Jaka baru menyadari jika Dita mengintai perseteruan mereka dari awal hingga akhir. Gadis tanggung itu bersembunyi di balik jendela depan dan tentu saja telinganya bisa menangkap segela jenis ucapan yang diutarakan. Jaka jadi tidak enak, karena sekarang sang keponakan mengetahui masalahnya.
Di satu sisi Jaka tak mampu menghalau kepergian Anggi, karena mobil Raka sudah melaju dengan cepat. Jika dikejar pun Jaka tidak bisa menandinginya. Kebetulan sekali di daerah sini pangkalan ojek cukup jauh. Intinya Jaka benar-benar kehabisan jalan untuk mengejar istrinya.
Jaka berpikir kalau suatu saat atau bahkan dalam waktu dekat ini Anggi akan pulang dan meminta maaf padanya. Ia dapat merasakan kalau Raka bukanlah pria baik-baik yang sewaktu-waktu dapat menyakiti diri Anggi. Jadi, daripada mengurus sesuatu yang sudah pergi ada baiknya jika Jaka memerhatikan kondisi Dita. Psikis bocah itu pasti terganggu menyaksikan pertempuran hebat barusan.
"Dita, masuk ke kamar!" seru Jaka, kemudian menuntun keponakannya ke dalam.
Dita memandang pamannya penuh heran sekaligus ketakutan. Ia khawatir jika Jaka akan meluapkan kemarahannya pada Dita.
Jaka tidak berkata apa-apa selain mendudukkan Dita di ranjang, lalu mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Gadis satu itu tidak boleh mendengar apapun lagi yang bersangkutan dengan Anggi. Jiwanya harus tetap bersih dari perselisihan rumah tangga orang lain.
Rupanya Susi masih di sana. Hal itu mengundang gejolak api di hati Jaka lagi. Semua kemarahan ini tak luput dari mulutnya yang membocorkan rahasia mereka. Karena ucapan Susi, Anggi jadi pergi.
Jaka mencengkram lengan Susi dan membawanya ke rumah wanita tersebut. Ini kali pertama Jaka menginjakkan kaki di gedung itu. Hal ini bertujuan supaya Dita tidak mengetahui pembicaraan paman beserta tetangga usilnya tersebut.
"Arrrgh! Sakit, Mas." Susi merintih dan mencoba melepaskan cengkraman Jaka.
"Sudah puas kamu, hem?"
"Puas apanya, Mas?"
"Sudah puas kamu buat rumah tanggaku dan Anggi hancur? Kamu ini gimana sih? Kan, sudah kubilang supaya kamu gak bocorin rahasia itu."
"Aku gak punya pilihan lain, Mas. Kalau kamu didiemin terus, maka aku bakal jadi gadis bukan perawan seumur hidup."
Susi sudah jengah dengan Jaka yang tak kunjung menikahinya. Bukankah pria itu sudah berjanji? Meskipun Jaka sebenarnya tidak pernah berbuat demikian, tapi Susi tetap menaruh harapan besar untuk dipersunting olehnya.
Tak tahan menanti lebih lama, akhirnya Susi pun mengatakan kepalsuan tersebut. Mumpung Jaka dan istrinya sedang bertengkar, jadi sekalian saja mereka dijerumuskan.
"Aku bahkan gak merasa pernah berbuat apa-apa sama kamu, Sus!" Lagi-lagi Jaka mengutarakan isi hatinya.
Sayangnya ia menemukan pakaian robek serta beberapa tetes cairan merah di ranjang. Sementara ia tidak punya bukti kuat untuk mempertahankan argumennya. Jaka juga tak sadar tentang apa yang telah terjadi akibat obat yang diberikan oleh Susi. Malangnya, dia tidak mengetahui hal tersebut.
"Sudahlah, Mas! Untuk apa lagi mengharapkan Anggi yang jelas-jelas sudah khianati kamu? Dia lebih memilih lelaki kaya itu. Lagipula, kamu harus tanggung jawab, Mas. Mau gak mau kamu harus nikahin aku secepatnya!"
"Perempuan gila!"
"Terserah kamu mau anggap aku apa. Aku cuma memperjuangkan hakku, Mas," jawab Susi lantang.
Dunianya seakan hancur pasca kehilangan istri serta diminta untuk menikahi perempuan yang sama sekali tidak dicintai. Belum lagi masalahnya yang diketahui oleh bocah cilik bernama Dita tersebut. Jaka merasa sial sekaligus malu. Andai saja ia punya jurus menghilang, pasti sudah digunakannya saat ini juga.
