Chereads / Husband In the Dark / Chapter 32 - Main Game

Chapter 32 - Main Game

Bella kemudian menggulirkan lagi layarnya. Ingat sebuah nomor. "Halo!" tidak butuh waktu lama untuk suara berat itu menjawab panggilan darinya.

"Mas Anka!" ujar Bella.

"Ya, kenapa Bel? Anka menjawab panggilan dari wanita itu.

"Enggak ada sih, Mas! aku cuma mau bilang kayaknya aku jadi ke Bogor nongkrong sama teman-teman. Bukan kayaknya lagi sih! Lebih tepatnya jadi nongkrong ma teman-teman. Jadi enggak bisa main ke rumah Mas. Maaf ya, Mas!" ujar Bella.

Anka menganggukkan kepalanya. "Oh gitu! Ya udah! Enggak apa-apa."

Bella merasa bersalah dengan suara Anka yang sedih lesu itu. "Sekali lagi maaf ya, Mas!"

"iya …" ujar Anka dengan lebih sedikit ceria sedikit. Bella mematikan panggilan tersebut akhirnya. Ia menarik nafasnya kemudian menghembuskannya.

Bukan apa-apa. Bella hanya merasa tidak enak saja. Anka sudah banyak membantunya mendapatkan ini itu darinya. Sementara Bella menolak tawaran laki-laki itu ia hanya takut bertindak sebagai gadis egois itu saja.

"Aku kira kamu kemana?" seperti biasa, Neo selalu memastikan kemanapun Bella pergi. Perempuan itu menatap laki-laki itu sebentar menganggukkan kepalanya.

"Telponan tadi bentar," jawab Bella.

"Sama pria itu ya? Sorry! Enggak maksud nguping. Nggak sengaja aja dengar kamu tadi." Neo menatap Bella dengan tatapan yang pura-pura tegar.

Bella menganggukkan kepalanya. Ia menarik nafasnya dikit. "Merasa bersalah aja. Mas Anka ngajak aku main ke rumahnya buat dikenalin ke mamanya. Tapi aku tolak. Merasa enggak enak aja. Mas Anka udah bantuin banyak."

Neo menganggukkan kepalanya dengan wajahnya yang semakin redup. "Udah mau dibawa nemuin mamanya aja," bisik laki-laki itu.

Bella yang mendengar tersebut berdecak. "Apaaan sih? Pasti pikirannya kemana-mana sama kayak mama. Gue dan Mas Anka itu enggak ada apa-apa. kami temanan aja. Emang kalau temanan enggak boleh main ke rumah hm?"

Neo menarik nafasnya. "Enggak tahu," ujarnya. "Yang jelas aku enggak ngajak sembarang wanita ke rumah."

Bella menggeleng-gelengkan kepalanya lelah dengan Neo yang terlalu berterus-terang. "Papa tadi bilang, kalau mau pulang malam ini hati-hati. Langsung pulang katanya. Kalau mau nginap jangan saling ambil kesempatan!" ujar Bella dengan sedikit dengusan pada laki-laki itu.

Neo tersenyum. "Papa ketat amat sih aturannya."

"Harus ketatlah! Apalagi sama orang kayak lo!"

"Langgar sesekali, ah! Papa enggak lihat juga." Neo menyeringai dan buru-buru kabur sebelum Bella menendang lagi tulang keringnya. Perempuan itu menarik nafasnya sambil memejamkan matanya memadamkan api amarah dalam kepalanya. Menenangkan pikirannya sebentar sebelum bergabung lagi bersama yang lainnya.

***

Malam yang semakin larut, mereka memtuskan membuat api unggun dan duduk melingkar di dekatnya sambil membawa kursi. Meski tidak duduk melingkari api unggun tersebut tapi cukup untuk melemparkan kehangatan. Tidak hanya Bella sendiri yang perempuan disana. Claudia juga ikut bergabung. Juga ada Amora disana. secara sahabat dekat Bella itu sedang melakukakn pendekatan dengan Miko. Hal tersebut yang memungkinkan untuk designer cantik itu untuk bergabung.

"Jadi gimana ni aturannya?" tanya Claudia pada mereka.

Amora mengeluarkan sebuah mainan bajak laut lantas meletakkannya di dekat meja. "Jadi siapa yang membuat bajak laut ini keluar kepalanya berhak mengambil pertanyaan dari fishball di dalam ini. Trus harus jawab jujur."

Semuanya mendengarkan sambil menganggukkan kepalanya. "Yang takut boleh mundur sih!"

Tentu saja tidak ada yang beranjak. "Okeh, siapa dulu yang mulai nih?"

"Urut aja deh, yang gampang! Dari Toro dulu!" ujar Miko yang memang tidak mau ribet.

