Chereads / Husband In the Dark / Chapter 21 - Berkenalan dengan Amora

Chapter 21 - Berkenalan dengan Amora

"Shoot terakhir ya!!" Bella mengarahkan dengan lumayan profesional sebelum akhirnya dia menganggukkan kepalanya tanda selesai. Ia kemudian mengucapkan terima kasih pada kru yang bertugas. Sempat kaku di awal tapi Bella bisa menyelesaikannya.

"Gue udah duga loe bisa!" Amore tersenyum senang pada temannya itu.

"Entah loe akan puas dengan hasilnya atau enggak," ucap Bella.

"Puas kok gue!" Amora optimis membuat Bella berdecak pada kawannya tersebut.

Setelahnya mereka tertawa kecil. "Mau sekalian barengan aja?" ajak Amora pada Bella yang dianggukinya tanpa pikir dua kali dari kawannya tersebut. Langkah mereka terhenti begitu di luar studio Neo sudah menunggunya.

Pria itu langsung menghampirinya, merebut tas kamera yang lumayan berat yang Bella gunakan untuk bekerja seharian tadi. "Bel, siapa?" Amora menyenggol lengannya menyapa.

"Bukan siapa-siapa." Bella menjawab ketus tidak suka pada Neo.

"Neo." Neo mengulurkan tangannya pada Amora membuat perempuan itu menganggukkan kepalanya. "Amorakan. Bella udah pernah cerita."

"Kapan gue cerita sama Loe?" dengus Bella.

"Waktu itu. Kamu cerita sama mama. Aku kan punya telinga." Berhasil membuat Bella memutar bola matanya.

"Jangan galak-galak kenapa sih bel?" Amora berdecak pada temannya tersebut. Ia mengalihkan pandangannya lagi pada Neo. "Jadi … pacarnya Bella?" tanya Amora.

"Idih! Jangan ngadi-ngadi, Ra!" sewot Bella.

Neo menyerngitkan hidungnya. "Untungnya udah mulai biasa dimarahin sama dia."

"Ngapain Loe kesini?!"

Neo tersenyum. "Jemput kamulah! Mama yang menyuruh untuk menjemput puteri semata wayangnya." Dia cengengesan membuat Bella mendengus pada pria itu.

"Kalau gue enggak mau?"

"Teman kamu kayaknya mau. Ayolah! Udah disini juga. Mama kamu udah nyiapin kue lho untuk Amora. Disuruhnya mampir."

Bella memutar bola matanya. "Selamat loe kali ini. Besok-besok belum tentu gue mau sama Loe."

"Siapa tahu besok-besok kamu berubah pikiran." Neo nyengir buru-buru masuk ke dalam mobilnya meletakkan kamera Bella begitu rapi. Ia kemudian duduk dibelakang kemudi.

"lho Bel?" Amora tidak percaya ketika Bella duduk di belakang. Bukan disamping Neo.

"Lho juga bisa duduk disini kalau enggak mau duduk disebelah dia."

"Tapi Neo kan bukan supir, Bel. Bahkan supirpun kadangkala ditemani di depan." Bella menaikkan bahunya acuh membuat Amora mengalah berada disamping Neo.

Perjalanan selanjutnya diam beberapa meter sebelum Amora tertarik melihat dua orang itu. "Ngomong-ngomong kalian udah kenal berapa lama."

"Cukup lama enam tahunan yang lalu." Neo menjawab apa adanya.

"Dia pria yang nabrak gue sampai gue bilang gue sempat buta itu!" Bella menjelaskan pada temannya.

Amora mengangkat alisnya dengan putil mata yang melebar seolah perlu diyakinkan lagi. "Dan selama itu juga dia minta maaf sama Loe?" tanya Amora pada temannya. "Neo, Loe bertanggung jawab banget sih."

Bella memutar bola matanya. Sementara Neo tertawa kecil. "Pengen keluar dari perasaan bersalah aja awalnya. Tapi setelahnya, teman kamu bikin rindu!" Neo menjawab dengan sedikit lirikan pada Bella mendengus.

"Najis!" bisik perempuan itu tajam.

"Jangan gitu Bel! Jijik gitu cinta mati lho kamu salah Neo. Bisa gawat!"

"Ra, mama udah keseringan ngomong kayak gitu. Udah deh, Loe jangan ikut-ikutan juga!"

Amora menarik nafasnya. "Aku hanya ingin kamu memaafkan. Kalau aku bisa aku juga membenci Bunda, Bel. Tapi bagaimanapun dia yang melahirkan kami. Setiap orang punya kesalahan. Tidak ada manusia yang sempurna."

Bella berdehem. "Gue enggak sebaik Loe!" Bella memutar pandangannya keluar jendela.

