Bella mematikan alarm pada samping tempat tidurnya. Pasti mama yang menyetelnya karena Bella tidak pernah suka dengan bunyi alarm. Lebih tepatnya tidak suka bunyi apapun menginsterupsi mimpi indahnya.
Sayangnya ia tidak bisa lagi membuka matanya membuat Bella manyun menuju lantai bawah dengan wajah yang sedikit ditekuk. Padahal Bella sudah tidak muda lagi. Ia bahkan pernah menikah tapi kelakuannya masih saja manja.
Ia terhenti ketika melihat siapa laki-laki yang sedang berada di dapur. Menyantap sarapan roti panggang buatan mama Bella sepertinya. Hari perempuan itu langsung kecut melihat wajah yang menurut Bella begitu berengsek ada disana.
"Aku disuruh mama menginap semalam."
"Gue bisa menduganya." Bella menjawab ketus tanpa senyum. Tapi setidaknya lebih baik daripada mengabaikan seperti biasanya. "Mama sama papa mana?" tanyanya mengedarkan pandangannya pada seisi rumah.
Neo mengangkat bahunya. "Tahu tuh. Tapi kalau papa udah pergi kerja."
Bella menganggukkan kepalanya lagi. "Oh!" jawabnya pendek.
"Mau aku buatkan sarapan?" tawar Neo.
Bella menggelengkan kepalanya. "Enggak perlu. Gue enggak selumpuh itu untuk enggak bisa apa-apa." Bella bersuara membuat Neo menyerngitkan keningnya seperti biasa. Ia masih belum terbiasa menerima kalimat pedas dari perempuannya tersebut. Lebih tepatnya mantan isterinya karena dia dan Bella sudah resmi bercerai.
"Papa ngomong apa aja semalam?" tanya perempuan itu tidak ramah. Menatap Neo dengan pandangan masam. "Maksud Gue, dia interogasi Loe apa enggak?"
Neo mengangkat wajahnya sebentar kemudian tersenyum. "Cie … perhatian!"
Bella memutar bola matanya. Merasa menyesal sudah melemparkan pertanyaan seperti itu pada Neo. Laki-laki itu berdehem. "Aku minta maaf. Hanya bercanda." Neo buru-buru meralat meskipun masih menahan senyumnya. Dia tidak dapat menyembunyikannya dengan benar.
"Papa semalam enggak bicara banyak. Selain memperingati untuk tidak melewatkan batasan dengan puteri tunggalnya." Neo kali ini berbicara dengan nada yang lebih serius.
Bella menarik bibirnya sedikit. "Tapi sekarang papa malah meninggalkan kita berdua."
Neo tersenyum menyeringai. "Sepertinya mama yang lebih dominan dalam memiliki ide seperti itu. Karena aku yakin papa tidak akan meninggalkan kita berdua."
Bella menganggukkan kepalanya beberapa kali setuju meskipun mantan isterinya tidak menatap Neo dengan tatapan ramah sama sekali. Ah, Bella akan selalu berekspresi minim selama masih menganggap dirinya sebagai Neo. Bukan Galas laki-laki yang begitu mencintai Bella dengan sangat dalam.
"Gue enggak tahu apa positifnya dalam diri Loe sampai mama segitu sayangnya sama Loe. Bahkan mengharapkan Loe menjadi bagian dari keluarga ini sepertinya." Bella mendengus. Ia mengambil posisi duduk yang lumayan jauh dari Neo dengan salad buah yang sudah berada ditangan wanita itu.
"Mungkin karena mama pikir aku … bertanggung jawab?"
"Bertanggung jawab?" Bella tertawa meremehkan. "Dengan masuk kurungan yang hanya seberapa tahun itu? Mama terlalu baik hati ya?"
Neo memejamkan matanya. Ia memang sangat tidak sebanding. "Tapi aku bisa menawarkan warna dunia baru sama kamu? Mau mencobanya?" tawar Neo.
Bella melirik laki-laki itu menaikkan alisnya beberapa saat kemudian tertawa mencemooh. "Bahkan dalam mimpi sekalipun gue enggak menginginkannya."
Neo menggigit bibirnya. Seandainya saja Bella tahu apa yang sudah terjadi. "Kenapa? Karena aku pria yang pernah memberikan masa gelap itu sama kamu?"
"Cukup satu alasan itu sudah cukup bukan? Loe pikir aja sendiri? Siapa di dunia ini perempuan yang mau dengan pria berengsek dihidupnya."
"Kalau bukan pria berengsek, kamu mau?"
