"Apa temen-temen Dita jahatin dia, Bu?"
"Enggak, malah Dita yang suka ganggu mereka,"
"Berarti Dita nakal di sini, ya?"
"Ya, bisa dikatakan seperti itulah, Jaka. Dita sering buat temen-temennya nangis. Setiap ada anak baru Dita selalu merampas uangnya. Terakhir Dita ketahuan mencuri Hp penjaga panti dan dia gak ngaku,"
"Ya, ampun. Dita emang gak pernah berubah dari dulu. Jadi, apa Dita bisa dikembalikan ke sini lagi, Bu?"
"Maaf ya, Jaka. Bukannya Ibu menolak untuk merawat Dita, tapi anak-anak di sini memang terganggu dengan kehadiran Dita. Bahkan saat Dita pergi, mereka jadi senang,"
Jaka terpukul dengan keadaan ini. Kalau begitu sudah pasti jika Dita akan tinggal bersamanya kembali. Jaka juga tidak bisa memaksa Bu Neneng untuk menerima anak bandel sepertinya.
"Oh, begitu ya, Bu. Ya, sudah. Terimakasih banyak untuk informasinya ya, Bu. Saya pamit pulang dulu,"
"Terimakasih kembali, Jaka," balas Bu Neneng dengan senyuman tulusnya.
Jaka juga tak bisa lama-lama berada di panti, karena ia masih memiliki urusan yang lain. Yang terpenting adalah Jaka sudah menerima informasi akurat dari Bu Neneng.
***
Dita sudah membulatkan tekadnya untuk meminta maaf pada Jaka dan Anggi. Dia berani melakukan hal tersebut atas dorongan Susi. Wanita itu berjanji akan membela Dita agar diperbolehkan pulang ke kediaman Jaka lagi.
Dengan langkah malu-malu Dita mengekori Susi. Keduanya mengetuk pintu sebuah rumah yang didominasi oleh papan.
Tok! Tok! Tok!
"Mas Jaka!" panggil Susi.
Susi tahu bahwa Jaka masuk kerja shift malam. Oleh karena itu dia sengaja menyambangi bangunan tersebut pada jam sebelas. Di saat Jaka sudah kembali ke rumah.
Jaka dan Anggi tahu betul siapa pemilik suara itu. Keduanya pun langsung berjalan ke ambang pintu.
"Kalian?" kata Anggi.
Mereka berempat saling melempar pandangan. Dita sendiri senantiasa bersembunyi di balik punggung Susi sebagai penjagaan apabila Jaka kembali memukuli bokongnya.
Susi menarik Dita sampai gadis cilik itu keluar dari tempatnya. Susi juga mengerlingkan sebelah matanya sebagai isyarat agar Dita memulai obrolan.
Dita yang mengerti akan kode dari Susi sontak menarik panjang napasnya. Dita ketakutan, tapi mau tak mau dia harus menuruti kata Susi untuk meminta maaf pada keluarga Jaka.
"Paman, Bibi. Aku mau minta maaf. Aku bener-bener gak sengaja," kata Dita. Setelahnya ia langsung memejamkan mata.
Jaka dan Anggi tersentak kaget. Rupanya Dita memiliki nyali untuk memohon maaf. Keduanya saling tatap seraya membatin dalam hati masing-masing.
"Aku janji gak akan ulangi lagi, Paman, Bibi." Dita menangkupkan kedua tangannya sebagai tanda keseriusan.
"Iya, Mba Anggi, Mas Jaka. Kasihan Dita. Dia udah nyesal atas perbuatannya kemarin." Susi pun ikut membantu.
"Kamu kan yang nyuruh Dita untuk minta maaf?" tanya Jaka pada Susi.
"Sumpah! Enggak, Mas. Dita minta maaf atas inisiatifnya sendiri," kata Susi berdusta.
"Tapi kesalahan Dita fatal banget, Sus. Kamu gak tahu rasanya diintipin pas lagi berhubungan,"
Susi setengah mati menahan tawanya. Entah kenapa dia begitu senang dengan kejadian konyol ini. Jika mengingat soal malam kemarin, maka Susi pasti senyum-senyum sendiri.
"Kamu harus ngerti kalau Dita juga gak sengaja, Mas. Lagi pula dia mana tahu sama yang begituan,"
"Sekarang dia jadi tahu, karena ulah konyolnya itu,"
"Selanjutnya kamu bisa nasehatin Dita, Mas. Jangan egois gitu dong! Dita ini keponakan kamu loh,"
"Ah, iya. Paman juga udah tahu penyebab kamu keluar dari panti. Bisa-bisanya kamu bohongin Paman, ya!"
