersama! Aku akan membuat bouquet bunga matahari yang indah untuk Yongbok." ujar Hwa bersemangat.
"Baiklah, ayo pergi besok. Aku yakin kau pasti juga merindukan Seunghoon. Jangan lupa buatkan bouquet bunga hydrangea untuknya." sahut Minho. Hwa hanya terkekeh ketika Minho menyebut nama Seunghoon. Gadis itu bertanya-tanya bagaimana bisa pria di hadapannya ini tau isi hatinya.
"Bis terakhir akan segera datang," kata Minho sambil melihat ke arah jam tangannya. "Ayo pergi ke halte," lanjutnya.
Tak lama setelah sampai di halte, bus datang dan Hwa masuk ke dalamnya. Minho masih menunggu bus itu pergi sambil melihat ke arah jendela di mana gadisnya duduk sambil melambaikan tangan ke arahnya. Setelah bus yang membawa Hwa pergi, Minho merogoh kantongnya, mengambil sebuah handphone dan mencari sebuah room chat bertuliskan 'kebahagiaanku', lalu dia mengetikkan sebuah pesan, "besok aku akan menjemputmu jam sepuluh. Tolong siapkan bouquet bunga yang indah. Terimakasih untuk malam ini. Mimpi yang indah."
Kalau diingat-ingat pertemuan mereka terjadi sekitar satu tahun yang lalu. Saat Minho sedang berjalan dengan pikiran yang kalut di sekitar jembatan Mapo. Di malam yang cukup dingin, tiba-tiba netranya menangkap siluet seorang gadis tengah berusaha menaiki pagar pembatas jembatan.
Walau saat itu Minho juga ingin melakukan hal yang sama dengan gadis itu, tapi entah mengapa dia sadar bahwa hal itu bukanlah yang seharusnya dilakukan sekarang. Dia berlari sekuat tenaga ke arah gadis itu, berharap bahwa kehadirannya belum terlambat. Tak ada waktu untuk bertanya saat itu, Minho langsung menarik gadis itu ke dalam pelukannya dan merengkuhnya erat.
Malam itu mereka menangis bersama. Dan malam itu Minho sadar bahwa bukan kematian yang dia inginkan, melainkan kehidupan yang tenang dan pergi dari semua permasalahan yang ada.
Sejak saat itu, mereka mulai bertemu kembali. Entah memang kebetulan ataukah memang sebuah takdir, mereka terus bertemu hingga akhirnya memutuskan untuk saling berbagi tentang semua perasaan bahagia maupun kesedihan.
Pertemuan yang dirangkai oleh semesta untuk menjadi alasan satu sama lain tetap menjalani hidup. Terkadang kita hanya butuh seseorang untuk saling berbagi cerita tentang hari ini, supaya bisa menjalani hari esok dengan baik. Seiring berjalannya waktu, Hwa memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan Minho.