Bella berdehem. Ia tidak menjawab lagi pertanyaan pria itu. Neo menyerngitkan hidungnya. "Coba saja kalau kamu mau sedikit ya?"
Bella memutar bola matanya lagi. "Loe enggak niat untuk pergi?" ucap perempuan itu setengah mengusir.
"niat …" desahnya dengan lemah. Terasa berat bagi laki-laki itu tapi Bella tidak ingin peduli.
"Kamu ada niatan kemana hari ini?" Neo mendongak mengangkat wajahnya.
"Untuk apa juga Loe tahu?" sungut Bella.
Neo memainkan bibirnya. "Pen tahu aja."
Bella mendengus melangkahkan kakinya untuk mencuci piring. Neo mengangkat pantatnya malas-malasan membuat Bella geleng-geleng kepala jengah dengan tingkah pria itu. "Eh, tunggu!" Bella memanggil Neo dengan sangat tidak sopannya juga tidak dengan nada lemah.
Neo membalikkan badannya dengan sedikit harapan. "Kenapa? Kamu masih ingin aku bertahan?"
Bella memutar bola matanya untuk yang kesekian kalinya. "Gue minta kamera gue yang ada di motor Loe kemarin. Lupa dibawa semalam."
Neo tertawa cengengesan. "Aku pikir aku bisa bawa ke apartemenku. Kamu bisa jemput kesana."
"Ogah! Mana buruan!" ucap Bella tidak sabaran.
Neo menarik nafasnya. "Sabar manis. Kamu kalau enggak marah-marah itu cantik tahu enggak?"
Bella mendengus. "Idih, panggil manis." Bella bergidik jijik mengambil tas kemeranya lantas membawanya masuk ke dalam rumah.
Neo menarik nafasnya. "Padahal kamu sayang sama aku kalau aku Galas, Bel," bisik laki-laki itu miris sebelum meninggalkan kediamannya itu.
***
Toro mengerutkan keningnya ketika temannya itu menghampirinya dengan wajah bertekuk. Tidak pernah cerah semenjak laki-laki itu bercerai. Tidak, Lebih tepatnya pria itu tidak pernah cerah lagi semenjak isterinya mencampakkannya.
"Kenapa lagi Pak?" tanya Toro.
Galas menarik nafasnya. "Bukan apa-apa," ujarnya singkat. "Masalah yang biasa." Laki-laki itu menyambung lagi menjelaskan.
Toro menepuk. "Masalah yang biasa? Bukannya udah selesai dengan bercerai? Kenapa lagi dengan Bella? Dan semalam Loe kemana? Gue ke rumah Loe tapi enggak ada sahutan apa-apa tuh. Ke tempat ibu?"
"Ada urusan apa emangnya?"
"Biasa. Mau ngambil gambar."
Neo mengusap wajahnya. "Semalam menginap di rumah Bella."
Berhasil membuat Toro menaikkan alisnya memintar penjelasan lebih. "Iya, semalam ketemu Bella dan nganter dia pulang. Karena kemalaman mama nyuruh nginap."
"Bagus dong? Apa yang salah lagi dengan tuh wajah?" Toro bertanya tidak mengerti akan sikap temannya itu.
Neo menatap kawannya tersebut kemudian menggelengkan kepalanya. "Loe enggak tahu gimana beratnya merengkuh hal yang dekat tapi tidak bisa loe gapai lagi."
Toro menyemburkan tawanya. Rasa keprihatinannya menghilang begitu saja. "Loe juga sih, udah tahu cinta malah diceraiin. Resah sendirikan jadinya."
Neo tidak menjawab hanya mengusap wajahnya. "Nanti malam ikut gue yuk!"
Neo menggelengkan kepalanya membuat Toro berdecak. "Gini keadaannya gimana Loe bisa lepas dari Bella? Gue enggak minta Loe move on, kok. Cuma minta mengulang lagi memori lama. Lagipula Loe udah lama enggak."
"Gue malas nyetir dalam keadaan mabuk."
Tentu saja karena dalam sadarpun dia pernah membuat Bella buta. Itu pasti meninggalkan pelajaran yang berharga untuknya.
"Yeah, si bucin! Bisa kali pulangnya kita pesan taksi atau apa. Single ini. Dari pada Loe mikirin Bella terus-terusan padahal dia benci setengah mati sama Loe."
Neo menarik nafasnya kemudian menganggukkan kepalanya setengah hati. Merasa sangat keberatan tapi tidak ada salahnya dia mencoba tawaran seperti itu. Mungkin saran Toro ada benarnya.
***