Toro mengusap rambutnya kehabisan kata-kata dengan sikap Bella. Tapi dia lebih tidak mengerti lagi dengan Neo. Dia lebih paham kondisi Bella namun malah kehilangan kesabaran menghadapi perempuan itu. Sialnya, Neo tetap saja menjadi pengecut.
Mereka sampai dengan Bella yang masih bungkam. Neo juga sama bungkamnya. Dia tidak memandang Bella dengan tatapan permusuhan. Itu bedanya dari yang perempuan itu lakukan. Dia hanya memiliki tumpukan tatapan terluka untuk Bella.
Grab! Neo menarik perempuan itu berada dibelakang. Mereka berbicara berdua sepertinya suatu hal yang baik. Laki-laki itu tidak tahan lama diam-diaman dengan orang yang dicintainya itu.
"Aku minta maaf." Neo dengan segala ketulusannya meminta maaf pada perempuan itu.
Tapi Bella, perempuan itu tidak semudah itu luluh. Dia menghempaskan tangan laki-laki itu. "Telat! Gue belum lama ini mulai mencoba memaafkan Lo, tapi kelakuan Loe berapa saat yang lalu membuat gue sadar kalau lo enggak seharusnya diberi kesempatan."
Neo memelum perempuan itu dalam pelukannya dengan perasaan sesal. "Aku benar-benar minta maaf. Melihat kamu bisa tertawa bahagia dengan laki-laki lain sementara menghunus tatapan kebencian padaku itu membuatku panas."
"Gue berhak dengan laki-laki manapun. Lo bukan pasangan gue yang bisa ngatur-ngatur. Lagipula gue sendiri dan Anka juga lagi sendiri. Enggak ada perasaan pria manapun yang harus gue jaga."
Neo memejamkan matanya. Nyeri ketika dia dihantam kenyataan seperti itu. "Aku minta maaf, Bel." Neo mengulang perempuan itu.
Bella mendengus melepaskan Neo setelahnya. "Entah apa gue bisa maafin Lo atau enggak."
Bella masuk ke dalam tempat makan itu. Menyusul Claudia dan Toro yang sudah mendahului mereka. "Gue udah pesanin makanan untuk kalian berdua." Toro berkata ketika Bella dan Neo sama-sama menarik kursi untuk diri mereka sendiri. Mereka berdua juga sama-sama menganggukkan kepala.
"Ehm ... minggu depan ada acara di Bogor, Lo mau gabung enggak Bel?" Toro menawarkan sesuatu pada perempuan itu.
"Acara apa?" Bella bertanya.
"Homestay aja. Lihat-lihat yang hijau-hijau sesekali."
Bella kemudian melirik Neo. "Dia ikut juga?"
Toro diam. Hal tersebut sudah cukup menjadi jawaban untuk Bella. "Pikir-pikir dulu deh."
"Kenapa? Enggak dapat ijin dari si Om? Mungkin si kampret bisa bantuin."
Bella menggelengkan kepalanya. "Gue emang mau ke Bogor sih minggu depan, tapi bukan untuk gabung sama kalian."
Toro menaikkan alisnya masih menunggu jawaban Bella. Neo juga mengharapkan yang sama. Bella menarik nafasnya. "Jadi jumat itu hari ulang tahunnya ibu Galas. Entah lo tahu apa enggak."
"Ibu Galas?" Toro mengulang. Reflek laki-laki itu melirik Neo sekilas.
Bella menganggukkan kepalanya. "Iya, ibunya Galas. Gue emang udah berakhir sih dengan Galas. Tapi hubungan dengan Ibu masih baik. Sesekali ibu masih nanyain kabar. Karena jumat enggak bisa gue perginya sabtu aja. Ibu udah setuju juga."
Bella berdecak tipis. "Lagipula Galas bisa aja hari jumat sama Ibu. Diakan enggak mau ketemu gue. Nanti merusak suasana lagi."
Neo yang berada di dekat sana merasa tersindir. Dia ingin mengatakan pada Bella, dia tidak masalah perempuan itu ada disana. Dia juga ingin mengatakan pada Bella bahwa dia senang setiap tahunnya merayakan ulang tahun Ibu bersama dengan perempuan itu. Tapi Neo tidak punua keberanian. Dia tidak tahu harus menjelaskan apa pada Bella tentang kehadiran laki-laki itu disana. Satu-satunya jalan Neo mengaku. Tapi Neo terlalu takut.
"Lo enggak penasaran dengan Galas lagi?" Toro bertanya pada Bella.
Ia menggelengkan kepalanya. "Buat apa penasaran pada orang yang tidak ingin ditemui."
