Anggi tampak begitu niat untuk melabrak suaminya yang telah berpegangan tangan dengan wanita lain. Raka hendak ikut, tapi Anggi melarang karena ia tak ingin menimbulkan pertanyaan yang berujung kecurigaan.
Begitu sampai di kediamannya, Anggi langsung nyelonong masuk. Dia menemukan Dita yang sedang duduk di kursi ruang tengah.
"Bibi? Bibi udah pulang?"
Dita jelas sangat kaget dengan kemunculan istri pamannya itu. Namun, Dita agak heran karena kali ini Anggi tak semanis biasanya. Wajahnya kelihatan sangar dan tatapannya tajam.
"Mana Jaka?" tanyanya dingin.
"Di kamar, Bi. Paman tersiram minya goreng dan baru pulang dari rumah sakit," kata Dita membawa kabar.
Hati Anggi nyaris terenyuh, tapi ia kembali murka setelah mengingat pemandangan yang dilihatnya di foto tersebut. Tanpa merespon Dita lagi, dirinya pun segera beranjak ke kamar.
Dan, di sanalah Jaka berada. Pria itu meliukkan badannya di hamparan ranjang serta menenggelamkan wajahnya pada bantal. Anggi berusaha menangkis kerinduan yang sebenarnya masih membekas di hati.
"Mas Jaka!" panggilnya setengah berteriak.
Meskipun Jaka sedang tertidur, tapi batinnya mampu merasakan bahwa sosok yang ditunggu-tunggu itu telah kembali. Jaka berusaha mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakang. Senyumnya mengembang tatkala mendapati Anggi berdiri di sana. Pria itu seolah bermimpi, tapi semua ini adalah fakta.
"Anggi. Kamu ke mana aja?"
Jaka tidak mengerti kenapa hawa panas menyelimuti istrinya itu. Jika diterawang, sepertinya Anggi sedang memendam sesuatu yang sebentar lagi akan meletup.
"Mas Jaka. Aku ke sini bukan untuk pulang Mas, tapi aku mau buat perhitungan sama kamu," katanya.
Apa Jaka memiliki kesalahan? Seharusnya Anggi yang meminta maaf, karena ia sudah kabur dari rumah meninggalkan suaminya selama berhari-hari tanpa kabar. Jaka bertanya dalam benak, tapi dia tidak melakukan apapun kecuali kejadian pasca kecelakaan di halte waktu itu.
"Ada apa?"
Kemudian Anggi meraih amplop putih yang bertengger di dalam tas kecilnya. Dia dengan kasar mencampakkan kertas itu tepat di wajah Jaka.
"Ini yang kamu lakuin di belakangku ya, Mas! Pantas aja kamu betah gak nyariin aku."
Jaka harus tahu kenapa istrinya dapat berucap demikian!
Detik itu juga Jaka melihat foto dirinya dan Susi sedang berduaan di halte yang tak jauh dari lokasi rumahnya. Jaka ingat betul dengan momen itu. Saat di mana Susi mengatakan bahwa tangannya bengkak, lalu ia merabanya.
Jaka berpikir sejenak. Jika dia dan Anggi sama-sama memeroleh kertas berisikan foto mereka bersama orang lain, maka sudah pantas dicurigai bahwa memang ada oknum yang melakukan hal ini.
"Kenapa diam, Mas? Kamu takut karena udah ketahuan selingkuh, hah?"
Rupanya Anggi tidak menyukai diamnya Jaka, meskipun suaminya tersebut tengah mempertimbangkan sesuatu yang janggal. Dia semakin yakin, jika Jaka punya hubungan dengan Susi, makanya dia tak mampu angkat suara.
Anggi berjalan ke luar rumah sambil berseru, "Aku gak sangka, ya. Orang yang selama ini kupercayai ternyata tega berkhianat. Di mana hati kamu, Mas?"
Anggi malah menunjuk dada Jaka di depan Dita. Bocah itu langsung syok melihat perdebatan Paman dan Bibinya.
Mendapati istrinya yang mulai tak terkontrol dan terus menyudutkan Jaka, membuat ia merasa terkucilkan. Jaka dianggap tidak memiliki harga diri, padahal orang yang berkata demikian jauh lebih keji.
Jaka pun berinisiatif untuk mematahkan ucapan lawan bicaranya. Dia kembali ke kamar untuk mengambil beberapa foto yang juga ia peroleh entah dari siapa.
"Hebat kamu bisa ngata-ngatai suamimu seperti itu ya, Anggi! Tanpa kamu sadari, kalau sebenarnya kamu juga melakukan hal yang sama. Bahkan, lebih parah dari apa yang kamu lihat di foto itu." Jaka membidik kertas yang bermukim di lantai.
