Chereads / SALAH PILIH SUAMI / Chapter 40 - PERTENGKARAN PERTAMA

Chapter 40 - PERTENGKARAN PERTAMA

Jaka dan Susi sudah menyelesaikan tugas yang diperintahkan oleh bos mereka. Rupanya ibu yang menerima bingkisan tersebut sangatlah baik dan ramah. Dia memberikan uang sejumlah seratus ribu ke tangan Jaka.

"Uangnya buat kamu aja, Sus,"

Jaka sungkan menerima pemberian tersebut dan malah memberikannya pada Susi. Sementara itu, Susi juga menolaknya karena paham bahwa Jaka lebih membutuhkan.

"Buat kamu aja, Mas. Kan, kamu yang disuruh Bos tadi,"

"Gak usah sok nolak kamu,"

"Beneran, Mas,"

Jaka agak menimbang sesuatu. Dia memang sedang membutuhkan uang saat ini.

"Yakin?" tanya Jaka memastikan.

"Iya, Mas. Ambil aja,"

Jaka pun mengantongi uang tersebut dan kembali menstater motor untuk kembali ke café. Di perjalanan, Jaka melihat banyak Barbie terpajang di sebuah toko. Melihat pemandangan itu Jaka langsung membelokkan motornya.

"Loh. Kenapa berhenti di sini, Mas?" tanya Susi yang mengira bahwa Jaka akan meninggalkannya.

"Aku mau beli Barbie buat Dita,"

"Oh. Kukira kamu mau suruh aku jalan kaki, Mas,"

Jaka melenggang pergi dan enggan merespon Susi lagi. Dia memilih Barbie berbaju biru. Jaka senang, karena permintaannya keponakannya bisa dikabulkan secepat itu. Pasti Dita bahagia sekali setelah mendapat apa yang ia inginkan.

Kedunya kembali melaju. Jaka mencancap motornya dan mulai menyalip kendaraan lain. Cuaca begitu mendung. Jaka tak ingin kehujanan dan berujung sakit.

Nahasnya, tiba-tiba saja air turun dari langit dan menyebabkan Jaka kesulitan mengendarai motornya. Jaka kaget saat Susi mendadak merengkuh tubuhnya dari belakang.

"Eh! Mau apa kamu, Sus?" pekik Jaka di tengah serangan air.

"Aku kedinginan, Mas." Susi juga berteriak agar suaranya terdengar ke depan.

"Jangan alasan kamu ya, Sus! Lepas! Aku gak sudi dipeluk sama kamu,"

"Aku gak mau, Mas!"

Susi memanfaatkan kondisi ini untuk memeluk sosok yang disayanginya. Susi jadi ingat dulu dirinya pernah juga merengkuh Sunar saat mereka kehujanan. Bedanya, Sunar adalah Abang kandung yang begitu mencintainya. Berbeda dengan Jaka sekarang. Pria itu justru sangat membenci Susi.

Jaka menjadi risih dan gelisah tak menentu. Dia menggoyang-goyangkan badannya sendiri agar Susi melepaskan pelukan. Hujan dan tingkah konyol Susi membuat Jaka kehilangan konsentrasi. Detik berikutnya motor mereka menabrak trotoar jalanan. Jaka dan Susi terpental di tengah aspal.

BRAK!!!

"Aduh!"

Posisi Jaka telentang sementara Susi telangkup dan kedua tangannya terkepal di dada. Susi merasakan sakit pada bagian jemarinya.

Beberapa orang membantu mereka untuk berdiri dan melanjutkan perjalanan. Untungnya Jaka tidak apa-apa dan hanya sakit di bagian punggung. Tidak sia-sia ia memakai helm untuk melindungi kepala.

"Kan, sudah kubilang, Sus. Semua ini gara-gara kamu!" Jaka membentak Susi di perjalanan.

Anehnya tidak ada sahutan dari Susi. Tentu saja Jaka heran. Mana pernah Susi tak merespon ucapannya sekalipun keduanya harus bertengkar hebat. Karena penasaran akhirnya Jaka melirik Susi dari kaca spion motor.

"Hah, Susi nangis?" batin Jaka.

Tampaklah seorang wanita sedang meniup jari-jari tangannya seraya meneteskan air mata. Kejadian tadi membuat Susi terkilir. Kali ini Susi tidak bersandiwara. Ia merasakan sakit yang teramat sangat.

Jaka menghentikan sepeda motornya saat melihat Halte yang kosong penghuni. Dia ingin mengecek keadaan Susi.

"Kamu kenapa, Sus?" Jaka turun dari kendaraan.

"Tanganku sakit banget, Mas,"

Susi menunjukkan kelima jarinya yang sudah bengkak akibat terjatuh. Jaka kaget dan tidak menyangka apabila Susi akan menjadi korban.

