Chereads / SALAH PILIH SUAMI / Chapter 31 - HARI PERTAMA TINGGAL DENGAN SOSOK BARU

Chapter 31 - HARI PERTAMA TINGGAL DENGAN SOSOK BARU

"Syaratnya kamu harus tolong Bibi Anggi di rumah. Kamu bantu Bibi masak, nyapu, ngepel. Pokoknya kalau Bibi Anggi butuh sesuatu, kamu harus ada, ya,"

Dita tertohok dengan syarat yang diberikan oleh Jaka. Dipikirnya Jaka akan menyuruhnya untuk rajin belajar.

"Um, iya, Paman," kata Dita tanpa pikir panjang.

"Ya, sudah. Kalau gitu kamar kamu di depan, ya. Tempat almarhumah Nenek dulu,"

"Iya, Paman,"

Akhirnya Dita disetujui untuk tinggal di kediaman Jaka dan istri. Dengan catatan Dita harus rajin membantu Anggi di rumah. Dita tidak terlalu memikirkan persyaratan itu. Yang penting dirinya sudah terbebas dari panti asuhan.

Keesokan harinya, Dita tak kunjung bangun sementara Anggi sudah sibuk di dapur. Hal itu membuat Jaka memasuki kamar keponakannya tersebut.

"Dita, bangun! Ayo, bantu Bibimu dulu di dapur,"

Jaka mengguncang bahu Dita. Sayangnya bocah berusia 12 tahun itu terus memejamkan mata.

"Dita!" panggil Jaka sekali lagi.

Suara pria itu menembus hingga ke dapur. Anggi yang mendengarnya langsung menghampiri Jaka di kamar depan.

"Biarin aja Dita tidur, Mas. Mungkin dia kecapean banget tuh,"

"Kan, Dita udah janji mau bantuin kamu, Sayang,"

"Gak apa-apa. Nanti sore kan bisa,"

Jaka pun menuruti perkataan Anggi dan beranjak ke dapur untuk menemani perempuan itu memasak. Hari ini Jaka sudah mulai bekerja. Dia tak ingin menjadi beban bagi istrinya lagi.

***

Jaka memasuki café dipenuhi rasa gelisah. Pasalnya ia sudah benar-benar muak melihat wajah Susi dan segala bentuk ancamannya. Jaka sadar bahwa dia tidak bisa menghindari wanita itu, mengingat tempat bekerja mereka adalah sama. Ingin sekali mencari pekerjaan baru, tapi Jaka tahu bahwa semua itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bisa bekerja sebagai pelayan café dan mendapat gaji bulanan saja Jaka sudah sangat bersyukur.

Banyak pasang mata yang melihat Jaka. Beberapa diantara mereka ada yang mendekati Jaka dan menyambut kedatangannya.

"Eh, kamu sudah sembuh, Jaka?" tanya cheff café.

"Sudah, Mas. Hehehe." Jaka menjawab sambil cengengasan.

"Cie. Ada yang berbunga-bunga lagi nih,"

Seketika Leni menyikut Susi dan netranya tetap ke arah Jaka. Pria itu tahu maksud Leni. Dia juga tahu kalau nyaris seluruh pekerja café menilai bahwa dirinya memiliki hubungan khusus dengan Susi. Namun, Jaka tak ingin ambil pusing.

"Aku duluan, ya," kata Jaka, lalu berjalan ke dapur untuk mengumpulkan nampan.

"Akhirnya kita ketemu lagi, Mas," batin Susi.

Susi memang tidak ada mengunjungi Jaka. Dia memberikan ruang bagi Jaka untuk menenangkan diri dan pikiran, tapi bukan berarti Susi akan berhenti meneror Jaka untuk segera menikahinya.

***

Mungkin Raka telah membawa orang lain ke rumahnya. Tampak sekali dari sampah jajanan yang berserakan di mana-mana. Hal itu membuat Anggi terpaksa bekerja lebih keras.

Anggi beranjak pulang saat sore menjelang. Perutnya terasa begitu keroncongan dan ingin segera makan. Nahas, setibanya Anggi di rumah dia tak menemukan apapun selain tumpukan piring kotor.

"Hah, kenapa nasi sama lauknya habis total?" batin Anggi.

Wanita itu berjalan ke depan guna menghampiri Dita di kamarnya.

"Dita. Di belakang itu piring siapa, ya? Kenapa gak ada makanan yang tersisa? Apa Paman kamu pulang tadi?" Anggi menyodori Dita dengan beragam pertanyaan.