"Biar lo bisa dapatnya belakangan ya, Mik!" ujar Bella menebak pemikiran tersebut. Miko memberikan kode untuk Bella tetap diam. Tidak perlu memperjelas hal tersebut.

"Bentar deh, kalau misalnya pertanyaannya enggak bisa dijawab gimana?!" tanya Bella.

"Harus minum. Jadi pilihannya jawab pertanyaan dan minum, okeh?!"

Mereka menganggukkan kepalanya. "Tor, hati-hati lo! Kakak ipar memantau," ujar Neo pada kawannya tersebut. mengacu pada Amora karena Toro yang mengencani adik perempuan itu.

Toro berdecak kecil. Laki-laki itu mulai mengambil pedang mainan tersebut. Ia menelisik sebentar mengucapkan doa dalam-dalam. "Waduh, banyak nih kayaknya dosa yang sembunyiinnya!" Amora meledek calon iparnya tersebut.

"Bukan gitu! Takut salah ngomong aja!" Toro berdecak setelahnya memasukkan pedang tersebut yang untungnya tidak memantul. Membuat desahan kecewa langsung mengalir dalam diri mereka. Tentu saja mereka mengharapkan Toro untuk membukar satu rahasia.

Setelah Toro, Bella. Karena dia yang duduk disebelah Toro. Jadinya perempuan itu yang mendapatkan kesempatan kedua. "Apa sih yang ditakutin. Masih dikit gini, tinggal dimasukin aja!"

Tak! Sialnya tangan Bella membuat kepala bajak laut tersebut melompat keluar dari candinya. Mereka semua spontan tertawa. Kecuali Bella tentunya. "Ni enggak salah ni mainan?!" ujar Bella.

Amora menggelengkan kepalanya. "Memang lo-nya aja yang punya strategi. Udah takdir lo, Bel!" ujar Amora memberikan fishball pada Bella.

"Enggak aneh-anehkan pertanyaan ini?!"

"Udah, cepatan aja ambil satu! Enggak usah ngelak! Udah enggak bisa mundur lagi sekarang!"

Bella mendengus. Mengambil satu pertanyaan. 'Kapan first kiss lo?' Bella memutar bola matanya.

"Nah, kan? Udah pasti nih jawabannya kayak gini." Bella protes.

"Udah Bel jawab aja! atau enggak minum tuh!"

"Gue bisa dibunuh papa kalau bau alkohol." Bella berdecak yang dibalas semua orang dengan gidikan bahu.

"Neo enggak boleh bantuin, ya! Dari awal udah janji ini permainan individu." Amora mewanti-wanti.

Bella menggigit bibirnya menimbang. "Galas, siapa lagi." Bella mengaku memberikan mainan tersebut selanjutnya pada Amora. Perempuan itu yang berada disebelahnya. Semuanya menatap Bella tidak percaya.

"Tanya aja sama Mora. Gue enggak pernah punya pacar sebelumnya."

Amora tersenyum. "Iya deh! Percaya." Dia selanjutnya yang melanjutkan permainan tentu saja berakhir lolos. Begitu juga dengan Claudia dan Miko. Neo yang mendapatkan giliran terakhir juga berhasil melewati rintangan tersebut.

"Ini gue aja yang sial apa gimana sih?" Bella protes lagi.

"Nasib, Bel!" ujar Neo.

Perempuan itu berdecak. Toro melakukan permainan dan lagi-lagi pria itu berhasil lolos. Sekarang giliran Bella. Perempuan itu menggigit bibirnya. "Ayo, bel! Buruk! Tinggal tiga lubang lagi itu."

"Makanya karena tiga lubang nih!" ujar Bella dengan kegeraman. Neo memberikan kode untuk memasukkannya arah Amora. Bella mendapatkan kode tersebut ragu. Tapi Neo menganggukkan kepala meyakinkan perempuan itu.

"Jangan kasih bantuan lo, No!" dengus Toro.

"Kapan?" Neo mengelak.

Bella menjilati bibirnya mencoba percaya pada Neo dan ternyata berhasil. Perempuan itu senang sekali dan Neopun juga turut tersenyum. "Curang nih, kalau ada pasangan kayak gini."

"Gue bisa bantuin lo juga kok, Mor!" ujar Miko.

Amora mendengus. "Urusin urusan sendiri aja belum tentu beres!" ujar Amora dengan ketusnya. Miko memang harus banyak mengusap dada selama ia berusaha menaklukkan hati Amora.

Karena peluang yang sudah sedikit, mau tidak mau kesialan itu sampai pada Amora. "Sial, gue kejebak sama pertanyaan yang gue buat sendiri!" dengus Amora. Semuanya tertawa menanti perempuan itu membuka pertanyaan.