Seorang perempuan berusia 28 tahun menanti dengan berdebar satu persatu helai perban pada matanya di buka. Setelah kehilangan penglihatannya enam tahun yang lalu dia akhirnya memiliki harapan untuk bisa melihat lagi. Kira-kira sudah sebesar apa pohon mangga yang ditanamnya di halaman samping rumah orang tuanya?
terakhir kali yang diingatnya masih setinggi dirinya. Juga sudah berapa helai uban mama dan papanya? Akankah bertambah banyak? Atau masih bertahan seperti sebelumnya?
Namun dari semua itu dia paling penasaran dengan paras seseorang . Adalah Galas, pria yang menikahinya tiga tahunan yang lalu. Bella sangat penasaran seperti apa iris mata Galas, akankah berwarna coklat seperti orang kebanyakan? Violet atau biru?
Bella juga penasaran seperti apa rupa rahang kokoh yang selama ini sering Bella sentuh.
Ouh jangan lupakan juga barisan alis mata Galas yang lebat! Selama ini Bella hanya bisa membayangkan. Dia sudah penasaran dengan sosok Galas secara langsung. Bella perlahan-lahan mulai membuka matanya seperti arahan dokter. Hal yang pertama kali dilihatnya adalah cahaya putih yang menyilaukan membuat matanya tidak siap. Namun dia masih berusaha tenang, membuka perlahan-lahan tanpa paksaan sampai pada akhirnya kelopak matanya terbuka sepenuhnya.
Bella kemudian memindai satu persatu objek dihadapannya. Mama, perempuan itu masih sama. Masih dengan senyuman hangatnya yang selalu ampuh membuat Bella tenang. Papa, laki-laki yang terlihat sudah mulai menua meski sisa-sisa kebugaran masih ada dalam dirinya. orang berpakaian medis, seperti mereka yang menangani Bella. Bella benar-benar merasa terharu. Dia tidak dapat menggambarkan rasa syukur yang dialaminya saat ini.
Hingga pandangannya berhenti pada satu sosok. Senyum Bella lenyap. Berubah kicep dengan beku. "Kenapa dia ada disini?" tanya Bella sinis.
Bella masih ingat. Enam tahun yang lalu laki-laki itu yang berkendara ugal-ugalan hingga menyebabkan Bella kecelakaan. Ia masih ingat dengan jelas, laki-laki yang sudah menghancurkan karir Bella sebagai seorang fotographer tersebut. Bella nyaris frustasi ketika cita-citanya itu terenggut.
Ia pernah berada dalam tahap yang putus asa sampai ingin mengakhiri hidupnya. Lalu bagaimana mungkin Bella bisa melupakan laki-laki yang terakhir kali dilihatnya tersebut sebelum kegelapan memenuhi dunianya.
"Pergi!" Bella berteriak marah. Ia tampak tergagap. "Gue bilang pergi!!!" teriak Bella lagi lebih keras dari sebelumnya.
"Bell, tenang dulu Nak!" Mama berusaha merangkulnya. Bella menggelengkan kepalanya.
"Bella nggak mau lihat dia, Ma! Bella benci!" Bella tampak tidak terkendali. Tentu saja, bagaimana dia bisa tenang jika dia melihat orang yang paling dia benci dihidupnya. Laki-laki itu mundur secara teratur, keluar dari ruangan tersebut pergi dari hadapan Bella.
"Dia menghancurkan Bella, Ma! Dia yang membuat Anna kesulitan selama enam tahun belakangan, dia …" ucapan Bella menggantung. Mata perempuan itu kembali terpejam. Mungkin kondisi Bella yang masih tidak stabil pasca operasi. Kehadiran laki-laki itu pasti menjadi pemicunya.
"Bell, Bella!" tentu saja keluarga menjadi panik lagi dengan kondisinya yang tiba-tiba pingsan itu. Dokter yang masih berada disana bergerak cepat menanganinya.
Tidak berapa lama, Bella kembali siuman dengan kondisi yang sudah tenang. Mamanya berada di samping Bella, memberikan belaian lembuat pada kepalanya. Berharap Bella tidak lagi terbakar emosi.
"Belajar sabar ya, Nak! Maafkan semuanya. Dia sudah bertanggung jawab atas kesalahannya." Mamanya berbisik di telinga puterinya. Belaian sayang masih ditujukannya pada Bella.
"Dengan masuk penjara cuma beberapa tahun maksud mama pertanggung jawabannya?" Bella berbisik nanar dengan air matanya yang perlahan mengalir keluar. "Itu nggak sebanding dengan penderitaan yang aku rasakan. Mama tahu sendirikan gimana aku pasca kecelakaan itu?"
