"Senang Loe lihat gue sedihkan?" sinis Bella.
Neo memejamkan matanya. "Bel, aku seburuk itu?"
Bella tidak menjawab melirik Neo. Ia kemudian menundukkan pandangannya lagi dengan gelas yang berada di tangannya. "Entah Loe tahu atau enggak, gue sudah menikah. Lebih tepatnya pernah menikah."
Neo diam. Meneguk salivanya bersiap dengan hal pedih yang mungkin saja akan terselip dari ucapan Bella. "Dia pria yang datang dengan tongkatnya disaat gelap. Membantu gue bisa berjalan dengan benar lagi setelah kehancuran itu. Dia, sempurna!" Air mata Bella meleleh ketika dia tercekat mengatakan kalimat terakhir. "Tapi dia pergi tiba-tiba tanpa aba-aba. Gue digugat cerai dan … karena hal itu gue pergi dari unit sebelah."
Neo diam. Bella mendongak menatap langit-langit kamarnya. "Toro bilang dia cinta mati sama gue." Bella diam. Tersenyum miris. "Agak miris ya? Terasa omong kosong dalam pendengaran gue." Bella meletakkan gelasnya membuat Neo menggigit bibirnya. Bella mendongak menatap mata Neo. "Cowok apa yang kayak gitu? Toro bilang dia tolol dan gue membenarkannya. Gimana menurut Loe?"
Neo tidak menjawab. Pria itu hanya berdehem kecil. Beruntung delivery yang mereka pesan sampai. Neo mengambil sebentar keluar kemudian kembali lagi tidak lama. Bella sudah mengambil piring dan meletakkannya dua.
"Kapan kamu ngomong sama Toro?"
"Tadi siang!" Bella menjawab asal.
"Tadi siang?" Neo mengulang mengerutkan keningnya.
Bella menganggukkan kepalanya. "Iya tadi siang Toro kesini. Gue enggak tahu dia kenal loe juga. Dia sahabat dekatnya Galas."
Neo mengusap kepalanya. "Dia ngomong apa aja?"
"Ngapain juga Loe perlu tahu."
Neo mengumpat dalam hati. Berharap Toro tidak membocorkan apapun pada Bella. "Kenapa? Orang Toro kesini cuma buat borong beberapa makanan kok."
"Pantas makanan jadi menipis. Kirain habis di kamu."
Bella menggelengkan kepalanya. "Memangnya perut gue sebesar apa?"
"Tapi doyan makan!" nyengir Neo.
Bella memutar bola matanya. "Tahu dari mana? Mama lagi infonya."
Neo diam. Tersenyum misterius saja. Mencintai perempuan itu selama tiga tahun tentu saja membuat Neo tahu banyak hal pada mantan isterinya tersebut.
"Gue pulang ya? Loe udah enggak apa-apa kayaknya."
"Enggak mau bermalam disini aja? Papa dan mama mumpung enggak di rumah ini."
Bella melototkan matanya kemudian mencemooh Neo. "Idiih! Najis!" setelahnya Bella mengambil tas dan kotak bekal yang tadi dibawanya.
"Besok kamu akan kembalikan?"
"Males!"Bella memasang sandalnya lantas meninggalkan kediaman Neo setelahnya. Pria itu tertawa kecil setelahnya tersenyum kecut diakhir. Bella kadang menggemaskan marah-marah seperti itu. Tapi dia juga nyeri ditolak mentah-mentah oleh Bella.
***
Neo tersenyum kecut mendapati apartemen itu yang kosong baru beberapa jam yang lalu tempat itu diisi oleh Bella. Sekarang perempuan itu sidaj pergi. Neo tidak bisa menahan banyak. Kekosongan yang membuat Neo sesak tapi dia tidak punya banyak pilihan.
Tiga tahun yang lalu, dua hari setelah Neo menghirup udara bebasnya pria itu memantau korbannya. Dia masih merasa bersalah atas kejadian hari itu. Masih merasa bahwa segalanya perlu dia lakukan.
Dia memberanikan diri mengetuk pintu. Hingga seorang perempuan paruh baya menatapnya dengan pandangan tidak suka. Saat itu Neo berfikir mungkin seperti itu juga wajah anaknya menatap Neo.
"Mau apa lagi kamu kesini?" wanita itu bertanya tidak ramah.
"Saya ingin minta maaf!"
