"Susi, keluar kamu!"
Dor! Dor! Dor!
Tak ada jawaban juga dari Anggi hingga jarum jam menyapa angka sebelas malam. Jaka kian panik, sampai-sampai dia berencana untuk membuat perhitungan pada Susi. Jaka menyalahkan Susi, karena telah memaksa ikut dengannya tadi siang.
Susi yang sudah hafal dengan suara itu, langsung membuka pintu. Dia tidak tahu apa yang menyebabkan Jaka marah-marah dan menggedor pintu rumahnya tengah malam.
"Ada apa, Mas?" tanya Susi celingukan.
"Ada apa kamu bilang? Kamu harus tanggung jawab, Sus!"
"Hah? Tanggung jawab untuk apa?"
Tentu saja Susi bingung. Dia tidak sadar telah melakukan kesalahan dan membuat Anggi jadi termakan emosi, lalu berujung lari.
"Anggi belum pulang juga sampai malam ini. Aku yakin dia pasti ngira kalau kita punya hubungan. Semua ini gara-gara kamu, Sus! Coba aja kamu gak maksa buat ikut aku ke rumah mertua bos, hah," Jaka menyumpahserapahi perempuan di hadapannya.
"Anggi belum pulang juga? Wah! Kabar baik nih," gumam Susi dalam hati. Setelah sekian lama menanti, akhirnya Jaka dan Anggi bertengkar juga.
"Loh! Aku gak tahu, Mas. Emangnya ke mana Mba Anggi?" tanya Susi dengan nada panik yang dibuat-buat.
"Kalau aku tahu aku gak bakal nanya kamu! Ya, udah. Kamu ikut aku sekarang,"
"Mau ke mana, Mas?"
"Kita mau cari Anggi,"
Jaka pun menuju rumah tetangganya dan meminjam motor untuk mencari keberadaan sang istri. Dia panik bukan main. Pikiran Jaka kalut dan berlabuh entah ke mana. Jaka berharap semoga Anggi sedang berada di tempat dan bersama orang yang tepat.
Dengan sangat terpaksa Jaka membonceng Susi untuk yang kedua kali. Dia bingung jika harus mencari keberadaan Anggi seorang diri. Bisa-bisa Jaka stress dan berujung bunuh diri.
Keduanya berkililing kota, memasuki gang dan bertanya pada orang-orang. Sayangnya, malah tidak ada yang melihat atau tahu di mana Anggi berada. Hal itu tentu saja mengundang keterpurukan bagi Jaka.
Dua jam berlalu. Pukul satu dini hari Jaka mengembalikan motor tetangganya dan berdiri di beranda Susi. Jaka belum puas-puasnya memberi pelajaran pada perempuan itu.
"Kamu lihat sendiri kan, Sus? Semua orang gak tahu di mana Anggi berada,"
Sementara itu Susi lebih memilih diam.
"Andai aja kamu gak ikut aku. Pasti kejadiannya gak bakal begini. Makanya kamu jadi perempuan itu jangan kegatelan deh, Sus,"
"Loh. Kok jadi aku yang disalahin sih, Mas?"
"Memang kamu yang salah!"
Hari makin hari Jaka semakin buruk saja memperlakukan Susi. Sebenarnya Jaka bukanlah tipe pria yang suka marah-marah. Namun, dia jadi sensitif semenjak Susi datang dan menghadirkan masalah baru di hidupnya.
Ketika sedang berdebat dengan Susi, tiba-tiba saja terdengarlah suara tangisan seorang bocah. Siapa lagi kalau bukan Dita.
"Ya, ampun. Dita!"
Jaka ngeloyor menuju rumahnya. Dilihatnya Dita sudah menangis sambil memeluk boneka panda di teras.
"Dita. Kenapa?" Jaka panik. Dipikirnya ada orang jahat yang menyelinap ke rumah mereka.
"Paman dari mana aja? Waktu aku bangun rumah kosong. Hiks hiks." Dita menumpahkan air mata di bahu bonekanya.
"Maaf, ya. Paman tadi ada urusan di luar. Kamu jangan takut lagi. Kan, Paman udah pulang," ucap Jaka berusaha menenangkan hati sang keponakan.
"Paman. Di mana Bibi Anggi? Kok gak ada kelihatan, ya?"
"Bibimu lagi pulang ke rumah orang tuanya. Masuk yuk!"