"Emangnya kenapa Dita, Mas?" tanya Anggi. Jaka mamang belum menceritakan tentang ia bertemu Bu Neneng tadi pagi.
"Dita ketahuan nyuri Handphone penjaga panti dan gak ngaku. Karena malu, makanya Dita pulang ke sini,"
Degh!
Bulu-bulu di tubuh Dita meremang. Kenapa Pamannya bisa tahu tentang rahasia itu?
"Dita juga sering ganggu temen-temennya. Semua yang diomongin Dita di sini sangat berbanding terbalik dengan kejadian nyata,"
Kini, Anggi sudah meyakini bahwa Dita bukanlah bocah baik-baik. Dita sulit diatur, pembohong dan lancang terhadap hal-hal pribadi.
"Ya, ampun. Bibi gak nyangka banget kamu begitu, Dita," ucap Anggi melampiaskan kekecewaannya.
Sementara itu, Susi tak dapat berkata-kata. Dia pun terkejut dengan tindakan Dita yang pandai berbohong itu. Padahal Dita masih menginjak usia 12 tahun. Entah dari mana ia dapatkan ilmu tersebut.
"Aku takut dimarahin sama Paman, makanya aku bohong."
"Kalau kamu ngomong sejak awal Paman gak akan marah, Dita. Ngapain coba kamu harus bohong begitu? Siapa yang ngajarin kamu, hem?"
Dita tidak berpikir jika masalahnya akan jadi panjang begini. Dirinya jadi menyesal, karena sudah mendatangi Jaka dan Anggi.
"Maaf ya, Paman. Aku janji gak bakal ngulangi lagi,"
Tiba-tiba saja ada peluru air yang jatuh dari pelupuk mata Dita. Dia sudah bingung dan khawatir jika Jaka tidak menerimanya atau mengembalikannya ke panti lagi. Bagi Dita masalah yang ia hadapi saat ini begitu besar. Jika tidak ada Susi tempat berlindung, mungkin ia sudah melarikan diri.
"Sudahlah, Mas. Lebih baik kalian maafin aja Dita. Tuh liat dia sampai nangis loh. Cuma kalian keluarga Dita. Aku sih mau-mau aja nampung dia di rumah, tapi apa kata tetangga yang lain ya, Mas?" sindir Susi. Dia pun tak ingin merawat Dita mengingat kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan. Susi hanya akting.
Anggi membenarkan ucapan Susi. Ia juga tak ingin namanya dan Jaka tercoret di kawasan tempat mereka tinggal. Meskipun Dita nakal, tapi sudah kewajiban mereka untuk menjaga dan menampung gadis cilik itu.
"Maafin aja Dita, Mas. Kasihan juga." Pada akhirnya Anggi berucap demikian.
"Aku janji, Paman." Dita kembali menubrukkan telapak tangannya.
Bukan Jaka namanya kalau tidak menuruti perkataan sang istri. Tanpa pikir panjang dia langsung menganggukkan kepala.
"Ya, sudah. Dita kami maafkan asal gak ngulangin lagi,"
"Hah! Jaka gak pernah bantah ucapan Anggi," batin Susi. Rasa kesal menyambangi tatkala Jaka menunjukkan sisi baiknya terhadap Anggi.
"Wah! Bener, Paman?" Mata Dita berbinar-binar.
"Iya. Kamu juga boleh tinggal di sini lagi, tapi janji jangan begitu lagi, ya," kata Jaka mengingatkan.
"Aku janji, Paman," seru Dita sambil melompat-lompat riang.
"Gitu dong, Mas. Ya, sudah. Bibi pulang dulu ya, Dita."
Susi pun segera putar balik. Langkah demi langkah ia dapat mewujudkan misinya. Besok Susi akan mulai menyusun rencana yang baru.
Dita diarahkan untuk segera tidur oleh Jaka, kemudian dia menemui Anggi di kamar.
Anggi tak dapat membendung rasa penasarannya terhadap masa lalu Dita dan keluarga mereka. Anggi merasa bahwa ada yang tidak beres dengan anak itu.
"Mas. Aku mau tanya deh,"
"Apa, Sayang?" sahut Jaka, lalu duduk di atas ranjang mengikuti istrinya.
"Aku kok ngerasa bahwa Dita itu anak bandel ya, Mas. Kamu gak marah kan kalau aku ngomong begini?"
Jaka menarik sisi bibirnya. Akhirnya Anggi menyadari suatu hal yang selama ini Jaka sembunyikan.
***
Bersambung