"Tolong pijetin tanganku, Mas. Sakit banget ini,"

Susi menuju tempat duduk dan meletakkan sebelah tangannya di atas paha. Ia meminta bantuan agar Jaka mengurut ruas-ruas yang bengkak tersebut.

"Kamu lagi akting, Sus?"

"Astaga, Mas. Tanganku beneran sakit. Kalau kamu gak mau ya sudahlah,"

Jaka memandang Susi yang terlihat mengalah. Biasanya Susi akan memaksa keinginannya sampai dipenuhi. Sepertinya ia benar-benar kesakitan.

Jaka jadi tidak tega walaupun ia begitu membenci Susi. Sesama pelayan café, Jaka paham betul bagaimana rasanya bekerja saat tangan sedang terkilir. Pasti Susi akan kesulitan dan berujung cuti. Kasihan juga kalau gajinya dipotong.

"Sini!" ketus Jaka. Dia langsung memijat jemari Susi yang kondisinya seperti disengat lebah itu.

***

"Gimana Anggi. Kamu senang, kan?" tanya Mama Raka pada wanita yang duduk di sebelahnya.

Hari ini keluarga Raka kembali datang dan mengajak Anggi berjalan-jalan. Awalnya Anggi menolak. Namun karena melihat ekspresi sedih Mama Raka, maka dia pun menjadi iba dan akhirnya mengikut.

"Senang, Tante," lirih Anggi, kemudian tersimpul indah.

Anggi dibawa keliling kota. Menikmati beragam kuliner serta bermain wahana dewasa. Hujan yang tiba-tiba melanda membuat satu keluarga itu terpaksa menghentikan kegiatan dan pulang ke rumah.

Kali ini nasib baik tidak berpihak pada Jaka dan Anggi. Pasalnya, mobil Raka melintasi halte yang sedang dihuni oleh Jaka dan Susi. Pertama Anggi tidak memercayai jika itu suami serta tetangganya. Namun setelah diperhatikan lamat-lamat, rupanya memang benar bahwa mereka Jaka dan Susi. Lelaki itu tampak memegang tangan Susi penuh kelembutan.

"Berhenti, Mas!" Seketika Anggi berteriak.

Raka terburu-buru mengerem mobilnya. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi.

"Ada apa?" tanyanya pada Anggi.

Anggi langsung membuka pintu mobil dan meninggalkan keluarga Raka di dalam sana. Dihampirinya Susi dan sang suami.

"Mas Jaka! Susi!" pekik Anggi.

Jaka kelihatan sedang fokus sekali meraba-raba jemari Susi. Hal itu memancing amarah sosok yang memandang kejadian tersebut.

Mendapati istrinya tiba-tiba muncul entah dari mana membuat sekujur bulu di tubuh Jaka meremang. Sial sekali! Hal yang ditakutkan akhirnya terjadi.

"Sayang. Kamu kok bisa ada di sini?" Jaka menatap Anggi, kemudian mobil yang terparkir di depan halte.

Bersamaan dengan itu, Raka serta kedua orang tua palsunya pun keluar dari mobil. Jaka tidak mengenal siapa mereka.

"Gak usah tanya-tanya tentang aku, Mas. Kamu kenapa bisa ada di sini sama Susi? Dan, kenapa kamu pegang tangan dia?"

Kini, Raka mengerti bahwa lelaki berkulit bersih itu adalah suami Anggi. Sebentar lagi mereka akan menyaksikan pertengkaran hebat.

"Mas dari rumah mertua bos buat nganterin bingkisan. Di jalanan kami jatuh dan tangan Susi terkilir, Sayang,"

Anggi pun membidik jemari Susi yang bentuknya montok-montok itu. Anggi juga melihat sebuah motor asing terparkir di depan halte.

"Terus, kenapa kamu pegang tangan dia?"

"Mas cuma ngasih pertolongan pertama, Anggi. Gak lebih,"

Susi tak ingin membela Jaka. Dia akan bahagia apabila sepasang suami istri itu bertengkar.

"Kalian pacaran, Mas?" Dada Anggi begitu sebah.

"Ya, Tuhan. Jangan ngada-ngada, Anggi. Siapa juga yang mau sama Susi? Mas dikasih kerjaan sama bos buat nagnteri bingkisan mertuanya di Jln. Kebahagiaan. Sumpah!" Jaka sampai bersumpah agar Anggi percaya.

"Kamu bohong, Mas!" teriak Anggi. Kini, air matanya mulai membasahi pipi.

"Mas gak bohong, Sayang. Kamu bisa tanya sama Susi. Iya kan, Sus? Kamu ngomong dong jangan diam aja!"

Seketika Jaka turut kesal melihat Susi yang berubah menjadi patung. Susi sama sekali tidak berniat untuk mencairkan suasana.

***

Bersambung