Dengan perasaan senang, Anggi menghampiri suaminya yang baru saja menyelesaikan makan malam. Tangannya membawa sebuah kotak berukuran kecil.
"Mas," panggil Anggi.
Jaka menyisir wajah istrinya yang kelihatan begitu berseri-seri, kemudian matanya fokus pada benda yang melekat di tangan Anggi.
"Buat Mas Jaka," cercah Anggi sambil menyerahkan kotak tersebut.
Rasa penasaran sontak menyambangi benak Jaka. Ini kali pertama Anggi memberinya sebuah hadiah setelah menikah. Diraihnya box yang belum dapat dibaca tulisannya tersebut.
"Apa ini?" tanyanya.
"Buka aja, Mas," seru Anggi bersemangat.
Jaka mendapati gambar Hanphone di kotak tersebut. Namun, dia tak dapat mengklaim bahwa foto akan sesuai dengan isi. Bisa saja Anggi menggunakan box lain sebagai wadah hadiahnya.
Perlahan-lahan Jaka membuka isi dari box kecil itu. Jaka kaget ketika tahu apa yang ia terima dari istrinya.
"Handphone?" Jaka mengangkat benda berwarna hitam dan tebal itu.
"Supaya Mas selalu bisa kasih kabar ke aku." Anggi mesem-mesem.
"Kamu beliin Mas Handphone? Uangnya dari mana, Sayang?" Seingat Jaka, Anggi tidak punya pegangan lain kecuali untuk makan sehari-hari.
"Tenang aja, Mas. Aku ada tabungan kok. Maaf, ya, cuma bisa kasih Handphone begitu," dusta Anggi. Mustahil ia mengatakan jika ia menghutang hanya untuk membeli ponsel.
Jaka nyaris saja meneteskan air mata. Betapa Anggi peduli terhadap dirinya.
"Sayang. Kenapa kamu lakuin semua ini? Uangnya kan bisa ditabung buat keperluan pribadi kamu," ucap Jaka. Merasa tak enak dengan istrinya.
Anggi tidak merasa terbebani oleh Jaka. Malahan dia begitu senang dapat membelikan Jaka Handphone baru.
"Jangan dipikirin, Mas. Ya, sudah. Sini Handphonenya biar diisi kartu,"
Anggi pun beranjak ke ruang tamu, lalu mengotak-atik benda tebal tersebut. Jaka tak dapat melakukan apapun kecuali mengucapkan ribuan terimakasih pada sang istri. Terakhir kali Jaka memiliki Handphone adalah satu tahun lalu. Terpaksa ia menjual benda itu karena kekurangan biaya makan.
Baru saja Anggi menyelesaikan kegiatannya, tiba-tiba saja seorang wanita muncul di depan pintu mereka tanpa permisi. Sosok itu datang dengan raut masam dan pakaian kusut.
Degh!
Jaka mendadak salah tingkah.
"Mau apa anak ini?" geming Jaka dalam hati.
Tak lain dan tak bukan orang itu adalah Susi. Kehadirannya membuat kepala Jaka menjadi cenat-cenut. Jaka memiliki prasangka tidak enak pada Susi. Jangan-jangan wanita itu ingin mengadukan perihal kemarin.
"Mas ke dapur dulu ya, Sayang." Jaka ngacir ke dapur guna menghindari Susi.
Jarak yang begitu dekat antara ruang tengah dan dapur membuat Jaka dapat mendengar dengan jelas percakapan dua perempuan di depan sana. Dia juga mengintip Susi yang senantiasa berdiri di ambang pintu.
"Ada yang mau aku bicarain, Mba," ucap Susi.
Sementara itu, Jantung Jaka semakin melaju tak menentu. Dia yakin betul jika Susi akan membuat perhitungan. Saking bingungnya, Jaka sampai melakukan hal tak terduga. Pria itu menyayat jari telunjuknya sendiri supaya memiliki alasan untuk memanggil Anggi dan mengusir Susi.
"Ngomong aja, Sus," titah Anggi.
"Aaaaaargh!" Tiba-tiba teriakan Jaka menembus telinga keduanya.
"Mas?"
Anggi yang sempat penasaran pada Susi langsung ngeloyor ke dapur guna melihat keadaan suaminya yang mendadak berteriak. Ditemukannya Jaka sedang menghisap telunjuk.
"Mas, ada apa?" Anggi panik.
Jaka sengaja mengencangkan teriakannya untuk mengacaukan suasana. Ia juga rela menahan rasa sakit akibat sayatan pisau supaya Susi dapat terusir dari rumah mereka.
"Tangan Mas kena pisau. Sakit banget ini," ucap Jaka. Ditunjukkannya darah segar pada Anggi.
