Tak dapat dipungkiri bahwa Susi memang begitu mencintai Jaka. Pasalnya wajah lelaki itu begitu mirip dengan Abangnya yang telah meninggal. Namun, saat ada orang asing yang mengetahui hal tersebut Susi jadi salah tingkah sendiri. Dia malu-malu kucing merespon perkataan Raka si pria konglomerat.
"Gak apa-apa. Jujur aja!" tukas Raka yang tahu bahwa lawan bicaranya enggan mengakui.
Susi cengengesan seraya memilin aka rambutnya yang terjuntai. Ia tak dapat menyembunyikan jawaban dari Raka, meskipun Susi belum berkata-kata.
"Kenapa ya, Mas?" tanyanya memastikan.
"Udah, kamu jawab aja dulu, Sus!"
"Anu, Mas. I- iya. Saya su- suka sama Mas Jaka." Akhirnya Susi mengaku.
Raka tersimpul seorang diri. Sepertinya ia akan lebih mudah merasuki jiwa Susi, karena wanita itu memiliki rasa terhadap Jaka.
"Bagus! Aku mau ajak kamu kerjasama, Sus."
"Hah, kerjasama apa, Mas?"
"Kita sama-sama buat Jaka dan Anggi berpisah. Setelah itu kamu bisa dapetin Jaka dan aku dapetin istrinya," kata Raka setengah berbisik.
Tadi Susi sempat mengira jika Raka hendak menawarkannya sebuah pekerjaan dan menemani Anggi di kediamannya. Susi tidak menyangka jika Raka adalah pria licik, sama seperti dirinya.
"Caranya gimana, Mas?"
Susi mulai tertarik dengan penawaran yang Jaka berikan. Siapa tahu dengan bekerjasama, maka Jaka beserta istri dapat segera berpisah. Selama ini Susi hanya bekerja seorang diri. Otomatis dia membutuhkan waktu yang lebih lama agar Jaka menjadi miliknya.
Jaka mendekatkan bibirnya pada telinga Susi dan mulai membisikkan sesuatu di sana. Susi yang menerima langsung angguk-angguk tanda mengerti. Raka menjelaskan rencananya dengan detail dan bahasa yang mudah dipahami.
"Gimana, Sus?" tanyanya seberes membuat jarak kembali.
"Oke, Mas! Aku setuju, tapi Mkamu janji gak bakal bocorin hal ini ke siapapun ya, Mas!"
"Iya. Kan, kita berdua pelakunya. Jadi, ngapain aku bongkar rahasia kita. Itu sama aja bahayain diri aku sendiri."
Susi khawatir saja apabila dirinya ketahuan bekerjasama untuk memisahkan Anggi dan suaminya. Bisa malu dan semakin dijauhi oleh Jaka, kalau sampai Susi ketahuan berbuat culas.
Lagi-lagi Raka tersenyum. Lalu, ia meraba saku celananya dan mengeluarkan amplop dari sana.
"Ini uang buat bayar orang suruhan kamu," titah lelaki berwajah rupawan itu.
"Sip, Mas! Aku pasti bakal gunain uang ini dengan baik," balas Susi sambil menerima pemberian orang di depannya.
Setelah dirasa cukup dan tak ada keperluan lagi, Raka pun segera angkat kaki dari sana. Dia yakin jika rencana ini akan berhasil dan Anggi jatuh ke dalam pelukannya.
***
Seharian ini Jaka tidak fokus bekerja akibat Anggi yang tak kunjung kembali ke rumahnya. Dia juga sempat mencari keberadaan perempuan itu lagi, meskipun usahanya tidak membuahkan hasil. Jaka merasa separuh jiwanya hilang. Hatinya gundah gulana dan pikiran sangat kacau.
Malam ini dia memutuskan untuk tidur lebih awal, karena lelah fisik dan psikis yang terlampau mendera. Dia membiarkan Dita bermain di beranda rumah dengan boneka panda serta barbie kesayangannya.
Sedang syur melakoni perannya, tiba-tiba saja Susi datang menghampiri. Ia membawa sebuah plastik putih yang berisi styrofoam.
"Halo, anak manis! Lagi apa?" Susi menangkup kedua pipi Dita.
Bocah itu tersenyum riang melihat siapa yang datang. Apalagi ketika Susi menyerahkan makanan pada Dita.
Susi pun membiarkan Dita melahap pemberiannya hingga tandas tak bersisa. Sate padang serta juice jeruk itu membuat mood Dita kian meningkat. Setelah semuanya beres, barulah Susi memulai obrolannya.