Kepala Jaka terasa berdenyut hebat. Ia pun memutuskan untuk kembali ke rumah dan meninggalkan Susi di sana. Tak lagi berkata apa-apa, sedangkan Susi juga tidak menahan kepergiannya.
Susi memberikan waktu bagi Jaka untuk menenangkan diri, karena jika terlalu dipaksa pun, maka Jaka bisa jatuh sakit. Tentu saja Susi tak ingin pria yang disayangnya terbaring lemah. Ia merasa lega dan yakin kalau Jaka akan segera menikahinya. Jika tidak, maka Susi akan membuat perhitungan apapun itu agar Jaka bertanggung jawab.
***
Setelah merenung semalaman penuh, akhirnya Jaka memiliki sebuah ide. Jujur saja ia tidak mampu melupakan Anggi dan menghapus kenangan mereka dengan instan. Ada keinginan untuk memperjuangkan rumah tangga mereka lagi supaya membaik seperti sedia kala.
Kebetulan Jaka memeroleh shift kedua hari ini. Ia pun bergegas keluar rumah setelah menyiapkan sarapan untuk Dita. Tadinya bocah itu sempat bertanya hendak ke mana pamannya, tetapi Jaka berbohong dengan mengatakan kalau dia hendak bekerja.
Keputusan Jaka sudah bulat. Ia akan menyambangi kediaman Dodi dan Dida untuk menceritakan masalah ini. Tidak tahu bagaimana respon dari pasangan suami istri itu, yang jelas mereka harus tahu kalau putrinya sudah bermain gila dengan lelaki lain. Siapa tahu dengan begitu keduanya akan iba pada Jaka dan membujuk Anggi supaya kembali ke jalan yang benar. Begitulah yang ada di pikiran Jaka sekarang.
Sepasang kaki Jaka agak bergetar setibanya di sana. Ia melangkah penuh keraguan, tapi harus tetap dilaksanakan. Namun, tiba-tiba saja ia menangkap seorang wanita sedang berdiri di pusat pintu. Orang itu adalah Anggi. Jaka sungguh tak menyangka bisa bertemu dengannya kembali. Namun, apa yang akan dilakukan Anggi di sini? Setahu Jaka antara dia dan orang tuanya saling bermusuhan.
"Anggi?" Jaka memanggil.
Perempuan bertubuh putih itu berputar haluan. Saat itu juga ia terperangah melihat Jaka yang entah kenapa bisa ada di gedung itu juga. Anggi tidak terima dengan semua ini. Ia pun langsung mendorong kedua bahu Jaka.
BUGH!
"Mau apa kamu, Mas?" ketusnya.
"Kamu sendiri mau apa ke sini, Anggi? Bukannya kamu dan orang tuamu terlibat masalah?"
"Iya, memang. Dan, semua masalah itu sumbernya dari kamu. Hari ini aku mau bilang ke Papa dan Mama kalau sebentar lagi kita akan bercerai. Mereka pasti senang mendengar kabar ini," ucap Anggi dengan sombongnya.
Tanpa disadari dua manusia yang masih menjadi pasangan suami istri itu memiliki keputusan yang sama, yakni menyambangi kediaman Dodi dan Dida. Namun, mereka memiliki tujuan yang berbeda-beda. Jika Anggi hendak mengabarkan tentang pertengkarannya, maka Jaka menginginkan supaya mertuanya membujuk Anggi untuk kembali.
Ting nong…
"Ke mana sih ini?" gumam Anggi yang masih bisa didengar oleh Jaka.
"Kamu udah lama?"
"Bukan urusanmu!"
Sebenarnya Anggi sudah sepuluh menit berdiri di depan sana. Walaupun belum ada yang membukakan pintu, tetapi Anggi tak ingin beranjak. Ia yakin sekali jika mamanya ada di dalam, karena wanita itu tidak pernah pergi saat pagi-pagi begini. Dida akan memilih bersantai sambil membaca majalahnya.
"Permisi!"
Dor! Dor! Dor!
Akibat tak ada respon, Jaka sampai ambil tindakan. Ia menggedor pintu sekuat tenaga supaya penghuninya keluar rumah.
Benar saja. Tak lama setelah itu, muncullah seorang wanita berwajah asing dan kelihatannya lebih muda dari Dida. Ia menatap Anggi dan Jaka penuh heran. Begitupun orang yang dipandang juga memberikan respon yang sama. Akhirnya, mereka semua saling diam dan bingung.
"Tante siapa?" tanya Anggi pada akhirnya.
***
Bersambung