"Ya, ampun, Mas. Kenapa bisa?"
Anggi sontak berlari ke kamar dan kembali dengan sebuah obat merah di tangan. Dibersihkannya luka Jaka dan meneteskan cairan tersebut.
"Susi mau ngapain? Suruh aja dia pulang dulu," imbuh Jaka.
"Iya ya, Mas. Sebentar,"
Terpaksa Anggi mengatakan bahwa ia ingin mengobati luka Jaka. Susi yang paham akan kode dari Anggi harus menelan kekecewaan. Entah kenapa kehadirannya bertepatan sekali dengan kecelakaan Jaka. Padahal dirinya sudah yakin untuk mengadukan kejadian kemarin malam guna merusak rumah tangga Anggi dan suaminya.
"Kali ini kamu selamat, Jaka," desis Susi. Ia berjanji akan terus menghantu-hantui Jaka sampai lelaki itu mau menikahinya.
***
Sesuai tekadnya untuk meneror Jaka, pagi ini Susi kembali melancarkan aksinya. Ditunggunya Jaka hingga pergi bekerja. Susi membuntuti pria itu dan mengajaknya berbicara ketika sudah sampai di bibir jalan raya.
"Mas Jaka!"
Sosok yang meresa terpanggil sontak terbelalak. Jaka sudah tahu suara itu milik siapa tanpa membalik badannya.
"Mau apa lagi kamu, Sus?" tanya Jaka dengan pandangan lurus ke depan.
"Jangan kira Mas bisa lolos, ya!" sindir Susi.
"Lolos dari apa?"
"Mas Jaka harus tetap tanggung jawab,"
Tidak peduli dengan keriuhan Kota yang mengganggu suara Susi. Perempuan bertubuh putih itu terus saja nyerocos panjang lebar.
"Tolong jangan ganggu hidupku lagi, Sus. Aku gak punya urusan sama kamu,"
"Oh, Mas Jaka campakin aku setelah dapat apa yang diinginkan?" Susi berakting seolah menjadi korban.
"Berapa kali harus kubilang kalau aku gak ngelakuin apapun, Susi?" Jaka mengepalkan kedua tangan. Emosinya nyaris membludak.
"Jangan lari dari masalah, Mas. Apa perlu kita cek keperawanan?"
"Cek keperawanan?"
"Iya. Supaya Mas Jaka tahu kalau aku gak pernah bohong,"
Jaka semakin heran dengan keberanian Susi untuk mengajaknya tes keperawanan. Kenapa dia senekat itu? Jangan-jangan Jaka memang telah melakukannya, meskipun dalam keadaan tidak sadar.
"Ya, sudah kalau itu mau kamu, tapi aku punya satu syarat,"
"Apa, Mas?"
"Kalau kamu terbukti bohong, maka kamu harus pindah rumah dan keluar dari kerjaanmu," ancam Jaka. Ia tak main-main kali ini. Jaka ingin sekali terbebas dari belenggu Susi.
"Iya, aku bersedia,"
Sepasang insan itu pun akhirnya menyetujui perjanjian. Jaka terpaksa melakukannya agar Susi tak lagi meneror dirinya. Jaka yakin sekali bahwa dia tak pernah menyentuh fisik Susi, jadi tak perlu takut untuk dibawa menemui dokter.
***
Jaka dan Susi buru-buru ke rumah sakit untuk melihat hasil setelah keduanya pulang bekerja. Mereka menaiki sebuah taksi supaya lebih cepat sampai ke sana.
Susi diperiksa oleh dokter wanita, sementara Jaka menanti di kursi tunggu. Tak butuh waktu lama, Jaka dipanggil oleh dokter tersebut untuk ikut masuk ke ruangannya.
"Gimana hasilnya, Dok?" tanya Jaka tak sabaran. Diliriknya Susi yang tampak tenang di sebelah.
Dokter menarik napas, lalu berkata, "Ibu Susi dinyatakan sudah tidak perawan lagi, Pak,"
Degh!
"Ini suratnya," sambung dokter sambil menyerahkan selembar kertas putih.
Gegas Jaka meraih pemberian sang dokter dan membaca hasilnya. Sekujur tubuh Jaka menegang dan napasnya memburu kencang.
"Ini gak bener kan, Dok?" tanya Jaka memastikan.
"Kami sudah melakukan cek sebanyak tiga kali, Pak dan hasilnya tetap sama,"
Di sisi kanan, Susi tersenyum puas. Dia melitit-litit rambutnya tanda kesombongan.
"Makasih banyak ya, Dok," ucap Susi, kemudian menarik lengan Jaka untuk keluar.
***
Bersambung