"Paman kamu ke mana?" Mata Susi berkeliaran mencari keberadaaan Jaka.
"Udah tidur duluan, Bi."
"Anggi udah pulang?"
"Belum. Gak tahu deh ke mana. Paman sampai pusing dibuat Bibi Anggi," jawab Dita mencebikkan bibirnya.
"Bibi kamu itu emang tukang buat susah. Biarin aja dia pergi. Oh, ya! Ada yang mau Bibi bilang nih sama kamu. Ini tentang rencana kita."
"Apa, Bi?"
"Kamu tetap pengen Bibi Susi jadi istri Paman kamu, kan?"
"Iya, Bi. Soalnya Bibi Susi baik banget."
"Sebentar lagi Bibi bakal jadi istri Jaka, tapi kamu harus turutin kata-kata Bibi dulu kalau mau berhasil."
Dita si anak polos terus saja mendengarkan omongan orang di depannya. Dia memasukkan semua perkataan Susi tanpa tahu mana yang benar dan mana yang salah.
"Kalau suatu saat Bibi Anggi datang dan tanya ke kamu soal hubungan Bibi Susi dan Jaka, kamu harus jawab kalau antara Bibi Susi dan Jaka sudah berpacaran, ya!"
"Kenapa, Bi?"
"Udah jangan banyak tanya! Kamu nurut aja. Bisa, kan?"
"Tapi habis itu Bibi Susi bakal jadi Bibi aku, kan?"
"Pasti dong, Cantik!
Susi menjawil dagu Dita penuh semangat. Dia bersyukur atas kehadiran Dita, karena anak lugu itu bisa dimanfaatkan untuk mendekatkan dirinya dengan Jaka.
"Ya sudah, Bi. Aku ngerti kok."
Dita menampilkan ibu jarinya di udara. Pertanda bahwa ia akan mematuhi semua perkataan Susi. Dito tidak tahu saja jika perempuan itu sangatlah licik. Dia mendekati Dita dan baik terhadapnya hanya karena ada maunya. Setelah keinginannya terwujud, maka belum tentu Susi akan bersikap manis ke pada keponakan Jaka tersebut.
***
Raka memanjakan Anggi dengan segala kemewahan yang berada di rumah itu. Dia membelikan banyak pakaian untuk Anggi dan menyuguhinya dengan berbagai makanan lezat. Seketika itu pula Anggi merasa bahwa ia sedang hidup bersama kedua orang tuanya. Di mana tidak ada kesengsaraan yang ia tanggung.
Malam ini Raka meminta agar Anggi memakai sebuah gaun bewarna marun dan merias dirinya. Raka berkata bahwa mereka akan mengunjungi acara temu ramah rekan-rekan kerjanya.
Sesampainya di lokasi, Anggi langsung disuruh duduk bersama kumpulan beberapa wanita lainnya, sementara pria itu menemui temannya di penjuru lain. Tak ada yang Anggi kenal di sana. Jadi, dia memilih untuk diam.
"Gimana menurutmu?" tanya Jaka pada salah seorang temannya.
Dia dan lelaki sebayanya yang bernama Dion itu memerhatikan Anggi dari kejauhan. Mereka tersenyum seraya mengusap-usap dagu. Sebelum bertanya seperti itu, Raka sudah memberitahu gadis mana yang ia maksud.
"Menawan! Kamu bisa dapat harga fantastis, Bro,"balas Dion sumringah.
"Mana perempuanmu?"
"Dress selutut warna tosca di sana." Kemudian Dion melayangkan jari telunjuknya ke arah sosok yang dimaksud.
"Ibu-ibu, ya?"
"Janda anak dua."
Lalu beberapa teman mereka yang lain menyusul dan ikut nimbrung dalam pembicaraan. Mereka membahas tentang para wanita yang saat ini berada di gedung yang sama dengan mereka.
"Bisa kaya kita kalau begini," tukas Raka.
"Iya. Perempuan-perempuan bodoh itu gak tahu kalau sebenarnya kita hanya memanfaatkan mereka," jawab Dion tersenyum licik.
Sesungguhnya itu bukanlah perkumpulan dalam rangka temu ramah sesama rekan kerja. Melainkan, sebuah komunitas yang tugasnya memperdagangkan manusia. Semuanya memasang strategi yang sama, yakni berpura-pura menjadi orang baik. Para wanita yang diajak mereka ke gedung hanyalah manusia-manusia yang menjadi korban, sementara pria-pria di sana adalah pelakunya. Sayangnya, tidak ada yang menyadari hal tersebut, termasuk diri Anggi sendiri.
***
Bersambung