Bella membuka matanya dan mendapati mama yang berada di sebelahnya. Belum sempat Bella mengeluarkan suaranya, mama sudah merangkulnya lebih dulu. Memberikan pelukan sayangnya yang membuat air mata Bella berjatuhan.
"Galas ... Galas..."
"Hushh!!" Mama menenangkan sambil membelai punggungnya. Mengusap perlahan. Tidak ada kata selain usapan untuk menenangkan puterinya.
Sementara orang yang ditangisi gadis itu sedang berada di luar menatap ke dalam kamar inap Bella dengan perasaan campur aduk. Di dekatnya sang ibu menenangkan puteranya tersebut. Memeluk Galas juga mencoba membaca pikiran pria itu.
"Ibu tahu yang kamu lakukan ini sudah kamu pertimbangkan dengan matang. Ibu tidak menyuruh kamu pun juga tidak melarang. Sama halnya dengan yang kamu lakukan ketika kamu berniat menikahi Bella. Ibu hanya ingin bertanya, betul kamu tidak ingin berusaha lebih lagi?"
Galas menarik nafasnya. "Bella hanya sedang sedih sementara. Dia terlanjur menyempurnakan Galas dalam imajinasinya selama ini. Belum tentu Bella mau menerima Galas dalam dunia terangnya."
Laki-laki itu berkata lirih menunduk. "Nasib kamu, nak." Peluk ibunya yang prihatin dengan asmara puteranya itu.
Ibu melihat lagi ke dalam ruangan itu. Bella masih ditenangkan oleh mamanya. Perempuan itu beberapa kali terisak. Masih belum terima digugat cerai suaminya secara tiba-tiba.
"Kamu tahu, saat kamu membawa Bella ke rumah pertama kali, saat kamu mengatakan pada Ibu akan menikahi Bella, ibu pikir akan selamanya seperti itu. Membuat Bella menjadi menantu ibu."
Galas menarik nafasnya. "Galas juga berfikir seperti itu, Bu." Laki-laki itu menatap wanita yang berbagi kenangan dengannya selama tiga tahun dengan tatapan prihatin