Neo menaikkan bahunya pada Amora. Mengisyaratkan ia mulai terbiasa dengan tingkah perempuan yang cintainya tersebut. tidak mudah memaafkan. Neo hanya perlu melakukan usaha, baik sebagai Galas ataupun sebagai Neo.

"Loe lulusan College School juga?" Amora menotice satu logi yang berada di mobil Neo. Neo menganggukkan kepalanya.

"Alumni sana juga?"

Amora menggelengkan kepalanya. "Sayang sekali gue, enggak! Tapi adek gue yang nomor dua pernah disana. Jurusan arsitek."

"Oh ya? Gue sipil."

"Oh ya?" balik Amora terkejut.

"Jadi adek Loe angkatan berapa? Gue cukup banyak kenal tuh sama anak arsitek. Bahkan ada gosipnya lebih dekat ke mereka dibandingkan dengan teman sendiri."

"Tamatan lima tahunan yang lalu dia."

Neo menganggukkan kepalanya. "Gue tiga tahun sebelumnya!"

"Berarti umur Loe tiga puluhan?"

Neo meledakkan tawanya. "tadi topiknya kemana sekarang malah lanjut ke usia? Kenapa? Enggak kelihatan ya? Banyak sih yang bilang aku terlalu muda untuk pria tiga puluh dua tahun."

Amora menyerngit. "Terlalu percaya diri!" menyerngitkan hidungnya. "Tapi benar sih! Loe lebih muda dari kelihatannya."

"Tapi kalau angkatan segitu, Loe kenal dengan Abimanyu Kastoro dong ya?"

"Ada hubungan apa kamu sama Toro?" Neo balas bertanya. Bella pun menatap tertarik untuk hal yang satu itu.

Amora tertawa kecil. "Dia pacaran sama adek gue. Bakal langkahin gue kayaknya sebentar lagi karena dia udah terlalu tua."

Neo tergelak. "Jadi Acha itu adik kamu."

Amora menganggukkan kepalanya. "Sudah pernah bertemu dengan dia sebelumnya? Dunia sempir banget ya?"

Neo menganggukkan kepalanya. Neo melirik Amora sekilas membuat perempuan itu menaikkan alisnya. "Miko kenapa kamu tolak terus? Kasihan dia bekerja sering enggak fokus gitu."

Amora mencebik. Jika mengenal Toro dan mengenal Miko, Amora mengerutkan keningnya menatap laki-laki itu. "Bukan urusan Gue. Harusnya dia tahu gue enggak pernah tertarik untuk menikah."

Mereka tidak melanjutkan pembicaraan karena sudah sampai di toko mama Bella. Perempuan itu turun terlebih dahulu tapi Amora menarik Neo untuk bertahan di mobil. "Loe kenal Toro dan Miko. Berarti Loe mantan suaminya Bella?"

Membuat Neo membelalakkan matanya dengan Amora yang langsung mengetahuinya kurang dari satu jam. "Benar. Pria yang kata Bella menager konstruksi dan memiliki teman yang namanya Toro. Pekerja bernama Miko."

"Bisakah untuk tidak mengatakannya pada Bella?"

"Loe terlalu tolol untuk bersikap terang-terangan seperti ini. Gue enggak tahu apa yang Loe pikirkan tapi Bella tidak tolol. Loe enggak bisa mengelabui dia dengan tingkah terlalu kentara seperti ini."

Neo mengusap wajahnya. "Gue pengen ngaku tapi gue masih takut kehilangan dia. Gue enggak sanggup lihat Bella membenci Galas. Biarla membenci Neo saja."

Tok! Tok! Ketukan pada kaca membuat mereka menoleh. Neo memelas pada Amora sebelum turun merubah wajahnya. "Kamu cemburu ya aku terlalu lama sama teman kamu."

"Idih!" Bella begidik tidak ingin menatap Neo. "Gue antisipasi aja, Ra, jangan terlalu mudah dirayu sama dia."

Amora menarik temannya tersebut ke dalam. Dia tidak ingin mendengar pertengkaran lagi sementara Neo berharap Amora tidak akan pernah membocorkannya.

"Tante!" cerianya dengan suara yang sudah menggema memenuhi ruangan.

"Ra, Apa kabar kamu? tante udah tunggu dari lama untuk jadi tester makanan. Bella jarang sekali suka dengan makan makanan manis."

"Selera kan relatif, Ma!" Bella menjawab santai tersenyum pada orang yang melahirkannya itu dengan manja.

Mama langsung meletakkan sepiring untuk Amora. Perempuan itu tidak pernah mengatakan tidak untuk memakan donat. "Neo … kamu mau mama buatkan juga?"

Ia menggelengkan kepalanya. "Aku mau sekalian pergi lagi, Ma! Buru-buru ngejar flight ke luar kota."

"Lho kenapa enggak bilang? Kalau gitu kamu kan enggak perlu jemput Bella."

"Enggak apa-apa."