"Paman gak ada pulang, Bi," jawab Dita.

"Jadi, kenapa nasi sama lauknya bisa habis?"

"Aku yang makan semua. Maaf ya, Bi. Aku laper banget, karena di panti jarang dikasih makan,"

"Kamu emang gak ada sisain buat Paman dan Bibi?"

"Engga, Bi. Kan, bisa masak lagi,"

Dengan entenganya Dita berucap demikian, sementara cacing dalam perut Anggi sudah berteriak meminta jatah. Anggi memutar badan seraya menepuk jidatnya. Tidakkah Dita berinisiatif untuk berbagi makanan?

Anggi ingin memasak, tapi tubuhnya sudah tidak bisa diajak berkompromi lagi. Anggi sangat ngantuk dan lelah. Akhirnya dia memutuskan untuk menahan lapar dan tidur selama beberapa menit saja. Anggi akan melanjutkan kegiatan di dapur setelah bangun.

Karena lelah yang begitu melanda, akhirnya Anggi tertidur dengan pulas dan melewati ambang batas. Mentari telah bergulir ke ufuk Barat. Bersamaan dengan itu, seorang pria muncul di kamar Anggi.

"Tumben istriku tidur jam segini," batinnya.

Buru-buru Jaka melepas pakaian dan membersihkan badan di toilet. Setelah itu, Jaka membuka tudung saji. Alangkah terkejutnya ia saat mendapati lapak itu kosong melompong.

"Loh, ke mana semua makanan? Aku laper banget nih habis kerja," gumamnya.

Jaka mengitari seluruh dapur untuk mencari sumber energi tubuhnya. Barangkali Anggi menyimpannya di tempat lain.

"Gak ada di mana-mana. Lebih baik aku tanya sama Anggi aja deh,"

Jaka pun kembali mengayun kakinya ke bagian depan. Baru saja hendak berbelok ke kamar, tiba-tiba Anggi sudah keluar.

"Eh, Mas udah pulang?" sapa Anggi.

Di sana juga ada Dita. Anak itu sedang duduk di kursi ruang keluarga memerhatikan paman dan bibinya yang sedang berbicara.

"Iya, baru aja. Oh, ya. Kenapa gak ada makanan di sini? Mas laper banget," keluh Jaka.

Anggi baru sadar jika dirinya terlambat bangun hingga suaminya pulang bekerja. Anggi sangat menyesal. Namun, semua itu di luar kendalinya.

Wanita itu jadi bingung sendiri. Ia tidak tega mengatakan bahwa Ditalah yang menghabiskan seluruh nasi dan lauk. Dia takut jika Jaka akan memarahi Dita.

Anggi membidik bola mata Dita yang membesar. Gadis kecil itu tampak tegang. Saking tak inginnya Dita dihakimi oleh Jaka, akhirnya dia menumbalkan dirinya sendiri.

"Maaf ya, Mas. Tadi aku laper banget dan makan semua makanan di sini. Niatnya mau bangun cepat buat masak, eh malah keterusan tidurnya,"

Dita lebih terkejut lagi setelah Anggi mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak ia lakukan. Di sisi lain, Dita juga merasa bersyukur. Akhirnya kesalahannya sudah tertutupi.

"Yah. Kenapa kamu gak tinggalin buat Mas, Sayang? Biasanya juga begitu," kata Jaka yang merasa agak kecewa. Belum pernah Anggi berbuat demikian.

"Hari ini banyak kerjaan, Mas. Jadi, aku lemas banget. Maafin aku ya, Mas. Aku mau masak dulu,"

Anggi berangsur menuju dapur dan segera menyiapkan bahan masakan untuk dipotong-potong. Tak lama setelah itu, terdengarlah percakapan antara Jaka dan Dita.

"Dita, kamu udah makan, kan?"

"Udah, Paman,"

"Kapan terakhir kamu makan?"

"Tadi siang, Paman,"

"Oh, syukurlah kalau gitu. Paman kira kamu belum makan, karena nasi dan lauknya dihabisin sama Bibi Anggi,"

Anggi sendiri tidak tahu harus bersikap bagaimana. Mampukah ia kesal dengan Dita yang malah dengan sengaja menutupi kesalahannya? Kendatipun, Anggi tetap bisa merasakan kesakitan anak yang baru keluar dari panti itu. Barangkali memang benar, jika hidupnya di sana selalu tersiksa.

Namun, apakah Anggi sanggup jika ia terus-terusan menjadi tumbal Dita ke depannya?

***

Bersambung