Wanita itu melipatkan tangannya di dada. "Kamu sudah mendapatkan maaf itu di hari di mana kamu mengaku. Tapi tidak cukup mampu untuk membuat saya mampu berlama-lama menatap kamu."
Neo menggigit bibirnya. Pria itu bersuara ketika mendengar suara pecahan dari dalam kamar. "Bella!" Mama Bella berlari cepat. Gadis itu sedang mengambil beling untuk diletakkan pada nadinya.
"Lepasin Bella ma!"
Mama menggelengkan kepalanya memeluk anaknya erat-erat. "Tidak Bella, kamu tidak boleh seperti ini. Kamu harus bertahan."
"Buat apa, ma? Buat apa jika semua yang aku lalui gelap. Buat apa jika semua mimpi aku hancur gitu aja!" Bella menjerit histeris membuat mamanya makin mengeratkan pelukannya.
"Jangan bicara seperti itu, Bel. Mama dan papa masih butuh kamu nak!"
Bella menangis terisak. "Bella hanya menyusahkan mama! Bella tidak mampu melakukan apapun!"
"Tidak. Kamu anugerah terindah yang mama dan papa dapatkan. Kamu tidak boleh bicara seperti itu nak. Kamu harus tahu berapa lama mama dan papa menanti kehadiran kamu."
Neo memejamkan matanya. Menggigit bibirnya rapat-rapat untuk menyesali dirinya sendiri. Seandainya hari itu Neo tidak pernah ugal-ugalan. Seandainya hari itu dia tidak menuruni hormon masa mudanya.
Penyesalan itu mengantarkan Neo untuk datang lagi keesokan harinya. Dan percobaan untuk mengakhiri hidupnya itu bukan kali pertama Neo saksikan semenjak saat itu. Beberapa kali sampai Neo menyelamatkannya.
"Kamu tidak boleh seperti ini!"
Neo frustasi sendiri dengan perempuan yang keras kepala itu. "Kamu pikir mati bisa menyelesaikan semuanya?!"
"Siapa kamu dan tahu apa kamu dengan hidupku!" bentak Bella melawan arah dari Neo. Tentu saja karena perempuan itu tidak melihat.
"Kau ingin kalah dari hidup sialan seperti itu? Kau ingin mudah menyerah? Kau pikir kehidupan akan berhenti jika kau mati? Kau mungkin memiliki mimpi yang lain yang masih bisa kamu gapai!"
Bella mendengus. Melepaskan tangan laki-laki itu untuk pergi dari sana. Neo menundukkan kepalanya memperhatikan Bella dengan melamun tanpa gairah hidup.
"Puas kamu membuat anak saya seperti itu?" Mama bertanya disebelah Neo.
Pria itu tertunduk. "Apa tante mengizinkan saya untuk bertanggung jawab seperti yang lainnya?"
Mama menatap Neo. "Bertanggung jawab seperti apa?"
"Membuat Bella kembali hidup."
Mama mendengus meremehkan. "Tante, saya merasa berada di neraka setiap harinya. Izinkan saya membuat Bella kembali bahagia."
"Kenapa saya harus menuruti perkataan kamu."
"Saya hanya punya ibu di rumah. Saat saya sedih, ibu yang paling terluka. Izinkan saya bertanggung jawab. Tante bilang hukuman saya kurang. Maka saya akan menambah bahkan jika harus dengan hidup saya."
Mama ingin membantah lagi tapi papa menghentikannya. "Baik. Jika memang hal yang seperti itu yang kamu janjikan. Saya beri kamu kesempatab terakhir untuk menjadi manusia. Jika kamu lengah, saya akan membuat hidup kamu lebih neraka dari ini."
Neo menganggukkan kepalanya. Semenjak hari itu bertekad membuat Bella bahagia entah bagaimana caranya. Awalnya memang begitu sulit sangat sulit dengan keras kepalanya Bella.
"Kau tidak bisa mati disini?"
"Kenapa kau mengatur?"
"Karena semuanya sudah kupasangi dengan pelindung. Di bawah sana kau tidak akan bertemu batu."
"Kau bercanda." Bella mendengus.
"Aku Galas, bukan bercanda."
Bella menggeram. "Tidak bisakah kamu mencoba untuk sedikit berteman denganku?"
"Kenapa harus?" Bella bertanya ketus.
"Aku butuh teman perempuan."
Bella berdecak bersiap melayangkan tongkat pada Galas yang ditangkis oleh perempuan itu. "Jangan seperti itu. Nanti wajah tampanku bisa rusak."