Mama hanya memeluk anaknya. Air matanya juga mengalir. Mungkin memikirkan lagi masa-masa sulit saat Bella kehilangan harapannya untuk hidup. Merasa menjadi manusia yang tidak berguna yang ahli menyusahkan mama papanya.
"Kalau Galas nggak ada aku nggak mungkin bertahan sampai detik ini." Bella bersuara lagi. sementara mamanya hanya diam. Memeluk anaknya tersebut dengan air mata yang masih mengalir. "Ngomong-ngomong Galas kok nggak disini ya, Ma?"
Mama mengusap air matanya. Perempuan itu kembali menegapkan badannya. Dia tampak kikuk sedikit ketika nama Galas disebut. "Ma, Galas mana? Dia udah janji lho mau disampingku sampai aku bisa melihat lagi."
"Galas…" Mama terhenti. Perempuan itu berdehem sebentar. Sementara Bella masih menunggu jawaban mamanya dengan keingintahuan yang tinggi. "dia… di luar kota."
Ada jeda cukup panjang ketika ucapan tersebut keluar dari mulut mamanya. Kening Bella mengkerut. "Keluar kota? Kapan? Bukannya beberapa jam yang lalu Galas masih disini."
Mama tampak tidak siap lagi. Namun saat itu tidak ada kecurigaan berlebih dalam diri Bella. "Mendadak sayang. Dia tidak sempat ngabarin kamu mungkin, makanya ngabarin mama." Bella menganggukkan kepalanya.
"Kalau gitu aku akan kabarin dia kalau aku bisa melihat. Nyuruh Galas buru-buru pulang. Hp Bella mana ya ma?" Bella bertanya sambil celingak-celinguk sekitar tempat tidurnya.
"Hp? Ekhm…" Mama juga ikut-ikutan mencari sama halnya seperti Bella. "Nggak ada tuh. Nanti deh mama cariin. Kamu mending istirahat lagi. tadi habis pingsan lho."
"Tapi Bella ingin hubungan Galas dulu, Ma!" Bella memelas pada mamanya.
"Tidur dulu! Siapa tahu kebawa sama Galas saking buru-burunya." Mama mencari alasan. Bella tampak mempertimbangkan kemudian menganggukkan kepalanya.
"Bisa jadi sih, Ma! Galas kan sering mainin hp Bella. Tapi nanti hubungin pakai hp papa boleh ya, Ma?" Bella bersuara lagi. Mamanya mengangguk. Setelah itu dia mulai terlelap sementara mama menatapnya entah dengan pandangan apa.
***
"Ma, mama jadi bawa foto Galas?" Bella bertanya pada mamanya. Pertanyaan itu sudah Bella lontarkan nyaris setiap harinya. Setiap kali mama datang setelah pulang dari rumah entah sekedar mengambil makanan atau menjemput sesuatu.
"Aduh sayang! Maaf mama lupa." Dan selalu itu juga yang menjadi alasan mamanya. Bella menghembuskan nafasnya.
"Mama kok kayak nyembunyiin sesuatu dari Bella? Kok Bella kayak nggak boleh tahu wajah galas." Pada akhirnya perkataan itu keluar dari bibir Bella. Mama buru-buru menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sama sekali nggak sayang." Mamanya meyakinkan. Namun Bella masih diam. Pasalnya sudah beberapa hari dan jawaban mamanya selalu sama. Sedangkan Galas sendiri selalu mencari banyak alasan setiap kali kali Bella memintanya untuk panggilan video.
"Galas jelek ya, ma? Atau ada suatu hal pada wajahnya yang membuat Galas nggak percaya diri untuk nunjukin muka di wajah Bella." Mama menggeleng lagi. "Kalau gitu kenapa, Ma? Bella cuma mau lihat wajah Galas itu aja kok."
Mama menggigit bibirnya. Perempuan itu seperti mencari akal. Sikap mamanya itu membuat Bella yakin ada suatu hal yang disembunyikan oleh mamanya. "Mama lihat deh di ponsel Bella pun nggak ada potret kami berdua. Padahal Bella dan Galas sering kok foto walaupun nggak tahu Galas menyimpannya di mana. Mustahil sekali ketika kami nggak punya potret apapun yang tersimpan di ponsel Bella."
"Ini Galas." Mama bersuara ketika melihat sekumpulan orang tengah berangkulan dengan raut bahagia.
"Yang mana?" Bella terhenti.
"Ini!" mamanya menunjuk lagi. Bella kemudian terhenti menatap wajah laki-laki yang posisi berdirinya memang berdekatan dengan Bella. Perlahan tangan perempuan itu meraba wajah Galas. Laki-laki yang tengah tersenyum lebar. Air mata Bella jatuh, Galas terlihat tampan dan sempurna.