"Tunggu sebentar ... apa aku boleh menyela tentang seseorang bernama Galas itu?" Claudia yang sedari tadi diam memperhatikan bersuara.
"Dia mantan suamiku."
"Dan kenapa kamu mencarinya seolah kamu tidak tahu siapa dia?" Claudia melirik Neo tipis. Mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan pria incarannya itu. "Maaf, aku tidak bermaksud ingin tahu. Kamu boleh menyimpan jika tidak nyaman."
Bella menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Enam tujuh tahunan yang lalu aku ditabrak bajingan ini dan mengalami kebutaan."
Bella menunjuk Neo tanpa perasaan bersalah. "Aku bisa dikatakan hancur dan selalu ingin mati setiap harinya. Sampai Galas datang dan begitulah. Ini cerita berulang."
Claudia menaikkan alisnya. Dia masih ingin penjelasan lebih. Bella menarik nafasnya. "Tepat hari dimana aku membuka mata, Galas menghilang. Dia benar-benar menghilang dari hidupku. Seolah dia tidak ingin aku tahu wajahnya dan segala tentang dia. Dia menceraikanku dan begitulah. anehnya semua orang membantu menyembunyikannya. Termasuk keluargaku sendiri."
Claudia melirik Neo kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya. Sepertinya perempuan itu memulai menangkap benang merah Bella dan Neo. Neo menatap Bella dan Claudia tahu kenapa Neo lari malam itu.
"Sepertinya dia menggugat cerai karena dia mencintai kamu."
Bella mendengus. "Jangan katakan omong kosong seperti untuk menyenangkan aku."
Untungnya percakapan itu terhenti ketika makanan mereka sudah datang. "Hey ladies, bagaimana jika mereka datang."
***
"Selamat ulang tahun, Bu!" Neo memeluk wanita yang melahirkannya dengan membawa kue untuk wanita itu.
Ibu tersenyum kecil. "Kamu ini!" Ibunya masih tidak terbiasa dengan kejuatan Neo. Padahal laki-laki itu selalu melakukannya setiap tahunnya.
"Aku punya sesuatu yang lain," ia menyerahkan sebuah kotak lagi pada ibunya. Sebuah kalung berlian yang tentu saja harganya tidak pernah murah.
"Kamu ini. Ibu sudah tua. Tidak cocok lagi memakai barang yang seperti ini."
Neo menaikkan bahunya. "Kata pegawai tokonya itu hadiah terbaik untuk orang tua."
Ibu mendengus. "Kamu ini. Ditipu kamu berarti biar laku."
Ia kemudian berdecak sendiri. "Ya sudah besok aku laporkan pegawai itu atas kasus penipuan."
"Galas!" Ibu mencubiti tulang rusuk puteranya tersebut. Neo tersenyum tanpa perasaan bersalah memeluk wanita itu dalam dekapannya.
"Maaf ya Bu, karena Galas tahun ini kita merayakannya hanya berdua."
"Tidak apa-apa. Besok ibu akan bersama Bella."
"Aku sudah dengar dari Bella." Membuat ibu menaikkan alisnya. "Tapi dia tidak tahu aku Galas. Dia mengatakannya saat kami makan siang beberapa hari yang lalu. Dengan Toro juga."
Ibu menganggukkan kepalanya. Ia menepuk singkat bahu anaknya tersebut. "Menikah dengan Bella membuat ibu senang dengan keputusan kamu. Berpisah dengan Bella memang jujur ibu akui membuat ibu menjadi sedih. Tapi Galas, ibu tahu kenapa kamu menceraikan Bella. Karenanya ibu tidak marah. Jika Bella memang takdir kamu, dia akan kembali pada kamu seburuk apapun kamu bagi Bella."
Neo memeluk ibunya tersebut. "Bantu aku menghasut Bella, Bu!"
Ibu berdecak. "Kamu ini!" Dia mencubit tulang rusuk putera tunggalnya itu lagi.
"Gimana kerjaan?" Ibu bertanya pada anaknya. "Selain urusan asmara ibu juga ingin tahu apa kamu masih baik mengerjakan yang lainnya."
Galas menganggukkan kepalanya. "Kerjaan baik. Aku baru selesai satu proyek dengan Toro. Tapi udah ada kerjaan yang baru lagi."
Ibu menganggukkan kepalanya. "Jangan lupa juga bersenang-senang. Pekerjaan kamu rawan stress. Wewenang kamu banyak."
"Main perempuan boleh?"
Ibu melayangkan cubitannya lagi. Neo tertawa. "Kata ibu boleh bersenang-senang."