Jaka tak ingin memberitahu pada Dita bahwa sesungguhnya Anggi sudah kabur dari rumah akibat ulah Susi. Dia tidak mau Dita terkontaminasi oleh permasalahan orang dewasa.
Sedangkan itu, Susi si penyebab masalah memerhatikan Jaka dan Dita dari beranda rumahnya sambil mesem-mesem. Entah kenapa kepergian Anggi membuat hatinya berbunga-bunga tanda bahagia. Susi akan lebih mudah merebut perhatian Jaka setelah ini. Susi berharap semoga Anggi tak akan pernah kembali.
***
Berbeda dari pagi sebelumnya. Kala ini yang berada di sisi Anggi saat bangun tidur bukanlah suaminya, melainkan lelaki lain. Kekecewaan Anggi terhadap Jaka menjadikan ia buta dan telah salah mengambil langkah. Anggi berhasil dinodai oleh pria yang bukan haknya.
Anggi menoleh ke kiri dan dilihatnya Raka sudah membuka mata. Sesekali Anggi malu, mengingat lincahnya permainan mereka tadi malam. Namun, entah kenapa Anggi juga merasa nyaman.
"Anggi. Di mana rumahmu?" Tiba-tiba Raka berseru.
"Kenapa, Mas?"
"Aku mau mastiin keadaan suamimu di sana,"
"Untuk apa?"
"Ga untuk apa-apa. Cuma pengen tahu aja,"
Tidak menaruh curiga sedikit pun, akhirnya Anggi memberitahu alamat detail dan bagaimana bentuk bangunan tersebut. Raka yang sudah menerima infromasi lantas saja mengayunkan kaki ke toilet. Raka pun berpamitan pada Anggi ketika mereka menyelesaikan sarapan pagi.
Tak butuh waktu lama dan bersusah payah, Raka pun berhasil menemukan tempat yang ia cari. Tidak. Semua ini bukan karena Raka yang ingin melihat keadaan Jaka. Melainkan ada seseorang yang harus ia cari.
Raka ingat betul bagaimana tatapan Susi pada Jaka dan diamnya perempuan itu saat Anggi meluapkan amarah. Raka meyakini bahwa Susi telah menyimpan hati untuk Jaka. Dan, kedatangan Raka ke sini adalah untuk mencari sosok itu. Bukankah Anggi telah mengatakan bahwa Susi adalah tetangga mereka?
Benar saja. Tak jauh dari kediaman Jaka, tampaklah sebuah rumah yang di depannya ada seorang gadis tengah menjemur pakaian. Siapa lagi kalau bukan Susi. Wanita dengan tubuh putih itu memang memiliki paras yang patut diacungi jempol.
Raka pun turun dari mobilnya dan menghampiri Susi. Sementara itu, Susi agak terkejut dengan kehadiran lelaki yang kemarin baru saja ia temui.
"Kamu Susi, ya?" tanya Raka.
"I- Iya. Mas ini si- siapa, ya?" Susi gugup bukan main.
"Boleh kita ngobrol sebentar? Aku teman Anggi istri si Jaka,"
Susi spontan menghentikan aktivitasnya seusai mendengar nama Anggi dan Jaka disebut. Dia membawa lelaki itu ke dalam rumah.
"Ada apa ya, Mas?" tanya Susi lagi.
Kemudian Raka pun menjelaskan siapa dirinya dan apa hubungannya dengan Anggi. Tak lupa Raka juga mengatakan bahwa dia adalah orang yang mencintai Anggi.
"Oh. Jadi begitu ceritanya." Susi mengangukkan kepala berulang kali setelah Raka menyelesaikan obrolan.
"Iya. Aku mau Anggi jatuh ke pelukanku, Sus. Aku gak peduli kalau dia udah punya suami,"
Raka sendiri tidak memberitahu bahwa tujuannya mendekati Anggi adalah untuk menjual perempuan itu. Biarkan saja Susi menganggap bahwa Raka memang benar-benar mencintai Anggi.
"Kenapa Mas ngomongnya ke aku, ya?"
"Karena aku tahu kalau kamu juga cinta sama suami Anggi. Kita bisa kerja sama, Sus. Aku rebut Anggi dan kamu ambil Jaka,"
Degh!
Susi tercekat mendengar penuturan Raka.
"Hah, sial! Kenapa laki-laki ini bisa tahu kalau aku suka sama Mas Jaka?" batin Susi bertanya-tanya.
***
Bersambung