Jaka nyaris hilang kendali sampai ia tidak mengingat keberadaan Dita di sana. Lelaki itu mendekatkan gambar-gambar tidak senonoh ke wajah Anggi. Bersamaan dengan itu, mulut Anggi ternganga bak goa dan dadanya spontan terasa sesak.
Kenapa Jaka bisa memegang gambar itu?
Paras Anggi berubah pucat pasi. Dia lantas down dan tak berani menyudutkan Jaka lagi. Kini, tibalah saatnya Jaka yang membuat perhitungan pada istrinya sendiri.
Awalnya Jaka mencoba meredam emosi dan ingin membicarakan semuanya secara baik-baik. Namun karena Anggi bersikap tak adil, tiba-tiba saja amarah Jaka muncul. Perempuan yang ia perjuangkan selama ini telah berbuat curang.
"Jelaskan samaku apa maksud gambar ini, Anggi!"
Jaka pun tak lagi memikirkan tutur kata yang lembut. Melihat perdebatan sengit antara paman dan bibinya membuat Dita kocar-kacir ke luar rumah. Dia mengintip Anggi serta Jaka dari balik pintu.
"Asal kamu tahu ya, Anggi. Foto itu gak sesuai dengan yang kamu pikirkan. Aku gak tahu sejak kapan gambar itu diambil. Hanya saja waktu itu Susi pegang tanganku, karena dipikirnya tanganku lagi bengkak. Kamu tahu gimana dia, kan?" ucap Jaka menahan napasnya.
"Sepertinya ada yang udah jebak kita. Buktinya aja kita sama-sama dapat foto kayak begini, tapi aku gak peduli soal itu, Anggi. Yang sekarang jadi permasalahannya adalah kamu udah main gila dengan laki-laki yang waktu itu ada di halte. Aku masih ingat wajahnya. Pantas aja kamu nyaman dan gak mikirin suami kamu di sini. Rupanya kamu udah temukan kenikmatan baru," sambungnya.
Jaka benar-benar meluapkan emosi yang belakangan ini merusak jiwanya. Bagaimana mungkin ia tahan ditindas dengan orang yang dengan sengaja menyakitinya. Jaka sebagai manusia biasa pasti kehabisan batas sabar dan memberontak.
"Jelas-jelas kamu berbuat m*sum dengan laki-laki ini, Anggi! Apa kamu lupa dengan status kita? Kamu itu istriku. Aku capek nyari kamu siang malam, bahkan sampai tanganku kena minyak goreng karena kebanyakan mikirin kamu."
Jaka mengangkat tangan kanannya dan terus melanjutkan omelan. Jika dipikir-pikir lagi, keduanya telah melakukan banyak perjuangan untuk bisa bersama. Namun ketika sudah menikah, rumah tangganya malah hancur begitu saja.
"Dan, dengan sok hebatnya kamu salahin aku atas foto itu. Luar biasa kamu, Anggi! Aktingmu sungguh hebat!"
Kelihatannya Jaka sangat kecewa dengan tindakan istrinya. Dia bertepuk tangan seberes mengucapkan hal tersebut.
Sementara itu Anggi kehabisan kata-kata. Kalau tahu ujungnya akan menjadi begini, pasti dia tak akan datang dan memilih untuk menetap bersama Raka saja. Rencana Anggi untuk melabrak suaminya gagal total. Sekarang malah dirinya yang menanggung malu.
"Oke, Mas. Sekarang aku ngaku, kalau sebenarnya aku udah berhubungan badan sama majikanku sendiri, tapi semua ini gara-gara kamu, Mas. Kamu duluan yang selingkuh sama Susi."
Karena tak ingin terus disalahkan, akhirnya Anggi mencoba membela diri. Dia harus membalikkan ucapan Jaka supaya harga dirinya tidak diinjak-injak.
Jaka tertawa kecil tatkala mengetahui pangkal masalahnya. Entah sejak kapan Anggi memiliki pikiran pendek seperti itu.
"Apa kamu udah yakin dengan pengelihatanmu? Kamu gak nyoba tanya ke bosku tentang makanan yang kuantar ke rumah mertuanya, hem? Secepat itu kamu ambil kesimpulan, Anggi? Gimana kalau pada akhirnya kamu sadar, kalau semua anggapanmu itu salah?"
Jaka melontarkan banyak pertanyaan untuk wanita di hadapannya. Dia tidak sabar ingin mengetahui bagaimana tanggapan Anggi.
***
Bersambung